Pertanyaan :

Bagaimana cara ngobrol dengan akhwat agar komunikatif?

Jawaban :

Akhi fillah,
Wa’alaikum Salâm Warahmatullâhi Wa barokâtuh
Di dalam Islam sudah ada rambu-rambu kapan suatu pergaulan dibolehkan dan kapan pula dilarang.
Diantara yang dilarang itu adalah berkhalwat (Bersepi-sepi dengan lawan jenis yang bukan mahramnya, atau lebih populer di kalangan remaja dengan sebutan ‘mojok atau ngapel’) sebagaimana hal tersebut dilarang dalam hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, demikian juga ikhtilath (berbaur antara laki-laki dan wanita yang bukan mahramnya tanpa alasan yang disyari’atkan). Seorang Muslim dan Muslimah juga diperintahkan agar memicingkan mata dari yang bukan mahramnya. Bila yang anda maksudkan adalah hanya sekedar ingin mengobrol dan bertatap muka, tentu hal tersebut dilarang oleh agama karena Akhwat yang anda maksud bukan mahram anda, disamping hal tersebut juga bisa dikategorikan sebagai membuang-buang waktu. Sementara bila via telepon atau sarana komunikasi lainnya, maka mudlaratnya lebih banyak ketimbang manfa’atnya karenanya tidak dibolehkan juga sebab termasuk juga ke dalam membuang-buang waktu dimana kita dilarang melakukannya.

Tetapi bila tujuan anda semata-mata ingin bertanya dalam suatu kepentingan (hal yang disyaria’atkan) maka hal itu tidak apa-apa sebatas kepentingan tersebut.
Oleh karena itu, kami merasa tidak ada cara yang komunikatif seperti yang anda maksud bila tujuannya hanya sekedar untuk mengobrol atau berdiskusi dengan tujuan agar anda lebih dekat dengannya, misalnya, seperti yang telah kami singgung diatas yang mana hal ini tentunya dapat menimbulkan fitnah, namun hal itu (komunukasi tersebut) bisa terjadi bila anda sudah ber’azam/bertekad untuk menikahinya secara shah lalu melamarnya; maka ketika itu anda dibolehkan untuk berkomunikasi dengannya sebatas hal-hal yang anda perlukan darinya sebagai masukan dan penopang hasrat anda dalam menikahinya, hanya saja perlu pendamping, yakni mahram dari si wanita tersebut, seperti adik laki-lakinya yang memantau dari jarak yang tidak terlalu jauh sehingga dapat terhindar dari fitnah bila bertatapan dan seperlunya saja karena masih bagian dari ru’yah (melihat)calon isteri. bila tidak langsung, seperti via telepon, dibolehkan juga seperlunya -selagi alasannya syar’i bukan terus menerus tanpa alasan syar’i- setelah lamaran diterima. Bentuk komunikasi lain yang biasanya terjadi dan dibolehkan -insya Allah- adalah bilamana murni dalam kondisi transaksi jual-beli. Wallahu A’lam. Wassalamu ‘alaikum Warahmatullahi Wabarakatuhu.