Amanat adalah menunaikan apa yang wajib ditunaikan dengan sebaik-baiknya. Seorang pekerja yang bekerja dengan baik, menunaikan kewajibannya dengan maksimal adalah amanat, seorang suami yang melaksanakan kewajiban dan tugas dengan baik adalah amanat, seorang pelajar yang menekuni bidangnya dengan baik adalah amanat, orang yang diserahi sesuatu untuk dijaga adalah amanat, dan begitu seterusnya.

Bidang yang satu ini ikon satu-satunya adalah Muhammad shallallohu ‘alaihi wasallam, beliau adalah orang terpercaya dari orang-orang yang dipercaya di muka bumi dalam arti yang sebenarnya, jika kita memaparkan sikap-sikap beliau dalam akhlak amanah ini saja niscaya kita akan menghadirkan berlembar-lembar.

Sifat amanah termasuk sifat-sifat yang selalu menyertai akhlak beliau sebelum beliau diangkat menjadi Nabi, sejak kukunya baru tumbuh, al-Amin adalah julukan beliau dari keluarga dan kaumnya, di zaman jahiliyah orang-orang memanggilnya al-Amin, mereka berkata, “Al-Amin pergi dan al-Amin pulang.” dan maksud mereka adalah anak muda bernama Muhammad.

Dalam kisah renovasi Ka’bah, manakala para pemuka Quraisy mencari seorang pengadil dalam perkara siapa yang akan meletakkan Hajar Aswad ke tempatnya, mereka berkata, “Tetapkan seorang penengah di antara kalian.” Mereka berkata, “Orang pertama yang terlihat dari ujung jalan.” Maka Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam muncul, mereka berkata, “Al-Amin telah tiba.”

Sifat terpuji ini sudah menempel dengan Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam tiada tertandingi di bidang ini di suatu zaman di mana siapa yang memiliki sifat ini sangat jarang ditemukan di tengah-tengah kumpulan masyarakat jahiliyah.

Kepercayaan mutlak kepada amanah beliau membuat mereka menyerahkan harta-harta mereka dan kekayaan-keyaan mereka yang berharga kepada beliau sebagai titipan pada beliau, tidak seorang pun di Makkah yang mempunyai sesuatu yang dikhawatirkan kecuali yang bersangkutan menyerahkannya kepada Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam karena kepercayaannya kepada kejujuran dan amanh beliau.

Yang unik adalah bahwa kepercayaan ini tetap dalam keadaannya seperti sediakala tidak berubah, orang-orang tidak tersusupi oleh sedikit pun keraguan terhadap amanah beliau sekalipun setelah memusuhi beliau karena beliau berdakwah kepada mereka untuk beriman kepada Allah Ta’ala semata. Sebuah amanah yang sangat mengagumkan dan sebuah akhlak yang sangat agung.

Mereka berusaha untuk membunuh beliau namun beliau justru berusaha memulangkan titipan mereka dan amanah mereka di saat yang sama. Beliau meninggalkan Ali bin Abu Thalib di Makkah setelah beliau hijrah untuk mengembalikan titipan masyarakat yang ada pada beliau.

Tidak aneh jika para musuh beliau mengakui amanah beliau sebelum para sahabatnya. Abu Sufyan, pemuka Makkah sebelum masuk Islam manakala dia berdiri di depan Kaisar Heraklius, saat itu Abu Sufyan berupaya keras untuk mengurangi hak beliau dan menciderai beliau karena dorongan permusuhannya terhadap beliau, tidak kuasa menyembunyikan akhlak agung ini, manakala Heraklius bertanya kepadanya tentang apa yang diperintahkan oleh Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam, maka Abu Sufyan menjelaskan bahwa beliau memerintahkan kepada shalat, kejujuran, menahan diri, memenuhi janji dan menunaikan amanat.”

Ja’far bin Abu Thalib berkata dalam kisahnya dengan Raja Habasyah an-Najasyi, manakala Raja bertanya kepadanya tentang agama yang mereka ikuti, di antara jawaban Ja’far, “…Sehingga Allah mengutus kepada kami seorang Rasul dari kami, kami mengenal nasabnya, kejujurannya, amanahnya dan kebersihan hatinya…”

Begitulah, Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam terkenal dengan amanahnya di mata seluruh manusia, dari kalangan orang-orang yang mengetahuinya atau mendengar tentangnya, lawan atau kawan. Tidak asing, jika beliau mempunyai kedudukan demikian di bidang yang satu ini, karena beliau adalah orang kepercayaan Allah atas wahyuNya, maka beliau menunaikannya dengan sebaik-baiknya.

Tidak sebatas dalam perbuatan untuk diri sendiri, kita melihat beliau sangat memperhatikan akhlak ini dan mendorong kepadanya, menegaskannya dengan kata-kata, bahkan beliau mengaitkannya dengan iman. Beliau bersabda, “Tidak ada iman bagi yang tidak mempunyai amanah dan tidak ada agama bagi yang tidak bisa dipegang janjinya.” Diriwayatkan oleh Ahmad no. 11975 dan Ibnu Hibban dalam Shahihnya no. 194 dari hadits Anas, dihasankan oleh al-Arnauth dengan hadits-hadits pendukungnya, dishahihkan oleh al-Albani dalam Shahih al-Jami’ no. 7179.

Beliau belum merasa cukup dengan dorongannya yang bersifat umum kepada akhlak ini, lebih dari itu beliau menegaskan akhlak amanah ini di beberapa kesempatan di mana kondisi menuntut untuk memberikan perhatian dan penegasan kepadanya.

Beliau menegaskan pentingnya amanat dalam memegang urusan kaum muslimin dengan penegasan yang mendalam, beliau menegaskan bahaya meremehkannya dan dosanya yang besar. Beliau bersabda, “Tidak ada seorang hamba yang diserahi memimpin rakyat, dia meninggal dalam keadaan bertindak curang kepada mereka kecuali Allah mengharamkan surga baginya.” Diriwayatkan oleh al-Bukhari no. 7150 dan Muslim no. 142 dari hadits Ma’qil bin Yasar.

Beliau memperingatkan siapa yang berambisi mendapatkannya dan tidak menunaikan hak amanat tersebut, “Ia adalah amanat, ia adalah kehinaan dan penyesalan di hari Kiamat kecuali siapa yang mengambilnya dengan haknya dan menunaikan kewajiban atasnya padanya.” Diriwayatkan oleh Muslim no. 1825 dari hadits Abu Dzar al-Ghifari.

Beliau juga bersabda, “Barangsiapa yang kami serahi sebuah tugas di antara kalian, lalu dia menyembunyikan sebuah jarum atau yang lebih remeh dari itu maka ia adalah ghulul, penggelapan yang akan dia pikul di hari Kiamat.” Diriwayatkan oleh Muslim no. 1833 dari hadits Adi bin Umairah al-Kindi.

Amanat menurut Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam dalam hal harta benda mempunyai perkara yang unik, kemanusiaan tidak mengenal tandingannya, beliau bersabda, “Tunaikan amanat kepada siapa yang mempercayaimu dan jangan mengkhianati siapa yang mengkhianatimu.” Diriwayatkan oleh Abu Dawud no. 3533 dan at-Tirmidzi no. 1264 dari hadits Abu Hurairah, dishahihkan oleh al-Albani dalam ash-Shahihah no.423.

Sebuah akhlak luhur yang tidak keluar kecuali dari al-Amin, amanat menurutnya bukan sekedar timbal balik yang dilakukan kepada siapa yang menunaikannya, tidak demikian, karena ia adalah akhlak wajib yang tidak menerima tawar menawar.

Amanat menurut al-Amin mempunyai lahan-lahan yang lapang dan bentuk-bentuk yang beragam, banyak orang yang tidak mengetahuinya, mereka menduga bahwa amanah hanya dalam perkara harta semata.

Di antara amanah yang wajib dijaga adalah amanah di antara suami istri, al-Amin bersabda, “Sesungguhnya termasuk amanah terbesar di sisi Allah di hari Kiamat adalah seorang suami yang melakukan hubungan suami istri dengan istrinya kemudian dia menyebarkan rahasia tersebut.” Diriwayatkan oleh Muslim 1437 dari hadits Abu Said al-Khudri.

Di antaranya adalah amanah majlis dan pembicaraan di dalamnya, al-Amin bersabda, “Jika seseorang menyampaikan suatu pembicaraan lalu dia menoleh maka ia adalah amanat.” Diriwayatkan oleh Abu Dawud no. 4868 dan at-Tirmidzi no. 1959 dari hadits Jabir bin Abdullah, dihasankan oleh al-Albani dalam ash-Shahihah no. 1090. Ucapannya, “Menoleh.” Yakni dia ingin pembicaraannya dirahasiakan.

Semua itu dan lainnya masih banyak, menunjukkan kesempurnaan amanah Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam, bahwa beliau memang orang yang dipercaya oleh Allah atas wahyuNya, beliau tidak dikenal berkhianat sekalipun, bukan hanya dalam kata-katanya, lebih itu juga dalam perhatian dan isyaratnya, beliau adalah orang yang bersabda manakala para sahabat berkata kepada beliau, “Mengapa engkau tidak memberikan isyarat dengan kedua matamu kepada kami agar kami membunuhnya?” Maka beliau menjawab, “Seorang Nabi tidak patut mempunyai pengkhianatan mata.” Diriwayatkan oleh Abu Dawud no. 2683 dan an-Nasa`i no. 4076, dishahihkan oleh al-Albani dalam ash-shahihah no. 1723.

Sekarang patut ditanyakan, di mana orang-orang yang menyintainya dari akhlak agung seperti ini, akhlak yang hampir punah dalam kehidupan kaum muslimin saat ini, sebagaimana yang dikabarkan oleh Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam yang benar dan dibenarkan ketika beliau menyampaikan diangkatnya amanat.

Beliau bersabda, “Seorang laki-laki tidur beberapa saat lalu amanat dicabut dari hatinya, bekasnya tertinggal seperti titik hitam, kemudian dia tidur beberapa waktu maka amanat dicabut sehingga ia meninggalkan bekas seperti bisul, seperti bara api yang kamu jatuhkan di kakimu maka ia melepuh dan kamu melihatnya membengkak padahal di dalamnya tidak ada apa pun, maka orang-orang mencari-cari dan hampir semua orang tidak menunaikan amanat sehingga dikatakan, ‘Sesungguhnya di kalangan Bani Fulan ada seorang yang dipercaya.” Diriwayatkan oleh al-Bukhari no. 6497 dan Muslim no, 143 dari hadits Hudzaefah bin al-Yaman.

Maha benar Allah, “Sesungguhnya kamu benar-benar di atas akhlak yang agung.” Wallahu a’lam. Izzudin.

Dari A’zhamu Insan, Abu Abdurrahman Hisyam Muhammad Barghisy