Wasiat merupakan salah satu ajaran Allah yang mulia, penting dan sangat berguna. Contoh sebuah wasiat Allah di dalam kitab-Nya, yang artinya, “…dan sungguh Kami telah mewasiatkan kepada orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu dan (juga) kepada kamu; bertakwalah kepada Allah…”(QS. an-Nisa: 131)

Rasulullah memberikan keteladanan kepada ummatnya berupa contoh wasiat yang baik. Ummu Salamah -istri Nabi- menyebutkan di antara wasiat terakhir Rasulullah, “Shalat…shalat dan (perlakukanlah dengan baik) orang-orang yang berada di bawah tanggung jawabmu.” (HR. Ahmad, no.27240)

Itulah contoh wasiat Rasulullah yang beliau sampaikan menjelang wafat. Lalu, bagaimana contoh wasiat dari generasi terbaik (baca: Salaf Shalih), yang meneladani Rasulullah dengan baik? Berikut ini beberapa contoh wasiat dari mereka menjelang akhir hayat. Yaitu;

Abu Bakar ash Shiddiq

Abu Malih mengatakan, tatkala menjelang ajal, Abu Bakar mengirim surat kepada Umar bin al-Khaththab, beliau berkata, “Aku wasiatkan kepadamu suatu wasiat, mudah-mudahan engkau mau menerimanya; Sesungguhnya Allah mempunyai hak (yang wajib ditunaikan oleh hamba-Nya) pada malam hari yang tidak diterima oleh-Nya di siang hari, sesungguhnya Allah mempunyai hak pada siang hari yang tidak diterima oleh-Nya di malam hari. Sesungguhnya Allah tak akan menerima amalan yang sunnah hingga yang fardhu ditunaikan, timbangan yang berat sesungguhnya adalah yang di akhirat karena mengikuti kebenaran sewaktu hidup di dunia meskipun terasa berat, adalah hak mizan (timbangan) untuk diletakkan padanya karena benar-benar akan memperberatnya. Tidakkah engkau tahu bahwa ringannya timbangan adalah yang ringan di akhirat karena mengikuti kebatilan sewaktu di dunia, dengan ringan, maka benar-benar diletakkan di dalam timbangannya kebatilan itu sehingga menjadi ringan. Tidakkah engkau tahu bahwa Allah menurunkan ayat ar-Radja (ayat yang berisi harapan) pada ayat asy-Syiddah (ayat yang berisi ancaman yang keras), dan ayat asy-Syiddah pada ayat ar-Radja, agar seorang hamba harap-harap cemas, tidak menjerumuskan dirinya ke dalam kehancuran, tidak berharap kepada Allah dengan berlebihan.”

Umar bin al-Khaththab

Salim bin Abdullah mengatakan dari ayahnya, “Umar berada di pahaku saat beliau sakit yang mengakibatkan beliau meninggal dunia. Beliau (yakni: Umar–ed) mengatakan, “Letakkan kepalaku di atas tanah.” Aku pun mengatakan, “Ada apa dengan Anda, aku letakkan di atas tanah atau di atas pahaku?!” Lalu, beliau mengatakan, “Tak ada ibu bagimu, letakkanlah di atas tanah.” Maka, aku pun meletakkan kepala beliau di atas tanah. Lalu, beliau mengatakan, ‘Celakalah aku dan celakalah ibuku jika Allah tidak merahmatiku.’”

Utsman bin Affan

Al-‘Ala bin Fadhl dari ayahnya mengatakan, “Tatkala Utsman bin Affan terbunuh, mereka memeriksa beberapa tempat yang dijadikan Utsman sebagai tempat penyimpanan harta. Mereka mendapati sebuah kotak yang tertutup. Lalu, mereka membukanya. Mereka mendapati secarik kertas yang bertuliskan, “Ini adalah wasiat Utsman bin Affan, dengan menyebut nama Allah Dzat yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Utsman bin Affan bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang hak kecuali Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya, bahwa Surga itu benar, neraka benar, Allah akan membangkitkan orang-orang yang berada di dalam kubur pada hari yang tak ada keraguan padanya, sesungguhnya Allah tak akan menyelisihi janji-Nya, di atasnya dia dihidupkan dan di atasnya pula dia dimatikan, dan di atasnya pula dia akan dibangkitkan, insyaallah .

Ali bin Abi Thalib

Asy-Sya’bi mengatakan, “Tatkala Ali bin Abi Thalib ditikam, beliau mengatakan, ‘Apa yang dilakukan orang yang menikamku?’ Mereka mengatakan, ‘Kami telah menangkapnya.’ Beliau mengatakan, ‘Berilah ia makan dari makananku, dan berilah ia minum dari minumanku. Jika aku hidup niscaya aku akan mempertimbangkan kelanjutannya. Namun, jika ternyata aku meninggal maka pukullah ia dengan sekali pukulan saja, jangan kalian menambahkannya.’ Kemudian, beliau berwasiat kepada al-Hasan (putranya-ed) agar ia memandikan jenazahnya, tidak bermahal-mahal dalam (pembelian/penggunaan) kain kafan, beliau mengatakan, “Aku pernah mendengar Rasulullah bersabda, “Janganlah kalian bermahal-mahal dalam hal kain kafan, karena sesungguhnya ia akan cepat rusak” (selanjutnya) beliau (Ali bin Abi Thalib-ed)mengatakan, “Dan bawalah aku dengan berjalan, jangan telalu cepat dan jangan pula terlalu lambat. Karena jika keadaanku baik, berarti kalian telah mempercepatku menuju kepada-Nya, dan jika keadaannya buruk berarti kalian telah segera melemparkan aku dari pundak-pundak kalian.”

Fatimah Putri Rasulullah.

Asma bintu Umais mengatakan bahwa Fatimah bintu Rasulillah pernah berwasiat agar yang memandikan (mayatnya) adalah suaminya Ali bin Abi Thalib. Maka, tatkala ia meninggal dunia, suaminya dan Asma bintu ‘Umais memandikan (jenazah)nya.”

Abdullah bin Mas’ud

Asy-Sa’biy mengatakan, tatkala menjelang wafat Abdullah bin Mas’ud memanggil anaknya seraya mengatakan, “Wahai Abdurrahman bin Abdullah bin Mas’ud aku wasiatkan kepadamu 5 hal, hafalkanlah dengan baik; “Tampakkanlah rasa putus asa terhadap orang lain karena hal tersebut adalah sebuah kekayaan yang utama, tinggalkan meminta-minta kepada manusia karena hal tersebut merupakan kefakiran yang nyata, tinggalkanlah perkara yang kamu terhalang melakukannya dan jangan melakukannya, jika engkau bisa berada pada suatu hari yang lebih baik dari hari sebelumnya, maka hendaklah engkau lakukan, dan jika engkau shalat, maka lakukanlah seperti shalatnya orang yang hendak berpisah, seolah-olah tak akan pernah melakukan shalat setelah itu.”

Rabi’ bin Khutsaim

Abu Rabi’ah as-Sa’di mengatakan, pernah dikatakan kepada Rabi’ bin Khutsaim, tidakkah Anda berwasiat? Beliau menjawab, “Dengan apa aku berwasiat? Sungguh kalian telah mengetahui bahwa aku tak punya dinar tidak pula dirham, tak akan ada seorang pun yang mempersoalkan diriku di sisi Tuhanku dan aku tak akan memusuhi seorang pun.” Lalu dikatakan kepadanya, berwasiatlah! Beliau pun kemudian mengatakan, “Aku mempunyai seorang istri yang masih muda, jika aku meninggal, maka anjurkanlah ia agar mau menikah, carikan untuknya lelaki shaleh, dan anakku ini, bila kalian melihatnya usaplah kepalanya, karena sesungguhnya aku pernah mendengar Ibnu Mas’ud mengatakan bahwa Rasulullah bersabda, “Barangsiapa mengusap kepala anak yatim, maka setiap rambut baginya terdapat tamr di atasnya, tangannya bercahaya pada hari kiamat.” Lalu dikatakan kepada beliau, berwasiatlah! Beliau mengatakan, “Inilah yang ar-Rabi’ bin Khutsaim wasiatkan.”

Abu Bakr Muhammad bin Sirin

Ibnu ‘Aun mengatakan, “Ibnu Sirin pernah berwasiat tatkala hendak meninggal dunia. ‘Dengan menyebut nama Allah Dzat Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, ini adalah apa yang diwasiatkan oleh Muhammad bin Abi ‘Amrah kepada anak-anak dan keluarganya, hendaklah kalian bertakwa kepada Allah dan perbaikilah hubungan di antara sesama kalian; dan taatilah Allah dan Rasul-Nya jika kalian adalah orang-orang yang beriman.” Beliau juga berwasiat seperti apa yang diwasiatkan oleh Nabi Ya’kub kepada anaknya, “Hai anak-anakku! sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan memeluk agama Islam.’”

Marwan bin Hakam

Abdul Aziz bin Marwan mengatakan, Marwan berwasiat kepadaku, “Janganlah engkau jadikan orang yang menyeru kepada Allah sebagai hujjah atasmu. Apabila engkau berjanji dengan suatu janji, maka datangilah tempatnya meskipun engkau akan dipenggal dengan pedang, dan jika engkau mempunyai masalah hendaklah engkau memusyawarahkannya dengan ahli ilmu dan orang-orang yang mencintaimu, karena, kepada ahli ilmu, Allah telah memberikan petunjuk kepada mereka insyaallah. Adapun kepada orang-orang yang mencintaimu mereka tak akan bakhil untuk memberikan nasihat kepadamu.
Wallahu ‘alam bishshawab (Abu Umair Amar bin Syakir)

[Sumber: “Washaya al ‘Ulama ‘Inda Huduuril Maut,” Syaikh Muhammad bin Abdullah bin Ahmad bin Zabr ar-Rib’i Abu Sulaiman. Daar Ibnu Katsir, Bairut. Cet.I tahun 1406. Tahqiq: Abdul Qodir al-Arnauth dengan sedikit gubahan]