Beberapa waktu lalu terbetik berita adanya sekelompok orang bersenjata dari kalangan Sunni yang menculik sejumlah keluarga Syiah, termasuk anak-anak dan wanita dengan mengancam akan membunuh para tawanan tersebut. Dalam pemberitaan itu disebutkan bahwa kelompok Sunni tersebut meminta semua orang Syiah di selatan Iraq yang mencakup kawasan Lathifia, Madain, Salman Bak dan Yusufia untuk keluar bila tidak ingin para tawanan tersebut dibunuh.

Untuk mengecek berita itu, seolah-olah pasukan pendudukan mendapat kesempatan untuk melakukan penyisiran dan penggeledahan terhadap penduduk Madain yang dihuni mayoritas Sunni, tepatnya hari Senin lalu namun tidak satu peluru pun ditembakkan terhadap penduduk kota itu karena memang tidak ada penculikan dan tidak ada perlawanan di sana. Tentara pendudukan melakukan penggeledahan terhadap 4000 buah rumah akan tetapi mereka tidak menemukan seorang penculik pun. Bahkan penduduk setempat yang berasal kalangan Syiah sendiri membantah cerita heboh yang dipublikasikan media massa Barat dan didukung juga beberapa media massa Arab itu.

Setelah kasus ini terbongkar, para pejabat Iraq pun kalang-kabut dan statement-statement yang mereka keluarkan pun menjadi beragam dan tidak senada.

Iyadh ‘Alawi, perdana menteri yang ditunjuk tentara pendudukan di istana Muktamarat, di kawasan hijau, Baghdad meminta agar para penyebar berita bohong itu dihukum karena berupaya untuk menyulut api perang saudara.

Juru bicara menteri keamanan Iraq yang ditunjuk tentara pendudukan mengumumkan akan memberikan sanksi kepada mayjen Haidar Khayun yang dianggap sebagai orang pertama yang memberikan keterangan palsu seputar penyaderaan oleh kelompok Sunni terhadap 15 keluarga Syiah. Juru bicara tersebut menyatakan bahwa sanksi atasnya tersebut diberikan setelah ia menyampaikan informasi bohong. Mayjen Haidar Khayun adalah salah seorang pemimpin korps Badar yang merupakan ‘antek’ tentara pendudukan Amerika di Iraq.

Salah seorang koresponden situs Islam terkenal di Timur Tengah langsung terjun menuju lokasi kejadian untuk mengecek dari dekat kebenaran informasi tersebut. Koresponden tersebut memasuki jantung kota al-Madain, yang berjarak 30 km sebelah selatan Baghdad untuk menemui para ulama setempat dari kalangan kaum Sunni dan Syiah, lalu mengadakan konferensi pers dengan mereka. Dalam konferensi itu, kedua pihak (sunni dan syiah) sepakat menyatakan bahwa kasus tersebut didalangi oleh korps Badar dan kelompok Dewan Tinggi Revolusi Islam secara politis serta empat orang petinggi militer yang bekerja sebagai agen intelijen Iran yang baru beberapa hari berada di Iraq.

Kedua pihak juga menyiratkan telah melapor kepada pihak kepolisian namun tidak mendapatkan respons apa-apa, karena itu baru lah mereka pergi menemui beberapa elemen kelompok perlawanan dan para komandannya di kota tersebut yang kebetulan berhasil menangkap salah seorang petinggi militer Iran lalu membunuhnya, sedangkan sisanya berhasil melarikan diri.

Kedua pihak mengaku kaget ketika mereka sedang duduk-duduk di kedai kopi ‘kaum muda Madain’ yang berada di pusat kota, tiba-tiba muncul penyiar saluran TV Iraq yang memberitakan bahwa 15 keluarga Syiah dari kota itu telah disekap oleh kaum Sunni Arab. Berita itu betul-betul mengagetkan, hingga malam hari beberapa kantor berita telah melaporkan kejadian tersebut. Karena itu, ketika mendengar berita itu, mereka berteriak kepada para pemuda yang ada di kedai kopi itu seraya berkata, “Apakah di Iraq ini ada kota lain bernama Madain?” mereka menjawab, “Bukankah kalian ini lebih senior dari kami dan lebih mengetahui. Rasanya, tidak ada lagi kota dengan nama Madain selain kota kita ini.”

Mereka (para ulama dari kedua belah pihak) menegaskan bahwa tujuan utama dari fitnah tersebut adalah upaya untuk menggerayangi kota tersebut oleh pihak tentara pendudukan Amerika sehingga dapat melakukan apa saja yang mereka inginkan. Penduduk Madain benar-benar sudah muak dengan pengelabuan berita seputar kejadian tersebut oleh media massa, termasuk media massa Arab di mana sudah menjadi kenyataan bahwa liputan yang dilakukannya terhadap suatu kejadian pastilah demi untuk memenuhi keinginan penjajah.

Dalam waktu yang sama, koresponden situs Islam terkenal itu yang berada di kota Baghdad menemui mayjen Faruq Amad, ia menegaskan bahwa mereka telah berhasil menemukan mayat seorang berkewarganegaraan Iran di kota itu dua hari sebelum santernya kabar burung tersebut. Ini menunjukkan bahwa kejadian tersebut memang sudah direkayasa sebelumnya untuk tujuan menghabisi kaum Sunni di kota tersebut setelah penduduknya berubah total dengan beralih kepada manhaj Salaf Shalih atau apa yang disebut kaum Syiah dengan madzhab Wahabi. Para pemimpin Syiah menganggap bahwa madzhab Sunni mana pun tidak lah berbahaya dan menjadi ancaman asalkan bukan Salafi yang mereka sebut dengan Wahabi.

Sementara itu, kelompok perlawanan Iraq sejak awal terjadinya kasus yang direkayasa tersebut telah mengumumkan bahwa mereka tidak mengetahuinya sama sekali bahkan menegaskan bahwa ia hanyalah permainan kotor pihak Iran dan korps Badar yang dibacking pemerintah Iraq -yang juga didukung secara sembunyi-sembunyi oleh pemerintah Iran tetapi diangkat secara terang-terangan oleh tentara pendudukan-.

Seperti diketahui, kejadian di Madain tesebut merupakan buah dari permainan media massa yang mengada-ada seputar kejadiannya. Hal seperti ini selalu terulang di beberapa tempat lainnya di Iraq di mana media massa yang beragam menjajakan apa yang dihembuskan oleh tentara pendudukan dan para kaki tangannya di pemerintah yang diangkat mereka. Penyebaran berita bohong yang terkait dengan kejadian Madain di mana kemudian penduduk mengetahui kebohongannya adalah sama dengan pemelintiran berita terhadap banyak kejadian di beberapa kota Iraq lainnya, namun kali ini berhasil disingkap karena adanya perbedaan kepentingan dari orang-orang yang telah diangkat oleh tentara pendudukan.

Atas kejadian itu, para ulama dari kedua belah pihak (Sunni dan Syiah) pun mengeluarkan keterangan pers bersama yang menyatakan bahwa kejadian di Madain itu tidak lain adalah buah rekayasa yang ingin mengadu domba antara sesama warga Iraq. (ismo/AS)