Tijaniyah

Tijaniyah adalah tarekat sufi dengan akidah dan pemikiran sufi pada umumnya yang didirikan oleh Abu al-Abbas Ahmad bin Muhammad bin Mukhtar at-Tijani, yang agak membedakan tarekat ini adalah keyakinan bahwa seseorang bisa bertemu Nabi saw secara hakiki di dunia ini dan bahwa beliau memberi mereka shalawat spesial yaitu shalawat al-Fatih yang memiliki kedudukan tinggi di mata mereka.

Abu al-Abbas at-Tijani berasal dari Aljazair dan hidup dalam rentang waktu antara 1150 – 1230 H/1737 – 1815 M. Dia mendirikan tarekat ini pada tahun 1196 H di sebuah desa bernama Abu Samghun, markas pertama terekat ini adalah kota Fas, dari kota ini terekat menyebar ke seantero Afrika. Abul Abbas at-Tijani meninggalkan sebuah kitab yang dikumpulkan oleh muridnya Ali Khawarizmi dengan nama Jawahir al-Ma’ani wa Bulugh al-Amani fi Faidh Sayyidi Abi al-Abbas at-Tijani.

Pemikiran Tarekat Tijaniyah

1- Secara umum pemikiran terekat ini tidak jauh berbeda dengan pemikiran sufi pada umumnya, mereka beriman kepada Allah tetapi dicampur dengan syirik-syirik, beribadah tetapi diaduk dengan bid’ah-bid’ah.

2- Ghaib terbagi menjadi dua: mutlak yang merupakan hak khusus Allah dan muqayyad yang bisa diketahui oleh manusia khususnya mereka, dan untuk ghaib yang kedua mereka memperluas perkara sedemikian rupa sehingga mereka meyakini bahwa syaikh-syaikh mereka mengetahui yang ghaib, mengetahui apa yang ada dalam hati seseorang, mengetahui apa yang akan terjadi esok hari dan mengetahui apa yang tersembunyi dan seterusnya.

3- Abul Abbas at-Tijani mengklaim dirinya bertemu dengan Nabi saw secara langsung dalam keadaan sadar bukan mimpi, dia berbicara dengan beliau dan beliau mengajarkannya shalawat al-Fatih.

Bunyi shalawat ini,

اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الفَاتِحِ لِمَا أُغْلِقَ، وَالخَاتَمِ لِمَا سَبَقَ، نَاصِرِ الحَقِّ بِالحَقِّ، الهَادِي إِلىَ صِرَاطِكَ المُسْتَقِيْمِ، وَعَلىَ آلِهِ حَقَّ قَدْرِهِ وَمِقْدَارِهِ العَظِيْمِ

“Ya Allah bershalawatlah kepada sayyidina Muhammad al-Fatih (pembuka) bagi apa yang tertutup, penutup bagi apa yang telah berlalu, penolong kebenaran dengan kebenaran, pembimbing ke jalanMu yang lurus, kepada keluarganya sesuai dengan kedudukan dan jumlahnya yang agung.”

Keyakinan mereka terhadap shalawat ini:

Rasulullah saw mengabarkan kepada at-Tijani bahwa membacanya satu kali menyamai khatam al-Qur`an sebanyak enam kali.

Setelah itu Rasulullah saw mengabarkan kepada at-Tijani untuk kedua kalinya bahwa membaca shalawat ini satu kali menyamai seluruh dzikir, semua doa baik yang besar maupun yang kecil dan menyamai khatam al-Qur`an sebanyak enam ribu kali karena al-Qur`an termasuk dzikir.

Keutamaan ini tidak diraih kecuali jika pembacanya mendapatkan izin, ini berarti dia harus meraih izin dari syaikhnya lalu syaikhnya terus sampai kepada at-Tijani yang bertemu Rasulullah saw seperti klaimnya.

Siapa yang membaca shalawat ini sepuluh kali maka dia lebih banyak pahalanya daripada orang yang mengetahui tetapi tidak membacanya walaupun dia hidup sejuta tahun.

Siapa yang membaca shalawat ini dosa-dosanya diampuni, dia meraih enam ribu kali lipat pahala tasbih dan dzikir yang terjadi di dunia ini.

Bahwa Nabi saw memerintahkan at-Tijani agar meninggalkan asma’ al-husna dan mengantikannya dalam beribadah kepada Allah dengan shalawat ini, bahwa ini adalah perintah khusus beliau kepadanya, tidak seorang pun yang mendapatkannya dari Nabi saw selainnya.

Karena berpegang shalawat al-Fatih dengan segala keutamaannya di atas maka mereka adalah orang-orang yang malas beribadah, untuk apa bersusah payah sementara kebaikan besar bisa diraih hanya dengan membaca shalawat al-Fatih, untuk apa takut dosa kalau ia bisa dilebur dan diampuni hanya dengan shalawat al-Fatih.

Dari al-Mausu’ah al-Muyassarah, isyraf Dr. Mani’ al-Juhani.