Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,

قُلْ يَجْمَعُ بَيْنَنَا رَبُّنَا ثُمَّ يَفْتَحُ بَيْنَنَا بِالْحَقِّ وَهُوَ الْفَتَّاحُ الْعَلِيمُ

Katakanlah, “Tuhan kita akan mengumpulkan kita semua, kemudian Dia memberi keputusan antara kita dengan benar. Dan Dia Yang Maha Pemberi keputusan, Maha Mengetahui.” (Qs. Saba : 26).

وَسِعَ رَبُّنَا كُلَّ شَيْءٍ عِلْمًا ۚ عَلَى اللَّهِ تَوَكَّلْنَا ۚ رَبَّنَا افْتَحْ بَيْنَنَا وَبَيْنَ قَوْمِنَا بِالْحَقِّ وَأَنْتَ خَيْرُ الْفَاتِحِينَ

Pengetahuan Rabb kami meliputi segala sesuatu. Kepada Allah sajalah kami bertawakkal. Ya Rabb kami, berilah keputusan antara kami dan kaum kami dengan hak (adil) dan Engkaulah Pemberi keputusan yang sebaik-baiknya.” (Qs. al-A’raf : 89)

Makna nama inُi الْفَتَّاحُ “al-Fattah” adalah Dzat yang menghukumi di antara hamba-hamba-Nya dengan apa yang Dia kehendaki dan memutuskan di antara mereka dengan apa yang Dia inginkan. Allah ‘Azza wa Jalla memberikan kenikmatan kepada siapa saja yang Dia kehendaki dari mereka dengan apa yang Dia kehendaki. Tidak ada yang dapat menolak hukum-Nya, tidak ada yang dapat menandingi keputusan-Nya dan perintah-Nya. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,

مَا يَفْتَحِ اللَّهُ لِلنَّاسِ مِنْ رَحْمَةٍ فَلَا مُمْسِكَ لَهَا ۖ وَمَا يُمْسِكْ فَلَا مُرْسِلَ لَهُ مِنْ بَعْدِهِ ۚ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ

Apa saja yang Allah anugerahkan kepada manusia berupa rahmat, maka tidak ada seorang pun yang sanggup untuk melepaskannya sesudah itu. Dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana (Qs. Fathir : 2)

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata di dalam “Qashidah Nuuniyah” ketika menjelaskan nama ini serta maknanya,

وَكَذَلِكَ اْلفَتَّاحُ مِنْ أَسْمَائِهِ    وَاْلفَتْحُ فِي أَوْصَافِهِ أَمْرَانِ

فَتْحٌ بِحُكْمٍ وَهُوَ شَرْعٌ إِلَهُنَا    وَاْلفَتْحُ  بِاْلأَقْدَارِ فَتْحٌ ثَانِ

وَاْلرَّبُّ فَتَّاحٌ بِذَيْنِ كِلَيْهِمَا    عَدْلًا وَإِحْسَنًا مِنَ اْلرَّحْمَنِ

Demikian juga “al-Fattaah” termasuk nama-nama Allah (‘Azza wa Jalla)
Al-Fath (membuka) yang merupakan bagian dari sifat-sifat-Nya terbagi menjadi dua

Dia membuka hukum yang merupakan syariat sesembahan kita
Dan membuka takdir yang merupakan bentuk al-fath yang kedua

Ar-Rabb adalah Fattah dengan kedua bagian tersebut
Penuh dengan keadilan dan kebaikan dari ar-Rahmaan

Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’diy rahimahullah dalam menjelaskan ucapan Ibnul Qayyim rahimahullah di atas mengatakan, “al-Fattah adalah yang membuat hukum, yang berbuat kebaikan dan yang dermawan. Dan sifat membuka bagi Allah ‘Azza wa Jalla ada dua bagian, yang pertama, Dia membuka hukum agamaNya yaitu syariat-Nya yang melalui lisan-lisan para rasul-Nya yang berkaitan dengan semua apa yang dibutuhkan oleh orang-orang yang telah dibebankan kewajiban kepadanya dan mereka berjalan di atas jalan yang lurus. Adapun sifat membuka-Nya dalam pembalasan-Nya, maka ini berlaku antara para Nabi dan para penentangnya, antara wali-wali-Nya dan para musuh-Nya. Dia memuliakan para Nabi dan pengikutnya, menyelamatkan mereka, serta menghinakan para musuh mereka dan menyiksa mereka. Demikian pula pada hari Kiamat, sifat membuka-Nya dan hukum-Nya di antara semua makhluk ketika setiap manusia diberi balasan sesuai dengan apa yang ia lakukan. Adapun sifat membuka-Nya yang berkaitan dengan takdir yaitu apa yang Dia takdirkan kepada para hamba-Nya dari kebaikan dan kejelekan, kemaslahatan dan kemudharatan, pemberian dan pencegahan. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,

مَا يَفْتَحِ اللَّهُ لِلنَّاسِ مِنْ رَحْمَةٍ فَلَا مُمْسِكَ لَهَا ۖ وَمَا يُمْسِكْ فَلَا مُرْسِلَ لَهُ مِنْ بَعْدِهِ ۚ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ

Apa saja yang Allah anugerahkan kepada manusia berupa rahmat, maka tidak ada seorang pun yang dapat menahannya, dan apa saja yang ditahan oleh Allah maka tidak ada seorangpun yang sanggup melepaskannya sesudah itu. Dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana (Qs. Fathir : 2). Allah ‘Azza wa Jalla adalah al-Fattah (Yang Maha Membuka) dan al-‘Aliiim (Yang Maha Mengetahui), yang Dia membuka bagi para hamba-Nya yang taat perbendaharaan kedermawanan dan kemuliaan-Nya dan membuka bagi para musuh-Nya kebalikan dari semua itu, dan semua itu dengan karunia dan keadilan-Nya (al-Haqqu al-Wadhih al-Mubiin, hal. 44-45).

Beliau rahimahullah juga berkata,”Makna “al-Fattaah” ada dua, pertama, kembali kepada makna hukum yang Dia bukakan untuk hamba-hamba-Nya. Dia menghukumi diantara mereka dengan syariat-Nya dan menghukumi di antara mereka dengan memberi balasan kepada yang taat dan memberikan siksa kepada pelaku kemaksiatan di dunia dan di akhirat, sebagaimana dalam firman Allah ‘Azza wa Jalla yang telah penulis sebuatkan dalam awal tulisan ini (yaitu : Qs. Saba: 26 dan Qs. al-A’raf: 89).

Ayat yang pertama, Allah ‘Azza wa Jalla membuka bagi hamba-hamba-Nya pada hari Kiamat. Selain itu, di dunia dengan Allah ‘Azza wa Jalla menolong kebenaran dan yang berpegang dengannya, menghinakan kebatilan dan orang-orangnya serta menimpakan azab atas mereka.

Makna yang kedua, Allah ‘Azza wa Jalla membukakan bagi semua hamba-Nya pintupintu kebaikan. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,

مَا يَفْتَحِ اللَّهُ لِلنَّاسِ مِنْ رَحْمَةٍ فَلَا مُمْسِكَ لَهَا

Apa saja yang Allah anugerahkan kepada manusia berupa rahmat, maka tidak ada seorang pun yang dapat menahannya (Qs. Fathir : 2)

Allah ‘Azza wa Jalla membukakan bagi hamba-hamba-Nya, kebaikan-kebaikan dunia dan agama. Allah ‘Azza wa Jalla membukakan bagi orang-orang yang Dia pilih dengan kelembutan dan perhatian-Nya hati-hati yang terkunci, mencurahkan kepada hati-hati tersebut berbagai macam pengenalan terhadap-Nya, hakikat-hakikat keimanan yang dapat memperbaiki keadaannya dan dapat berjalan di atas jalan yang lurus. Hal yang lebih khusus dari ini adalah Dia membuka bagi para hamba-hamba-Nya yang Dia cinta dan yang dekat dengan-Nya berbagai macam ilmu tentang-Nya, kenikmatankenikmatan rohani, cahaya-cahaya yang memerangi, pemahaman-pemahaman, serta perasaan-perasaan yang benar. Dia juga membukakan bagi para hamba pintu-pintu rezeki dan jalan menuju kepadanya serta menyediakan bagi orang-orang yang bertakwa rizki-rizki dan jalan-jalannya yang tidak mereka sangka-sangka. Dia memberi kepada orang-orang yang bertawakkal lebih dari apa yang mereka minta dan yang mereka harapkan serta memudahkan bagi mereka kesulitan-kesulitan mereka dan juga membuka pintu-pintu yang tertutup (Fathu Ar-Rahiim al-Malik al-‘Allam, hal. 48)

Oleh karena itu, para rasul Allah ‘Azza wa Jalla memohon kepada-Nya untuk dibukakan antara mereka dan kaum mereka ketika terjadi perselisihan di antara mereka. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman tentang Nuh (artinya), Nuh berkata : “Ya Rabbku, sesungguhnya kaumku telah mendustakan aku; maka adakanlah suatu keputusan antaraku dan antara mereka, dan selamatkanlah aku dan orang-orang yang mukmin besertaku.” (Qs. Asy-Syu’ara : 117-118) dan tentang doa Nabi Syu’aib, (dalam Qs. al-A’raf : 89 yang telah disebutkan)

وَاسْتَفْتَحُوا وَخَابَ كُلُّ جَبَّارٍ عَنِيدٍ

“dan mereka memohon kemenangan (atas musuh-musuh mereka) dan binasalah semua orang-orang yang berlaku sewenang-wenang lagi keras kepala (Qs. Ibrahim : 15) maksudnya para rasul memohon pertolongan kepada Allah ‘Azza wa Jalla atas kaum mereka , ada pula yang memaknai bahwa para rasul meminta agar Allah ‘Azza wa Jalla membukakan hati kaum mereka, yaitu meminta disegerakannya fathu Allah ‘Azza wa Jalla dan dibedakannya wali-wali Allah ‘Azza wa Jalla dan musuh-musuh Allah‘Azza wa Jalla . Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Kemungkinan kedua makna tersebut benar (Tafsir Ibnu Katsir/403).

Sungguh Allah ‘Azza wa Jalla telah mengabulkan doa-doa para rasul dengan membukakan kebenaran dalam perkara yang mereka dan kaum mereka perselisihkan. Allah ‘Azza wa Jalla pun menolong para rasul dan orang-orang yang beriman serta membinasakan musuh-musuh mereka dari orang-orang kafir yang zhalim dan melampaui batas.

Di antara apa yang Allah ‘Azza wa Jalla bukakan adalah hukum-Nya di antara para hamba pada hari Kiamat terhadap apa yang mereka perselisihkan,(sebagaimana firman Allah ‘Azza wa Jalla dalam Qs. Saba : 26 yang telah disebutkan), maksudnya Allah ‘Azza wa Jalla memutuskan di antara mereka dengan hukum yang bisa menjelaskan antara yang jujur dari yang dusta, yang benar dari yang salah, serta yang berhak mendapat pahala dari yang berhak mendapat siksa. Oleh karenanya, Allah ‘Azza wa Jalla menamakan hari Kiamat dengan hari fath dalam firman-Nya,

قُلْ يَوْمَ الْفَتْحِ لَا يَنْفَعُ الَّذِينَ كَفَرُوا إِيمَانُهُمْ وَلَا هُمْ يُنْظَرُونَ

Katakanlah: “Pada hari kemenangan itu tidak berguna bagi orang orang kafir iman mereka dan tidak (pula) mereka diberi tangguh (Qs. as-Sajdah : 29), maksudnya bahwa pada hari Kiamat, kalian akan mendapat siksa jika telah diputuskan perkara kalian dan kalian tidak akan mendapat kelonggaran waktu dan kesempatan lagi.

Oleh sebab itu, sesungguhnya keimanan seorang hamba bahwa Rabbnya adalah al-Fattah yang mengharuskan seorang hamba untuk benar-benar mendekatkan diri kepada-Nya saja dan mengharap agar Allah ‘Azza wa Jalla membukakan pintu-pintu hidayah, rezeki, dan rahmat serta membuka hati dan melapangkan dadanya untuk kebaikan. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,

أَفَمَنْ شَرَحَ اللَّهُ صَدْرَهُ لِلْإِسْلَامِ فَهُوَ عَلَىٰ نُورٍ مِنْ رَبِّهِ ۚ فَوَيْلٌ لِلْقَاسِيَةِ قُلُوبُهُمْ مِنْ ذِكْرِ اللَّهِ ۚ أُولَٰئِكَ فِي ضَلَالٍ مُبِينٍ

Maka apakah orang-orang yang dibukakan Allah hatinya (untuk) menerima agama Islam lalu ia mendapat cahaya dari Rabbnya (sama dengan orang yang membatu hatinya). Maka kecelakakan yang besarlah bagi mereka yang membatu hatinya untuk mengingat Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata (Qs. az-Zumar : 22)

Akhirnya, Kami memohon kepada Allah ‘Azza wa Jalla dan bertawasul kepada-Nya dengan nama Allah ‘Azza wa Jalla yang mulia ini dan menyeru bahwa Dia adalah al-Fattah dan sebaik-baiknya pembuka, untuk Allah ‘Azza wa Jalla membukakan hati-hati kami dengan keimanan yang benar, petunjuk yang sempurna, dan keyakinan yang kokoh dan agar Dia membukakan perbendaharaan rahmat, kemuliaan dan kebaikan, serta keluasan-keluasan keutamaan dan kenikmatan-Nya. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar dan Maha Mengabulkan. (Redaksi)

Sumber :

Fikih Asma’ul Husna, Prof. Dr. Abdurrazzaq
al-Abbad al-Badr