Abu Hurairah رَضِيَ اللهُ عَنْهُ berkata bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda,

أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ وَأَفْضَلُ الصَّلاَةِ بَعْدَ الْفَرِيضَةِ صَلاَةُ اللَّيْلِ

“Puasa yang paling utama setelah puasa Ramadhan adalah puasa di Bulan Allah al-Muharram dan shalat yang paling utama setelah shalat wajib adalah shalat malam.” (HR. Muslim)

Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ menamakan Bulan Muharram dengan bulan Allah dan penyandarannya kepada Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى menunjukkan kemuliaan dan keutamaan bulan ini. Karena Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى tidak akan menyandarkan kepada-Nya kecuali makhluk pilihan-Nya.

Seperti Dia سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى menisbatkan Muhammad, Ibrahim, Ishaq, Ya’qub dan nabi-nabi yang lain kepada penghambaan-Nya. Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى juga menisbatkan kepada-Nya rumah-Nya (Baitullah) dan unta-Nya (Naqatullah).

Ketika bulan ini memiliki keistimewaan dengan disandarkannya kepada Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى dan puasa adalah ibadah yang juga disandarkan kepada-Nya karena puasa adalah milik-Nya, maka pantaslah bulan yang disandarkan kepada Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-ini mendapatkan keistimewaan tersendiri dengan amal yang juga disandarkan kepada-Nya, yakni puasa.

(Ibnu Rajab, Lathaif al-Ma’arif, hal. 81)