Seorang mantan prajurit marinir AL Amerika menembaki beberapa orang pengunjung sebuah café malam di kawasan Boston. Diduga penyebabnya adalah tekanan mental yang dialami sang prajurit sepulangnya dari Iraq.

Berdasarkan laporan kantor berita Reuters, Senin seperti yang dirilisnya dari surat kabar ‘Boston Globe’, diperkirakan prajurit yang kini menjadi terdakwa itu, Daniel B Contenwar hari senin harus datang ke pengadilan guna menghadapi tuntutan mengancam dengan senjata yang mematikan dan menggunakannya secara ilegal.

Surat kabar tersebut menyebutkan, Contenwar mengatakan, dirinya telah menyampaikan kepada pihak kepolisian perihal adanya konsentrasi massa yang terdiri dari 30 orang di luar café tersebut dan rumah makan di samping kontrakannya.

Ia menambahkan, setelah melihat ada salah seorang melempar kaca sebuah pintu bagian bawah gedung café tersebut, ia mengeluarkan tembakan peringatan yang ternyata mengenai seorang gadis dan pemuda, masing-masing berusia 15 dan 20 tahun.

Dalam pada itu, penasehat hukum terdakwa, Robert Kelly mengatakan, kliennya mengeluarkan tembakan di tempat yang ia anggap aman. Akan tetapi nampaknya ada sebagian akibat sampingan yang tidak dikehendaki Contenwar terjadi.

Kelly melanjutkan, Contenwar dulu pernah menjadi kepala satuan marinir dan meraih piagam penghargaan Marinir 2005. Saat ini ia mengalami tekanan mental sejak pulang dari Iraq tahun 2004. Mengenai perisitiwa penembakan tersebut, pihak kepolisian belum memberikan tanggapan.

Seperti diketahui, surat kabar ‘New York Times’ yang terbit di Amerika, pada edisi Desember 2004 telah mempubllikasikan laporan yang menegaskan bahwa lamanya masa perang di Iraq dan begitu gencarnya serangan yang dilakukan kelompok perlawanan yang harus dihadapi para prajurit Amerika di sana telah melipatgandakan kondisi traumatik dan tekanan mental di kalangan mereka. Hal ini membuat para dokter khawatir atas kondisi para prajurit tersebut bila peperangan itu terus berlanjut hingga waktu yang lama.

Sebuah penelitian yang dibuat tentara Amerika menunjukkan, satu dari enam prajurit di Iraq mengalami trauma dan guncangan jiwa serta stress. Para ahli memperkirakan, persentase tersebut akan meningkat hingga menjadi sepertiga tentara sepertihalnya yang pernah terjadi pada perang Vietnam. Mereka juga memperkirakan, lebih dari 100 ribu prajurit yang ikut perang di Iraq dan Afghanistan setidaknya akan membutuhkan terapi mental.

Salah seorang tim dokter penyakit jiwa menyebutkan, peperangan yang terjadi di Iraq, khususnya pertempuran di beberapa kota menyebabkan prajurit-prajurit Amerika menderita tegang saraf yang dapat meninggalkan pengaruh mental permanen bagi mereka. Hal ini disebabkan peristiwa yang dialami itu terjadi di tempat yang menyeramkan, banyak tempat persembunyian dan sangat mustahil bisa membedakan mana kawan dan lawan yang berasal dari warga Iraq. Belum lagi para prajurit itu tidak mengetahui benar bahwa setiap jalan besar terkadang telah terpasang bom molotov.

Sejak ‘agresi’ ke Baghdad 9 April 2003 lalu, beberapa berita menyebutkan kaburnya ratusan anggota pasukan marinir Amerika dari Iraq akibat gencarnya serangan yang dilakukan kelompok perlawanan -yang menurut data statistik yang dikeluarkan Pentagon- sudah menyebabkannya jatuhnya ribuan korban antara yang tewas dan luka-luka. Hal ini berbeda dengan kondisi yang dialami ratusan pasukan lainnya yang tewas karena serangan insidental. (istod/AH)