Ketahuilah bahwa waktu dzikir di siang hari yang paling mulia adalah setelah shalat Shubuh.

Kami meriwayatkan dari Anas Radhiallahu ‘anhu dalam kitab at-Tirmidzi dan lain-lain; dia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alahi wasallam bersabda,

مَنْ صَلَّى الْفَجْرَ فِي جَمَاعَةٍ، ثُمَّ قَعَدَ يَذْكُرُ اللهَ سبخانه وتعالى حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ، ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ، كَانَتْ (لَهُ) كَأَجْرِحَجَّةٍ وَعُمْرَةٍ، تَامَّةٍ، تَامَّةٍ، تَامَّةٍ.

‘Barangsiapa shalat Shubuh berjamaah kemudian duduk berdzikir kepada Allah Subhanahu Wata’ala sampai matahari terbit, kemudian dia shalat dua rakaat, maka dia mendapatkan pahala seperti pahala Haji dan Umrah, sempurna, sempurna, dan sempurna’.” (Shahih: Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi, Kitab ash-Shalah, Bab al-Julus Fi al-Masjid, 2/481, no. 586; al-Baghawi, no. 710; al-Ashbahani, no. 1930: dari jalan Abdul Aziz bin Muslim, Abu Zhilal menyampaikan kepada kami dari Anas dengan hadits tersebut.

At-Tirmidzi berkata, “Hasan gharib ,” dan disetujui oleh al-Baghawi. Aku berkata, “Ia gharib karena adanya Zhilal, dia rawi dhaif.” Ia hasan karena syawahidnya di antaranya apa yang diriwayatkan oleh ath-Thabrani 8/148/7649,7663 dan 7741: dari dua jalan di mana salah satunya menguatkan yang lain dari Abu Umamah dengan hadits tersebut. Di antaranya adalah apa yang diriwayatkan oleh ath-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Ausath, no. 5598: dari hadits Ibnu Umar dengan sanad yang padanya terdapat kelemahan, kemudian makna hadits ini mempunyai syawahid lain yang banyak. Minimal hadits ini hasan dengan syawahidnya bahkan ia shahih, ia dinyatakan kuat oleh at-Tirmidzi, al-Baghawi, al-Mundziri, an-Nawawi, al-Haitsami, al-Asqalani, Ahmad Syakir dan al-Albani). At-Tirmidzi berkata, “Hadits hasan.”

Kami meriwayatkan dalam kitab at-Tirmidzi dan lainnya, dari Abu Dzar radiallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alahi wasallam bersabda,

مَنْ قَالَ فِي دُبُرِ صَلاَةِ الصُّبْحِ، وَهُوَ ثَانٍ رِجْلَيْهِ، قَبْلَ أَنْ يَتَكَلَّمَ: لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ، وَلَهُ الْحَمْدُ، يُحْيِي وَيُمِيْتُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ، عَشْرَ مَرَّاتٍ، كُتِبَ لَهُ عَشْرُ حَسَنَاتٍ، وَمُحِيَ عَنْهُ عَشْرُسَيِّئَاتٍ، وَرُفِعَ لَهُ عَشْرُ دَرَجَاتٍ، وَكَانَ يَوْمَهُ ذلِكَ فِي حِرْزٍ مِنْ كُلِّ مَكْرُوْهٍ، وَحُرِسَ مِنَ الشَّيْطَانِ، وَلَمْ يَنْبَغِ لِذَنْبٍ أَنْ يُدْرِكَهُ فِي ذلِكَ الْيَوْمِ، إِلاَّ الشِّرْكَ بِاللهِ سبخانه وتعالى .

“Barangsiapa mengucapkan setelah shalat Shubuh, sementara dia masih melipat kedua kakinya sebelum berbicara, ‘Tiada tuhan (yang berhak disembah) kecuali Allah yang Maha Esa, tiada sekutu bagiNya, bagiNya kerajaan, bagiNya pujian. Dialah yang menghidupkan dan mematikan. Dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu,’ sepuluh kali, maka ditulis untuknya sepuluh kebaikan, dihapus darinya sepuluh keburukan, diangkat untuknya sepuluh derajat, dan pada harinya itu dia berada dalam lindungan dari setiap yang tidak diinginkan, dia dijaga dari setan dan tidak layak bagi dosa untuk mendapatkannya pada hari itu, kecuali dosa syirik kepada Allah.” Hasan: Kecuali ucapannya, ‘Sementara dia melipat kedua kakinya’: Diriwayatkan oleh Abdur Razzaq dalam al-Mushannaf, no. 3192; Ahmad 4/227, 6/298; At-Tirmidzi, Kitab ad-Da’awat, Bab, 5/515, no. 3474; an-Nasa`i di dalam al-Yaum Wa al-Lailah, no. 126 dan 127; ath-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Kabir 20/65, no. 119 dan ad-Du’a`no. 705 dan 706; Ibn as-Sunni dalam al-Yaum wa al-Lailah, no. 140; al-Ashbahani dalam at-Targhib, no. 1342.

Inti persoalan hadits ini terletak pada Syahr bin Hausyab, rawi dhaif apabila dia meriwayatkan secara sendiri. Mereka berselisih panjang lebar tentangnya pada sanad dan matannya. Adapun sanad, maka mereka berselisih pertama kali apakah ia mursal atau maushul, kemudian mereka berselisih tentang rawi sahabat menjadi empat pendapat, kemudian mereka berselisih tentang semua rawi padanya di bawah Syahr bin Hausyab dan perselisihannya panjang apabila dirinci. Adapun matan, maka mereka berselisih dengan penambahan dan pengurangan serta perincian pahala menjadi banyak pendapat. Secara umum hadits ini dhaif, pertama karena dhaifnya Syahr bin Hausyab, kegoncangannya dan perselisihan mereka padanya, sampai pada tarap mengetahui mana yang benar, hampir-hampir tidak mungkin.

Akan tetapi pokok doa ini diriwayatkan dalam ash-Shahihain dari hadits Abu Hurairah tanpa terikat dengan shalat, hadits ini memiliki syahid yang kuat dari Abu Ayyub di Ahmad 5/420 pada shalat Shubuh dan Maghrib, dengan keduanya hadits ini menjadi hasan kecuali ucapannya, “Sementara dia melipat kedua kakinya.” Syawahid itu tidak menolongnya. Kepada kesimpulan ini al-Asqalani cenderung, hadits ini dikuatkan secara keseluruhan oleh at-Tirmidzi, al-Mundziri, an-Nawawi dan al-Albani). At-Tirmidzi berkata, “Hadits hasan.” Di sebagian naskah, “Shahih.” (Al-Asqalani dalam Amal al-Adzkar 3/68 – Futuhat, berkata, “Ia adalah riwayat Abu Ya’la as-Sinji dari al-Mahbubi, dan ia adalah salah”). Bersambung…..!!!

Sumber : Ensiklopedia Dziikir Dan Do’a, Imam Nawawi, Pustaka Sahifa Jakarta. Disadur oleh Wandy Hazar S.Pd.I.