Tidak Membenci

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Tidak boleh seorang mu’min (suami) membenci seorang mu’minah (isterinya), bila dia tidak menyenangi satu dari perilakunya, dia tentu menyukai (perilakunya) yang lain.” (HR. Muslim)

Dalam hadits ini ada dua pelajaran penting:

Pertama: hadits ini memberikan pengarahan bagai-mana seharusnya memperlakukan isteri, kerabat, teman, pekerja, dan semua orang yang mempunyai hubungan dengan kita. Kita harus mempersiapkan mental kita, karena pasti akan ada aib, kekurangan dan hal lain yang tidak kita senangi. Bila kita mendapatkannya maka hendaklah kita membandingkan antara tingkahnya dengan apa yang seharusnya kita lakukan terhadap dia. Seperti menjaga kekuatan hubungan dan kelanggengan kasih sayang yang terjalin sebelumnya. Juga mengingat kebaikan-kebaikannya. Dengan menutup mata kekurangan-kekurangannya dan memperhatikan kebaikan-kebaikannya, maka persahabatan dan hubungan akan tetap terjalin serta perasaan pun menjadi tenang.

Kedua: hendaklah kita berusaha menghilangkan kesedihan dan kegelisahan, menjaga hubungan baik, selalu memberikan hak-hak yang harus dipenuhi, sehingga tercipta ketenangan di antara kedua belah pihak. Barangsiapa yang tidak mengikuti petunjuk yang disebutkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ini, bahkan menentangnya, melihat orang hanya kepada kejelekan-kejelekannya, menutup mata dari kebaikan-kebaikannya, dia pasti akan gundah, kasih sayang yang terjalin antara keduanya men-jadi keruh serta banyak hak terputus yang semestinya harus dijaga.

Banyak orang mempunyai idealisme tinggi, mental mereka siap untuk sabar dan tenang menghadapi berbagai cobaan dan musibah besar. Akan tetapi mereka menjadi gelisah dan keruh perasaannya ketika menghadapi masalah-masalah kecil. Penyebabnya, karena mereka hanya mempersiapkan mental untuk menghadapi masalah-masalah besar dan tidak untuk menghadapi masalah kecil. Ternyata hal itu membahayakan dan mempengaruhi ketenangan mereka. Orang yang benar-benar kuat adalah orang yang mempersiapkan dirinya menghadapi masalah-masalah kecil dan besar sekaligus, serta memohon per-tolongan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dia juga mengharap agar urusannya tidak diberikan kepada dirinya sendiri walaupun hanya sekejap mata. Saat itulah masalah kecil dan besar mudah dihadapi, sementara jiwanya tenteram dan hatinya tenang.