Barang yang menjadi sasaran akad, yang dijualbelikan untuk dimiliki disyaratkan:

1- Kepemilikan, langsung atau tidak langsung, maksudnya milik sendiri atau sebagai wakil pemilik. Bagaimana bila bukan pemilik dan bukan wakil pemilik? Tindakan ini melanggar wewenang pemilik. Bagaimana dengan akadnya, sah atau tidak?

At-Tirmidzi dan Ibnu Majah meriwayatkan dari Urwah bin al-Ja’ad al-Bariqi berkata, “Rasulullah mengutusku membeli seekor kambing dengan uang satu dinar, lalu aku membeli dua ekor, aku menjual salah satunya seharga satu dinar dan aku pulang kepada beliau membawa satu dinar dan seekor kambing. Lalu beliau bersabda, ‘Allah memberkahi jual belimu.” Dishahihkan oleh al-Albani dalam Irwa`ul Ghalil 5/128.

2- Kesucian barang, maka yang najis tidak dijualbelikan, karena Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya Allah dan RasulNya mengharamkan menjual khamar, bangkai, babi dan patung.” Rasulullah ditanya, “Rasulullah, bagaimana dengan lemak bangkai, ia bisa digunakan untuk mengecat perahu, melunakkan kulit dan minyak lampu?” Nabi menjawab, “Tidak, ia haram.” Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim.

Sabda Nabi, “Tidak, ia haram.” kembali kepada menjual, bukan kepada pemanfaatan lemak babi untuk mengecat…dan seterusnya, jadi Nabi melarang menjual dan tidak melarang memanfaatkan. Ini artinya menjual benda najis dilarang sekalipun mungkin dimanfaatkan untuk selain makan dan minum, dan ini adalah pendapat jumhur ulama. Sementara Hanafiyah berpendapat, boleh menjual benda najis selama ia boleh dimanfaatkan untuk selain makan dan minum, karena pemanfaatan mungkin dan boleh maka boleh pula menjualnya demi manfaat tersebut. Wallahu a’lam.

Tentang jual-beli anjing

Rasulullah bersabda, “Harga anjing itu buruk.” Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim dari Rafi’ bin Khudaij.

Dari Abu Mas’ud al-Anshari bahwa Rasulullah melarang harga anjing. Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim.

Dua hadits ini mengharamkan menjual-belikan anjing, harganya dilarang dan dinyatakan buruk. Ini adalah pendapat kebanyakan ulama.

Sebagian ulama seperti Imam Abu Hanifah membolehkan menjual-belikan anjing selama ia dimanfaatkan untuk berburu, menjaga ternak atau tanaman, beliau berdalil kepada hadits Salim bin Abdullah bin Umar dari bapaknya berkata, aku mendengar Rasulullah bersabda, “Barangsiapa memiliki anjing, kecuali anjing berburu atau hewan ternak, maka pahalanya berkurang dua qirath per harinya.” Salim berkata, Abu Hurairah berkata, “Atau anjing tanaman.” Abu Hurairah adalah pemilik kebun.

Izin memiliki anjing untuk tiga tujuan di atas adalah izin untuk menjual-belikannya, karena seseorang mungkin tidak bisa memiliki kecuali dengan membeli.

3- Pengetahuan, yakni barang yang dijualbelikan diketahui, baik dengan melihatnya langsung atau melihat sampelnya atau melihat melalui foto atau melalui penjelasan lisan atau tulisan. Dalil dari syarat ini adalah larangan Nabi terhadap jual beli mulamasah, munabadzah dan bai’ul hashah. Keterangan tentangnya akan hadir insya Allah.

Jual beli borongan, yaitu jual beli berdasarkan taksiran tanpa diketahui secara rinci, hal ini tidak masalah selama dilakukan oleh orang yang ahli berpengalaman, kalau pun ada selisih maka biasanya sedikit dan itu dimaafkan. Ibnu Umar berkata, “Orang-orang menjual bahan makanan secara borongan di pasar maka Rasulullah melarang mereka untuk menjualnya sebelum mereka memindahkannya.” Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim.

Menjual apa yang sulit dilihat atau dilihat namun merugikan, seperti gas, obat tersegel dalam botol dan sepertinya. Termasuk dalam hal ini tanaman yang buahnya terpendam dalam tanah seperti ubi, singkong dan semacamnya, cara menjualnya bisa dengan timbangan atau takaran, tanaman tersebut dicabut seluruhnya lalu ditimbang atau ditakar, cara ini aman dan tidak bermasalah, atau bisa dengan melihat sampel dan sisanya ditaksir, cara ini kembali kepada jual beli dengan cara borongan. Cara menaksir terhadap hasil pertanian digunakan oleh Rasulullah di bidang zakat dengan mengutus amil yang berpengalaman di bidang kurma kepada para pemilik kebun, bila cara ini digunakan dalam zakat, maka bisa pula digunakan dalam jual beli. Wallahu a’lam. Izzudin.