Telah sampai berita kepada saya bahwa banyak dari manusia yang terjerumus dalam berbagai kesalahan dalam aqidah, dan hal-hal yang mereka anggap sunnah akan tetapi sebenarnya adalah bid’ah.

Di antaranya adalah pengingkaran istiwa’ (semayam) nya Allah serta ketinggiannya di atas Arsy. Padahal dengan sangat jelas Allah Subhanahu wa Ta’ala menerangkan hal tersebut di dalam KitabNya yang mulia, di mana Dia berfirman:

“Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas Arsy.” (Yunus : 3)

Allah sebutkan istiwa’ (semayam) tersebut pada tujuh tempat dalam kitabNya yang agung, di antaranya ayat di atas. Dan tatkala Imam Malik rahimahullah ditanya tentang hal itu beliau menjawab: “Istiwa (semayamnya Allah) adalah hal yang sudah jelas, sedang bagaimananya adalah tidak diketahui, iman terhadapnya adalah wajib, dan mempertanyakannya adalah bid’ah.”

Begitulah yang dikatakan ulama salaf lainnya. Sedangkan istiwa’ itu sudah jelas dari segi bahasa Arab, artinya tinggi. Allah telah berfirman, artinya:
“Maka hukum itu milik Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar.” (Al-Mu’min: 12)
“Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya dan Dia Maha Tinggi dan Maha Agung.” (Al-Baqarah : 255)
“KepadaNya-lah naik perkataan-perkataan yang baik dan amal yang shalih dinaikkanNya.” (Fathir: 10).

Pada berbagai ayat, semuanya menunjukkan ketinggian serta jauhnya di atas. Dan sungguh Allah berada di atas Arsy di atas makhluknya. Ini adalah ucapan Ahlus Sunnah Wal Jamaah dari kalangan sahabat Nabi shallallahu alaihi wasalam dan lainnya. Seyogyanya kita meyakini yang demikian dan saling menasehati dengannya, dan memperingatkan orang-orang yang menyelisihinya.

Masalah Masjid di Kuburan

Perkara yang lain adalah mendirikan masjid-masjid di atas kubur dan shalat di sana serta membangun kubah-kubah di atas kubur. Ini semua termasuk perantara-perantara terjadinya syirik. Sungguh Nabi shallallahu alaihi wasalam telah melaknat orang-orang Yahudi dan Nashrani karena perbuatan itu sekaligus memperingatkannya. Sabda beliau :

“Allah melaknat orang-orang Yahudi dan Nashrani. Mereka menjadikan kubur nabi-nabi mereka sebagai masjid.” (Muttafaqun ‘alaih).

“Ingatlah, sesungguhnya yang terjadi pada kaum sebelum kamu adalah mereka menjadikan kuburan nabi-nabi dan kubur orang shalih mereka sebagai masjid. Ingatlah, janganlah kamu jadikan kuburan sebagai masjid karena saya melarang hal itu. (Dikeluarkan oleh Muslim dalam kitab Shahihnya dari hadits Jundub)

Dan diriwayatkan oleh Muslim juga dari Jabir bin Abdillah Al-Anshari radhiallahu anhu , ia berkata: “Rasulullah shallallahu alaihi wasalam melarang mengecat kubur, duduk di atasnya, dan membangun bangunan di atasnya.”

Hadits-hadits yang semakna dengan itu masih banyak lagi. Maka seharusnya kaum muslimin waspada terhadapnya dan saling menasihati untuk meninggalkannya, karena Nabi shallallahu alaihi wasalam memperingatkannya, dan karena hal tersebut termasuk sarana menuju kepada penyekutuan Allah dengan penghuni kubur, berdoa kepadanya, istighatsah padanya, minta tolong kepadanya, serta perbuatan-perbuatan syirik yang lain. Telah jelas bahwa syirik itu dosa terbesar, maka seharusnya waspada terhadap syirik dan hal-hal yang mengantarkan padanya. Sungguh Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memperingatkan hambanya dari syirik yang Dia firmankan dalam berbagai ayatNya, di antaranya, yang artinya:

“Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain (syirik) itu bagi siapa yang dikehendakiNya.” (An-Nisa’: 48)

“Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) sebelummu: Jika kamu mempersekutukan (Allah), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi.” (Az-Zumar : 65)

“Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan.” (Al-An’am : 88).

Ayat-ayat yang menerangkan hal itu jumlahnya masih banyak. Di antara syirik yang besar adalah berdo’a (memohon) kepada mayit, orang gaib (tidak ada di hadapannya, pen), jin, patung, pohon-pohon, bintang, beristighatsah dan minta tolong kepada mereka agar sembuh dari sakit dan terhindar dari bahaya musuh-musuh. Inilah agama orang-orang musyrik terdahulu dari kalangan kafir Quraisy dan selainnya. Seperti firman Allah tentang mereka, artinya:

“Dan mereka menyembah selain daripada Allah apa yang tidak dapat mendatangkan kemudharatan kepada mereka dan tidak (pula) kemanfaatan, dan mereka berkata : “Mereka itu adalah pemberi syafaat kepada kami di sisi Allah.” (Yunus : 18).

“Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan kepadaNya. Ingatlah, bahwa kepunyaan Allahlah agama yang bersih (dari syirik). Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): “Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya. Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar.” (Az-Zumar : 2-3).

Masih banyak lagi ayat-ayat semakna dengannya. Ini menunjukkan bahwa orang orang musyrik dahulu mengetahui bahwa Allah adalah pencipta, pemberi rizki, pemberi manfaat, pemberi mudharat. Mereka menyembah tuhan-tuhan mereka hanyalah supaya tuhan-tuhannya memberi syafaat kepada mereka di sisi Allah dan supaya bisa mendekatkan diri mereka kepada Allah dengan sedekat-dekatnya.

Tetapi Allah mengkafirkan mereka karena hal itu, dan mereka dihukumi dengan kekafiran dan kesyirikan, serta memerintahkan nabiNya untuk membunuh orang-orang musyrik sehingga beribadahnya hanya untuk Allah saja, seperti firman Allah, artinya:

“Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah (syirik) lagi dan (sehingga) ketaatan itu hanya semata-mata untuk Allah.” (Al-Baqarah : 193).

Dan sungguh para ulama telah menulis hal itu dalam kitab-kitabnya dan menjelaskan akan hakikat Islam yang Allah mengutus para rasul dan menurunkan kitab-kitabNya. Dan para ulama menjelaskan dalam kitab-kitab mereka tentang sesatnya agama jahiliyah dan aqidah-aqidahnya serta perbuatan mereka yang menyelisihi syari’at Allah. Para ulama itu seperti Abdullah bin Al Imam Ahmad, Imam Besar Muhammad bin Khuzaimah di dalam kitab Tauhid, Muhammad bin Wadhdhah dan imam-imam yang lain. Alangkah bagusnya apa yang ditulis oleh Syaikh Abdur Rahman bin Hasan bin Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab rahimahullah dalam kitabnya Fathul Majid syarh kitab At-Tauhid tentang masalah tersebut.

Kemusyrikan lainnya

Yang termasuk amalan munkar yang bernafaskan kesyirikan adalah bersumpah atas nama selain Allah seperti sumpah atas nama nabi shallallahu alaihi wasalam , atau manusia yang lain, yang berbau kesyirikan. Nabi shallallahu alaihi wasalam , bersabda:

“Barangsiapa bersumpah dengan nama sesuatu selain Allah, maka sungguh dia telah musyrik.” (Dikeluarkan oleh Imam Ahmad dari Umar bin Khathab radhiallahu anhu dengan sanad shahih).

Dan yang termasuk hal-hal haram berbau syirik yang kebanyakan manusia terjerumus di dalamnya adalah menggantungkan jimat dan kekebalan dari tulang atau kerang serta selainnya. Nabi shallallahu alaihi wasalam telah bersabda:

“Barangsiapa menggantungkan jimat, maka Allah tidak akan mengabulkan keinginannya, dan barangsiapa menggantungkan kerang (rumah siput), maka Allah tidak akan memberi ketenangan pada dirinya, dan barangsiapa menggantungkan jimat, sungguh telah berbuat syirik.” (HR. Ahmad) .

“Sesungguhnya mantra, jimat, jampi-jampi (pelet) adalah syirik.” (HR. Ahmad, Abu Dawud).

Hadits-hadits di atas mencakup kekebalan dan jimat dari Al-Qur’an dan selainnya, karena Rasul shallallahu alaihi wasalam tidak mengecualikan sedikitpun, sedangkan meng-gantungkan sesuatu dari Al-Qur’an adalah perantara terjadinya penggantungan selain Al-Qur’an.

Maka sudah seharusnya hal itu dicegah dalam rangka mencegah jalan menuju syirik, merealisasikan tauhid serta melaksanakan keumuman hadits di atas. Kecuali mantra (ruqyah) yang tidak mengandung syirik, karena Rasulullah shallallahu alaihi wasalam mengecualikannya apabila tidak ada syirik di dalamnya. Rasulullah shallallahu alaihi wasalam bersabda :

“Tidak apa-apa memantra apabila tidak berbau syirik.” (HR. Muslim)

Sungguh Nabi shallallahu alaihi wasalam telah memantra sebagian sahabatnya. Mantra yang tidak apa-apa karena termasuk sebab-sebab syari’at itu, apabila berisi bacaan dari Al-Qur’anul Karim atau Sunnah yang shahihah atau kalimat yang jelas yang tidak bernafaskan kesyirikan dan tidak berlafadzkan kemungkaran.

(Diterjemahkan dari kitab Nashihatun Ammatun Lil Muslimin , karya Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz oleh Abu Yahya.)