Kami meriwayatkan dalam Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim, dari Jabir radiyallahu ‘anhu, dia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepadaku,

تَزَوَّجْتَ بِكْرًا أَمْ ثَيِّبًا؟ فَقُلْتُ: تَزَوَّجْتُ ثَيِّبًا. قَالَ: هَلاَّ تَزَوَّجْتَ بِكْرًا تُلاَعِبُهَا وَتُلاَعِبُكَ.

‘Apakah kamu menikahi gadis atau janda?’ Saya menjawab,’Saya menikahi seorang janda’. Beliau bertanya, ‘Mengapa engkau tidak menikahi seorang gadis sehingga kamu bisa mencumbuinya dan dia bisa mencumbuimu?’

Diriwayatkan oleh al-Bukhari, Kitab an-Nikah, Bab Tajwiz ats-Tsayyibat, 19/121, no. 5079 dan 5080, dan Muslim, Kitab ar-Radha’, Bab Istihbab Nikah Dzat ad-Din, 2/1086, no. 1466.

Kami meriwayatkan dalam Kitab at-Tirmidzi dan Sunan an-Nasa`i, dari Aisyah radiyallahu ‘anha, dia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِيْنَ إِيْمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا وَأَلْطَفُهُمْ لأَهْلِهِ.

‘Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya dan paling lembut terhadap keluarganya’.

Shahih kecuali ucapan “Wa Althafuhum li Ahlihi“, maka ia dhaif: Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah no. 25310 dan 30361; Ahmad 6/47 dan 99; at-Tirmidzi, Kitab al-Iman, Bab Istikmal al-Iman wa Ziyadatuh, 5/9, no. 2612; an-Nasa`i dalam al-Kubra no. 16195-Tuhfah; Ibn as-Sunni no. 610; al-Hakim 1/53; al-Baihaqi dalam asy-Syu’ab no. 7983: dari berbagai jalur, dari Khalid al-Hadzdza’ dari Abu Qilabah dari Aisyah dengan hadits tersebut.

At-Tirmidzi berkata, “Hadits ini shahih, tetapi kami tidak mengetahui Abu Qilabah mendengar dari Aisyah”. Dan al-Hakim berkata, “Perawi-perawi hadits ini sampai yang terakhir adalah tsiqah berdasarkan syarat asy Syaikhain namun keduanya tidak mengeluarkannya dengan lafazh ini.” Adz-Dzahabi mengomentarinya seraya berkata, “Di dalamnya ada inqitha‘”. Al-Baihaqi berkata, “Hadits mursal“. Saya berkata, “Oleh karena itu, al-Hakim mencukupkan pada pen tsiqahan para perawinya, namun tidak menshahihkannya sebagaimana kamu lihat”. Maka sanadnya dhaif. Memang benar, potongan pertama darinya mempunyai jalur sanad lain yang dhaif menurut al-Bukhari dalam at-Tarikh 1/272, dan syawahid yang kuat dari hadits Abu Hurairah, Jabir bin Abdillah, dan al-Hasan al-Bashri secara mursal serta selain mereka. Maka dia pada finalnya adalah shahih berdasarkan syawahidnya. Adapun potongan akhirnya maka tetap dhaif karena syawahid yang ada tidak memadai. Inilah pendapat yang lebih dicenderungi oleh al-Albani dalam ash-Shahihah no. 268. Kemudian saya melihatnya telah menuliskan hadits secara panjang lebar dalam Dhaif at-Tirmidzi. Dan pendapat pertama lebih utama.

Sumber : Ensiklopedia Dzikir Dan Do’a, Imam Nawawi, Pustaka Sahifa Jakarta. Disadur oleh Yusuf Al-Lomboky