(1299) Hadits Keenam; dari Abu Hurairah radiyallahu ‘anhu , dia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مِنْ حُسْنِ إِسْلاَمِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لاَ يَعْنِيْهِ.

‘Di antara kebaikan keislaman seseorang adalah dia meninggalkan perkara yang tidak penting baginya’.”

Shahih: Dan telah datang dari beberapa sahabat radiyallahu ‘anhum.
Ibnu Majah, Kitab al-Fitan, Bab kaff al-Lisan fi al-Fitnah, 2/1315, no. 3976; at-Tirmidzi, Kitab az-Zuhd, Bab, 4/558, no. 2317; al-Uqaili 2/9; Ibnu Adi 6/2077; Ibnu Abd al-Bar 9/198: dari dua jalur, dari al-Auza’i (dari Qurrah), dari az-Zuhri, dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah dengan hadits tersebut.

Al-Bukhari berkata, “Tidak shahih”. Saya berkata, “Qurrah bin Abdurrahman seorang yang jujur yang memiliki hadits-hadits munkar. Maka haditsnya pantas, minimal dalam syawahid. Dan dia memiliki jalur lain pada Ibnu Abi ad-Dunya dalam ash-Shamt, no. 108 dan 745. Ath-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Ausath, no. 2902. Akan tetapi sanadnya lemah sekali, di dalamnya terdapat Abdurrahman bin Abdullah bin Umar. Dia seorang yang matruk (ditinggalkan) maka kita tidak membutuhkannya.

Hadits tersebut juga diriwayatkan oleh Malik 2/903; al-Bukhari dalam at-Tarikh 4/220; at-Tirmidzi dalam referensi terdahulu; Ibnu Abi ad-Dunya dalam ash-Sahmt, no. 107; al-Uqaili 2/9; al-Baihaqi dalam asy-Syu’ab, no. 10806: dari jalur az-Zuhri dari Ali bin Husain secara mursal, dan sanadnya shahih. At-Tirmidzi berkata, “Demikianlah, tidak hanya seorang dari kalangan murid az-Zuhri yang meriwayatkannya dari Ali bin Husain, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam semisal hadits Malik secara mursal. Dan menurut kami, ia lebih shahih daripada hadits Abu Salamah dari Abu Hurairah. Ali bin Husain tidak menjumpai Ali bin Abi Thalib”.

Saya berkata, “Abu Nu’aim meriwayatkannya dalam al-Hilyah 8/249 dari jalur lain secara mursal dan lemah. Ahmad menyatakannya bersambung 1/201. Al-Uqaili 2/9, ath-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Kabir 3/128, no. 2886 dan al-Mu’jam al-Ausath, no. 8397 dan al-Mu’jam ash-Shaghir, no. 1082, al-Baihaqi dalam asy-Syu’ab, no. 10805; Ibnu Abdul Bar dalam at-Tamhid 9/195: dari beberapa jalur, dari Ali bin Husain, dari ayahnya, dia berkata…lalu dia menyebutkan haditsnya. Ibnu Abdul Bar menyatakan lebih utama hadits mursal tersebut. Al-Haitsami berkata dalam al-Majma’ 8/21, “Perawi Ahmad dan ‘al-Mu’jam al-Kabir’ adalah tsiqah.” Saya berkata, “Dalam sanad keduanya dan sanad al-Uqaili terdapat Abdullah bin Umar al-Umari, dia seorang yang dhaif. Dan dalam sanad al-Mu’jam al-Ausath dan al-Mu’jam ash-Shaghir terdapat Qaza’ah bin Suwaid. Dia seorang yang dhaif juga. Dan dia meriwayatkan secara maushul juga oleh Ahmad 1/201, al-Bukhari dalam at-Tarikh 4/220: dari jalur Hajjaj bin Dinar dari Syu’aib bin Khalid, dari Husain radiyallahu ‘anhu, dia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda…” lalu dia menyebutkan hadits semisalnya. Sanadnya la ba`sa bihi dalam al-Mutaba’at. Maka kumpulan riwayat ini menyatakan bahwa hadits ini memiliki dasar yang baik dari al-Husain radiyallahu ‘anhu, secara marfu’. Benar, pernyataan hadits mursal adalah lebih shahih dan lebih masyhur, akan tetapi ia tidak bertentangan dengan marfu’ bahkan menambahkannya kekuatan. Insya Allah.

Dan dalam masalah tersebut terdapat riwayat dari Zaid bin Tsabit dan Abu Bakar serta al-Harits bin Hisyam, namun semua sanad adalah dhaif atau lebih rendah dari itu, akan tetapi hadits tersebut shahih insya Allah dengan jalur-jalurnya yang terdahulu dan berbagai syahidnya. Sejumlah besar ahlu ilmu menyatakannya shahih, dan menganggapnya termasuk dalam hadits-hadits yang menjadi poros agama Islam, seperti Ibnu Abdul Bar, Ibnu ash-Shalah, al-Mundziri, an-Nawawi, adz-Dzahabi, Ibnu Rajab, al-Iraqi, dan al-Albani.

Kami meriwayatkannya dalam kitab at-Tirmidzi dan Ibnu Majah, dan derajatnya hasan.

(1300) Hadits Ketujuh, dari Anas radiyallahu ‘anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda,

لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لأَخِيْهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ.

“Tidaklah beriman seseorang di antara kalian sehingga dia mencintai (kebaikan) untuk saudaranya (seMuslim), sebagaimana juga dia mencintai (kebaikan tersebut) untuk dirinya.” Diriwayatkan oleh al-Bukhari, Kitab al-Iman, Bab Min al-Iman An Yuhibba Liakhihi Ma Yuhibbu Linafsihi, 1/26, no. 13; dan Muslim, Kitab al-Iman, Bab Min Khishal al-Iman An Yuhibba Liakhihi, 1/67, no. 45.

Kami meriwayatkannya dalam Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim.

(1301) Hadits Kedelapan, dari Abu Hurairah radiyallahu ‘anhu, dia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إِنَّ اللهَ تعالى طَيِّبٌ، لاَ يَقْبَلُ إِلاَّ طَيِّبًا. وَإِنَّ اللهَ تعالى أَمَرَ الْمُؤْمِنِيْنَ بِمَا أَمَرَ بِهِ الْمُرْسَلِيْنَ. فَقَالَ : يَآأَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا إِنِّي بِمَاتَعْمَلُونَ عَلِيمٌ (المؤمنون:51) وَقَالَ تعالى : يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا كُلُوا مِن طَيِّبَاتِ مَارَزَقْنَاكُمْ (البقرة: 172) ثُمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ، يُطِيْلُ السَّفَرَ، أَشْعَثَ ، أَغْبَرَ، يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ: يَا رَبِّ، يَا رَبِّ، وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ، وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ، وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ، وَغُذِيَ بِالْحَرَامِ، فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لِذلِكَ؟

“Sesungguhnya Allah ta’ala itu baik. Dia tidak menerima kecuali yang baik. Dan sesungguhnya Allah memerintahkan orang-orang Mukmin (untuk makan suatu makanan yang halal dan baik) sebagaimana Dia perintahkan kepada para rasul, seraya Allah ta’ala berfirman, ‘Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal yang shalih. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui segala sesuatu yang kamu kerjakan.’ (Al-Mukminun: 51). Dan Dia ta’ala berfirman, ‘Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rizki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu.’ (Al-Baqarah: 172). Kemudian beliau menyebutkan seorang laki-laki yang bepergian jauh, rambutnya acak-acakan, berdebu, yang menengadahkan tangannya ke langit seraya berkata, ‘Wahai Rabbku, wahai Rabbku’, sedangkan makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dan dia diberi makan dengan rizki yang haram, maka bagaimana (mungkin) doanya dikabulkan?”

Kami meriwayatkannya dalam Shahih Muslim. Kitab az-Zakah, Bab Qabul ash-Shadaqah Min al-Kasbi ath-Thayyib, 2/703, no. 1015.

(1302) Hadits Kesembilan;
لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ.

“Tidak boleh memudharatkan orang lain dan tidak boleh membalas mudharat orang lain.

Shahih: Ia telah diriwayatkan secara mursal dengan sanad yang shahih, dan ia diriwayatkan secara maushul dari beberapa jalur yang mana tak ada sesuatu pun darinya (baca, semuanya) tidak terlepas dari kedhaifan dari sejumlah sahabat. An-Nawawi berkata dalam al-Arba’in, “Hadits tersebut memiliki berbagai jalur yang saling menguatkan.” Ibnu Rajab memerincikan jalurnya dalam Jami’ al-Ulum wa al-Hikam, hal. 32 kemudian berkata, “Syaikh telah menyebutkan bahwa sebagian jalurnya menguatkan sebagian yang lain dan memang sebagaimana yang dikatakannya”. Kemudian dia menukilkan dari ahlu ilmi seperti imam Ahmad, Abu Dawud, Ibnu ash-Shalah yang menguatkan hadits tersebut. Penjelasan rinci dalam pentakhrijan hadits ini sangat memanjang. Oleh karena itu, saya menunjukkan referensi kepada para pembaca yang budiman kepada Jami’ al-Ulum wa al-Hikam, hal. 32 cetakan Ibnu Khuzaimah. Saya telah memperkuat Ibnu Rajab dalam mentakhrijnya, maka saya memperpanjangnya. Dan lihat juga Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah, no. 250.

Kami meriwayatkannya dalam al-Muwaththa’ secara mursal dan dalam Sunan ad-Daruquthni serta yang lainnya dari berbagai jalur secara Muttashil, dan hadits ini hasan.

(1303) Hadits Kesepuluh, dari Tamim ad-Dari radiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

الدِّيْنُ النَّصِيْحَةُ. قُلْنَا: لِمَنْ؟ قَالَ: لله وَلِكِتَابِهِ وَلِرَسُوْلِهِ وَلأَئِمَّةِ الْمُسْلِمِيْنَ وَعَامَّتِهِمْ.

“Agama itu Nasihat. Kami bertanya, ‘Untuk siapa?’ Beliau menjawab, ‘Untuk Allah, untuk kitabNya, untuk RasulNya, untuk pemimpin kaum Muslimin dan kaum Muslimin seluruhnya‘.” Telah dikemukakan secara panjang lebar beserta takhrijnya pada no. 1027.

Kami meriwayatkannya dalam Shahih Muslim.

(1304) Hadits Kesebelas, dari Abu Hurairah radiyallahu ‘anhu, bahwasanya dia mendengar Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَا نَهَيْتُكُمْ عَنْهُ فَاجْتَنِبُوْهُ، وَمَا أَمَرْتُكُمْ بِهِ فَافْعَلُوْا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ، فَإِنَّمَا أَهْلَكَ الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ كَثْرَةُ مَسَائِلِهِمْ وَاخْتِلاَفُهُمْ عَلَى أَنْبِيَائِهِمْ.

“Sesuatu yang aku larang bagi kalian maka jauhilah, dan apa yang aku perintahkan bagi kalian maka kerjakanlah semampu kalian, karena sesungguhnya yang membinasakan orang-orang sebelum kamu adalah banyaknya pertanyaan mereka, dan perselisihan mereka terhadap nabi-nabi mereka.” Diriwayatkan oleh al-Bukhari, Kitab al-I’tisham, Bab al-Iqtida’ Bisunanihi Shallallahu ‘alaihi wasallam, 13/251, no. 7288; dan Muslim, Kitab al-Hajj, Bab Fardhu al-Hajj Marratan fi al-‘Umr, 2/975, no. 1337.

Kami meriwayatkannya dalam Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim.

(1305) Hadits Kedua belas, dari Sahal bin Sa’ad radiyallahu ‘anhu, dia berkata, “Seorang laki-laki datang kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam seraya berkata,

يَا رَسُوْلَ اللهِ، دُلَّنِيْ عَلَى عَمَلٍ إِذَا عَمِلْتُهُ أَحَبَّنِيَ اللهُ وَأَحَبَّنِيَ النَّاسُ. فَقَالَ: اِزْهَدْ فِي الدُّنْيَا، يُحِبَّكَ اللهُ، وَازْهَدْ فِيْمَا عِنْدَ النَّاسِ، يُحِبَّكَ النَّاسُ.

‘Wahai Rasulullah, tunjukkanlah aku kepada suatu amal yang apabila aku mengamalkannya maka Allah dan manusia akan menyayangiku. Maka beliau bersabda, ‘Zuhudlah kamu dalam masalah dunia niscaya Allah akan menyayangimu, dan zuhudlah terhadap apa yang dimiliki manusia, niscaya manusia akan menyukaimu’.

Dhaif: Diriwayatkan oleh Ibnu Majah, Kitab az-Zuhd, Bab az-Zuhd fi ad-Dunya, 2/1373, no. 4102; al-Uqaili 2/10; ath-Thabrani 8/193, no. 5972; Ibnu Adi 3/902; al-Hakim 4/313; Abu Nu’aim dalam al-Hilyah 3/252; al-Qudha`i, no. 414; dan al-Baihaqi dalam asy-Syu’ab, no. 10522: dari beberapa jalur, dari Khalid bin Amr, Sufyan telah menceritakan kepada kami, dari Abu Hazm, dari Sahal bin Sa’ad dengan hadits tersebut.
Al-Hakim berkata, “Shahih.” Dan adz-Dzahabi mengoreksinya dengan ucapannya, “Khalid adalah seorang pemalsu.” Hadits tersebut memiliki jalur lain yang mana al-Albani menjelaskannya secara terperinci dalam ash-Shahihah, no. 944, tapi sebagiannya tidak naik derajatnya sekalipun diperkuat yang lain, karena keparahan lemahnya. Abu Hatim, al-Uqaili, Ibnu Adi, adz-Dzahabi, al-Asqalani, dan as-Sakhawi telah mendhaifkan hadits tersebut. Al-Mundziri dan al-Albani cenderung untuk menguatkannya. Wallahu a’lam.

Hadits hasan, kami meriwayatkannya dalam Kitab Ibnu Majah.

Sumber : Ensiklopedia Dzikir Dan Do’a, Imam Nawawi, Pustaka Sahifa Jakarta.