Pertanyaan :

Memberi fatwa sudah memasyarakat, sampai-sampai orang awam pun berani memberi fatwa. Kami mohon penjelasan Syaikh tentang syarat-syarat fatwa dan pemberi fatwa (mufti).

Jawaban :

Para salaf (shabat, tabiin, tabiit tabiin) seringkali menolak memberi fatwa karena besarnya masalah ini dan beratnya tanggung-jawab serta rasa takut berbicara atas nama Allah tanpa ilmu. Karena seorang pemberi fatwa (mufti) menyampaikan kabar dari Allah dan menjelaskan syariat-syariatNya. Jika berbicara atas nama Allah tanpa ilmu, maka telah terjerumus ke dalam sesuatu yang mengarah kepada syirik. Simaklah firman Allah ta’ala, artinya : “Katakanlah: “Rabbku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak maupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa saja yang tidak kamu ketahui”. (QS. al-A’raf: 33)

Dalam ayat ini, Allah ta’ala telah menyebutkan tentang berbicara atas nama Allah yang dipadu dengan syirik. Dalam ayat lain disebutkan,artinya : “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungjawabannya”. (QS. al-Isra: 36)

Maka hendaknya seseorang tidak tergesa-gesa mengeluarkan fatwa, tapi dengan tenang, menghayati dan mengkaji. Jika waktunya sempit, hendaklah masalahnya dialihkan kepada orang lain yang lebih tahu agar anda selamat dari berbicara atas nama Allah tanpa ilmu.

Karena Allah telah mengetahui niat anda yang ikhlas dan keinginan untuk kemaslahatan maka anda akan sampai ke martabat yang anda inginkan dari fatwa anda. Barangsiapa bertaqwa kepada Allah, niscaya Allah akan menunjukinya dan mengangkat derajatnya.

Orang jahil (awam) yang memberi fatwa tanpa ilmu, berarti menyesatkan. Orang jahil yang mengatakan, “Saya tidak tahu” berarti tahu kadar dirinya serta bersikap jujur. Adapun orang jahil yang mensejajarkan dirinya dengan para ulama, bahkan lebih mengangungkan dirinya daripada mereka, maka ia akan sesat dan menyesatkan, bahkan akan salah dalam suatu masalah yang sebenarnya diketahui oleh penuntut ilmu yang pemula sekalipun, maka hal ini bahayanya sangat besar.

Sumber : Majmu’atud Durus wa Fatawa al-Haram al-Makki juz 3 hal 354-355. Fatwa Syaikh Utsaimin, diposting oleh Wandy Hazar S.Pd.I.