Kesimpulan Analisa

Jadi, maksud perkataan Nabi Shallallaahu a’laihi wa sallam:
“Tidaklah menyentuh al-Qur’an melainkan orang yang suci”, adalah tidak menyentuhnya karena tidak adanya kepentingan (keperluan), atau karena keterpaksaan bagi seorang non muslim.

Maka pengecualian (dalam masalah ini) membutuhkan pengecualian yang lain yang (dapat) menjelaskan dan membatasi, dan yang demikian hanya bisa diketahui dari dalil yang lain.

Sehingga dapat disimpulkan, Tidaklah menyentuh al-Qur’an melainkan orang yang suci yaitu seorang muslim, kecuali kalau diperlukan dan dalam kondisi tetentu maka diperbolehkan bagi seorang non muslim menyentuhnya.

Sehingga, tidak ada bedanya antara seorang muslim yang berhadats besar (junub) dengan selainnya. Dan antara seorang wanita yang sedang haid atau nifas dengan selainnya (wanita yang di luar kondisi demikian). Maka tidaklah terlarang atas keduanya menyentuh mushhaf dalam dua kondisi; karena keduanya suci tidak najis.

Dan adapun riwayat yang mengatakan:Artinya“Janganlah kalian menyentuh al-Qur’an, kecuali kalian suci.”, yang diriwayatkan oleh al-Hakim (3/385) dan Thabrani (3135) dan ad-Daruquthni (1/122), maka an-Nawawi, Ibnu Katsir, dan Ibnu Hazm menganggapnya lemah sebagaimna yang tercantum di dalam Nailul Authar (1/259) dan at-Talkhiish al-Habiir (1/131) meskipun cecara dhahir dua lafadz tersebut berbeda (konteksnya).

Adapun Jumhur Ulama’ memandang haramnya menyentuh mushhaf bagi selain yang berwudhu, dan selain yang sedang junub karena mereka beranggapan bahwa junub lebih terlarang. Dan sebagaimna laki-laki, dalam kondisi demikian wanita juga terlarang (menyentuhnya) dalam kondisi haid dan nifas. ( al-Mughni, 1/142, al-Majmu’, 2/71, Badaai’ ash-Shanaai’, 1/33, Nailul Authar, 1/205, dan Nasbur Riwayah, 1/196).

Akan tetapi dalil yang sharih (jelas), shahih dan menunjukkan kebenaran dalam masalah ini adalah yang sesuai dengan orang yang mengatakan diperbolehkannya menyentuh mushhaf atas dasar perkataan Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam kepada ‘Aisyah ketika menyenyuhnya dalam haji:Artinya, ” Lakukanlah segala sesuatu yang dilakukan orang (yang sedang) haji selain engkau sedang melakukan thawaf dan shalat.”

Maka Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam memperbolehkan baginya segala bentuk ibadah, selain shalat dan thawaf di baitul haram; karena thawaf adalah shalat, hanya saja yang membedakan diperbolehkan bagi orang sedang thawaf untuk berbicara

Al-Imam al-Bukhari di dalam Shahihnya (1/407) telah menyantumkan bab: “ Seorang yang haid melaksanakan seluruh amalan haji kecuali thawaf di baitul haram.”

Dan al-Hafidz Ibnu Hajar al-Asyqalaniy di dalam Fathul Baari (1/407) telah menukil dari Ibnu Rusyaid –mengikuti Ibnu Bathal- yang mengatakan: “ Bahwa yang dia inginkan adalah pengambilan dalil terhadap diperbolehkannya membacah bagi seorang yang haid dan junub dengan hadits ‘Aisyah.”, dan al-Hafidz menghasankan.