MENUNAIKAN HAK

Seorang pengusaha muslim akan menyegerakan untuk menunaikan hak orang lain baik itu berupa upah pekerja, maupun hutang terhadap pihak tertentu. Seorang pekerja harus diberi upah sebelum keringatnya kering. Sikap orang yang memperlambat pembayaran hutang merupakan kezhaliman. Adapun orang yang mengingkari hutangnya boleh disebarkan aibnya dan diberi hukuman.

Dengan demikian, pada suatu usaha jasa atau badan niaga diharuskan untuk menciptakan suatu sistem yang memiliki orientasi menyegerakan penunaian hak tersebut, seperti mempercepat pembayaran atau membayarnya sesuai waktu yang ditentukan. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

أَعْطُوْا اْلأَجِيْرَ أَجْرَهُ قَبْلَ أَنْ يَجِفَّ عَرَقُهُ

“Berikanlah upah kepada pekerja sebelum kering keringatnya.”

Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

ثَلاَثَةٌ أَنَا خَصْمُهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ: رَجُلٌ أَعْطَى بيِ ثُمَّ غَدَرَ، وَرَجُلٌ بَاعَ حُرّاً فَأَكَلَ ثَمَنَهُ، وَرَجُلٌ اِسْتَأْجَرَ أَجِيْراً فَاسْتَوْفىَ مِنْهُ،
وَلَمْ يُعْطِهِ أَجْرَهُ

[I]”Ada tiga golongan yang menjadi musuh-ku di hari Kiamat nanti. Orang yang memberi (jaminan) atas nama-ku, lalu ia berkhianat. Orang yang menjual orang merdeka lalu memakan hasilnya. Dan orang yang menyewa pekerja dan meminta pekerja itu untuk melaksanakan seluruh tugasnya, namun tidak memberikan upahnya..”[/I]

Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda:

مَطَلْ الْغَنِيِّ ظُلْمٌ

“Sikap orang kaya memperlambat pembayaran hutang adalah kezhaliman..”

Di antara hak-hak yang harus ditunaikan yang paling utama adalah hak-hak Allah terhadap para hambaNya yang kaya dalam harta mereka. Yakni dalam bentuk zakat-zakat wajib, diikuti oleh sedekah dan infak. Semua pengeluaran itu dapat membersihkan harta dari segala noda syubhat dan dapat mensucikan hati dari berbagai penyakit yang menyelimutinya seperti rasa kikir, tak mau mengalah dan egois. Harta tidak akan berkurang karena sedekah. Harta tidak akan hilang karena membayar zakat baik di darat maupun di lautan. Sebaliknya, setiap kali satu kaum menolak membayar zakat, pasti hujan akan tertahan dari langit. Kalau bukan karena binatang, pasti hujan tidak akan turun. Semua pengertian itu bisa diperoleh dalam banyak dalil-dalil yang shahih.

Allah berfirman:

“Dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu, bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta)..” (Al-Ma’arij: 24-25).

Allah berfirman:

“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan mendo’alah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (At-Taubah: 103).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

مَا مِنْ صَاحِبِ كَنْزٍ لاَ يُؤَدِّي زَكَاتَهُ إِلاَّ أُحْمِيَ عَلَيْهِ فيِ نَارِ جَهَنَّمَ، فَيُجْعَلَ صَفَائِحُ، فَيُكْوَى بِهِ جَنْبَاهُ وَجَبِيْنَهُ، حَتىَّ يَحْكُمَ اللهُ بَيْنَ عِبَادِهِ فيِ يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ خَمْسِيْنَ أَلْفَ سَنَةٍ، ثُمَّ يُرَى سَبِيْلُهُ، إِمَّا إِلىَ اْلجَنَّةِ وَإِمَّا إِلىَ النَّارِ

“Setiap pemilik harta yang tidak menunaikan zakatnya pasti akan Allah panaskan harta itu di Neraka Jahannam, terus dijadikan lempengan untuk kemudian diseterikakan ke kening dan badannya, sampai Allah memutuskan hukum bagi para hambaNya pada suatu hari yang ukurannya lima puluh ribu tahun. Kemudian ia akan melihat jalannya, akan ke Neraka atau ke Surga.”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda:

مَنْ آتَاهُ اللهُ مَالاً فَلَمْ يُؤَدِّ زَكَاتَهُ مُثِّلَ لَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ شُجَاعاً أَقْرَعَ لَهُ زَبِيْبَتَانِ يُطَوِّقُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، ثُمَّ بِلِهُزَمَتَيْهِ – يَعْنِيْ شِدْقَيْهِ – ثُمَّ يَقُوْلُ أَنَا مَالُكَ أَنَا كَنْزُكَ ثُمَّ تَلاَ: (وَلاَ يَحْسَبَنَّ الَّذِيْنَ يَبْخُلُوْنَ …) الآية

“Barangsiapa yang memiliki harta lalu tidak menunaikan zakatnya, di hari Kiamat nanti harta itu akan diubah menjadi ular botak yang memiliki dua taring. Ular itu akan membelitnya dan mengganyang rahangnya. Lalu ular itu berkata, “Saya adalah hartamu, saya adalah simpananmu dulu..” Kemudian ia membaca firman Allah: “..dan janganlah orang-orang yang berbuat kikir itu menyangka..”

Ular yang dimaksud adalah ular jantan, dalam bahasa arabnya syujaa’ yang arti lainnya adalah “pemberani”. Botak di situ berarti rontok rambutnya akibat banyaknya bisa ular tersebut.

Di antara berkah zakat yang paling kental terlihat di tengah masyarakat adalah munculnya ketentraman, kestabilan keamanan sosial, karena segala rasa dengki akibat ketimpangan sosial dan ekonomi sudah bisa dihilangkan dari hati kaum papa. Rahmat dan sikap menolong juga mengalir deras ke dalam jiwa orang-orang kaya yang memiliki kelapangan harta. Sehingga masyarakat seluruhnya turut mendapatkan karunia dengan adanya sikap saling menyayangi, saling bahu-membahu sehingga muncul kemapanan sosial. Cukup sebagai gambaran jelasnya yang tampak pada Bani Asy’ar (Asy’ariyyin) yang diceritakan oleh Rasulullah dalam sabda beliau:

إِنَّ اْلأَشْعَرِيِّيْنَ إِذَا أُرْمِلُوْا فيِ الْغَزْوِ، أَوْ قَلَّ طَعَامُ عِيَالِهِمْ فيِ اْلمَدِيْنَةِ – جَمَعُوْا مَا كَانَ عِنْدَهُمْ فيِ ثَوْبٍ وَاحِدٍ، ثُمَّ اقْتَسَمُوْهُ بَيْنَهُمْ فيِ إِنَاءٍ وَاحِدٍ بِالسَّوِيَّةِ، فَهُمْ مِنيِّ وَأَنَا مِنْهُمْ

“Sesungguhnya orang-orang Bani Asy’ar itu bila terkena musibah kematian dalam peperangan sehingga istri-istri sebagian di antara mereka menjanda, atau keluarga sebagian mereka kekurangan makanan, mereka akan mengumpulkan makanan-makanan mereka dalam satu buntelan kain, baru mereka bagikan secara merata di antara mereka dalam satu nampan. Mereka bagian dari diriku dan aku adalah bagian dari mereka..”

[b[MENGHINDARI RIBA DAN SEGALA SARANA RIBA SEPERTI TRANSAKSI-TRANSAKSI KOTOR

Riba termasuk satu dari tujuh perbuatan yang membinasakan. Orang-orang yang memakan riba hanya akan berdiri sebagaimana orang-orang yang kesurupan setan. Al-Qur’an telah memaklumkan perang antara para pemakan riba dengan Allah dan RasulNya. Itu merupakan ancaman keras yang tidak ada duanya dibandingkan dengan maksiat lainnya. Karena siapa saja yang mencermati segala problematika di dunia yang klasik maupun modern, pasti akan mendapatkan kenyataan bahwa semua problematika ekonomi tersebut ujungnya akan kembali kepada bentuk kemungkaran berat ini. Seorang pengusaha muslim akan lebih menjaga diri agar tidak terjerumus dalam kubangan riba, dan mereka adalah orang yang paling jauh dari aktivitas yang berhubungan dengan riba melalui berbagai bentuk transaksi haram, meskipun secara zhahir tampak halal. Pada hakikatnya dalam Islam tidak dibolehkan untuk membuat trik transaksi yang bertujuan untuk menghalalkan yang telah diharamkan oleh Allah dan RasulNya. Hal tersebut nanti akan diulas secara rinci di tengah-tengah studi pembahasan ini, insya Allah.

Allah berfirman menyinggung haramnya riba, mengancam para pelakunya dengan siksa yang pedih di dunia dan di akhirat:

[I]”Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Rabbnya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni Neraka; mereka kekal di dalamnya. Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa.”[/I] (Al-Baqarah: 275-276).

Allah memaklumkan perang terhadap para pemakan riba. Dan Allah menganjurkan memberi kelonggaran kepada orang-orang yang terlilit hutang dan memberi sedekah kepada mereka. Allah berfirman, artinya :

[I]”Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba) maka ketahuilah bahwa Allah dan Rasulnya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya. Dan jika (orang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua hutang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui. Dan peliharalah dirimu dari (adzab yang terjadi pada) hari yang pada waktu itu kamu semua dikembalikan kepada Allah. Kemudian masing-masing diri diberi balasan yang sempurna terhadap apa yang telah dikerjakannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya.”[/I] (Al-Baqarah: 278-281).

Tergolongnya riba itu dalam hal-hal yang membinasakan disebutkan dalam hadits Abu Hurairah, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam diriwayatkan bahwa beliau bersabda:

اِجْتَنِبُوْا السَّبْعَ اْلمُوْبِقَاتِ، قَالُوْا: يَا رَسُوْلَ اللهِ وَمَا هُنَّ؟ قَالَ: الشِّرْكُ بِاللهِ، وَالسِّحْرُ، وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِي حَرَّمَ اللهُ إِلاَّ بِالْحَقِّ، وَأَكْلُ الرِّبَا، وَأَكْلُ مَالِ الْيَتِيْمِ، وَالتَّوَليِّ يَوْمَ الزَّحْفِ، وَقَذْفُ اْلمُحْصَنَاتِ الْغَافِلاَتِ اْلمُؤْمِنَاتِ

[I]”Hindarilah tujuh hal yang membinasakan.” Para sahabat bertanya, “Apakah tujuh hal yang membinasakan itu wahai Rasulullah!” Beliau menjawab: “Perbuatan syirik terhadap Allah, sihir, membunuh orang yang diharamkan untuk dibunuh kecuali dengan hak membunuhnya, memakan riba, memakan harta anak yatim, lari dari medan perang, dan menuduh wanita suci yang sudah menikah bahwa mereka berzina..”[/I]

Berkaitan dengan laknat terhadap setiap orang yang terlibat dalam aktivitas riba pada sisi manapun, baik sebagai pemakan riba, atau orang yang memberikannya, sebagai sekretaris pelaku riba, atau saksi sekalipun, semuanya disebutkan dalam hadits Jabir bin Abdillah, ia menceritakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam [I]melaknat pemakan riba, orang yang memberikannya, juru tulisnya, dan saksi dari kedua belah pihak. Rasulullah menegaskan bahwa semuanya sama saja.[/I]

Di antara siksa akhirat yang dipersiapkan oleh Allah bagi para pemakan riba itu disebutkan dalam hadits Samurah bin Jundub diriwayatkan bahwa ia menceritakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

[I]”Tadi malam aku melihat dua orang lelaki yang mendatangi. Mereka berdua mengeluarkan aku ke sebuah tanah suci. Mereka berangkat membawaku hingga sampai ke sebuah sungai darah. Di situ terdapat seorang lelaki yang sedang berdiri. Di tengah sungai juga terdapat lelaki pula yang di depannya ada sebuah batu. Orang pertama berusaha keluar dari sungai. Tapi begitu ia hendak keluar, lelaki kedua melempar mulutnya dengan batu hingga ia kembali ke dalam sungai tersebut. Demikianlah seterusnya setiap kali ia hendak keluar, mulutnya dilempar dengan batu hingga terpaksa kembali lagi. Aku bertanya: “Siapakah lelaki itu?” Lelaki yang mengajakku berkata: “Itulah orang yang suka memakan riba.”[/I]