Wahai hamba-hamba Allah! Hari ini kita akan hidup bersama perkataan yang baik lagi lembut, sebagai bentuk penunaian seruan Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- dalam firman-Nya,

وَهُدُوا إِلَى الطَّيِّبِ مِنَ الْقَوْلِ وَهُدُوا إِلَى صِرَاطِ الْحَمِيدِ

Mereka diberi petunjuk pada ucapan yang baik dan diberi petunjuk (pula) ke jalan (Allah) Yang Maha Terpuji. (al-Hajj: 24)

Maka, barang siapa yang dikehendaki kebaikan oleh Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-, niscaya Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- menunjukkannya kepada seutama-utama dan sebaik-baik perkataan. Di antara seutama-utama dan sebaik-baik perkataan itu adalah kalimat Tauhid (لَا إِلَه َإِلَّا اللهُ (, Dzikrullah (mengingat Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-) , dan membaca kitab-Nya.

Sesungguhnya seorang insan yang terbimbing adalah orang yang dapat memilih yang baik dari sebuah ungkapan kata sebagaimana pula ia dapat memilih buah yang terbaik, sebagai bentuk penunaian seruan-Nya dalam firman-Nya,

وَقُلْ لِعِبَادِي يَقُولُوا الَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ الشَّيْطَانَ يَنْزَغُ بَيْنَهُمْ إِنَّ الشَّيْطَانَ كَانَ لِلْإِنْسَانِ عَدُوًّا مُبِينًا

Katakan kepada hamba-hamba-Ku supaya mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik (dan benar). Sesungguhnya setan itu selalu menimbulkan perselisihan di antara mereka. Sesungguhnya setan adalah musuh yang nyata bagi manusia (al-Isra: 53)

Alangkah agung dan menakjubkan ayat ini! Arahan dalam ayat ini tertuju kepada mereka orang-orang yang menyembah Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- dengan sebenar-benarnya penyembahan. Orang-orang yang hati mereka menjadi khusyu’ karena mengingat-Nya, orang-orang yang memuji seruan perintah-Nya, dan orang-orang yang memilih sebaik-baik ucapan yang akan dikatakannya ketika mereka mengarahkan pembicaraan kepada orang lain, baik mereka (orang-orang yang diajak komunikasi itu) adalah orang-orang yang lebih tinggi (derajat/kedudukannya di tengah-tengah masyarakat) daripada dirinya atau pun orang-orang yang lebih rendah (derajat/kedudukannya di tengah-tengah masyarakat) darinya. Maka, mereka dapat memilih kata-kata yang akan dapat melembutkan dan mengumpulkan hati, mereka sedemikian mewaspadai perkataan-perkataan yang akan dapat menjatuhkan kehormatan dan kata-kata yang akan menimbulkan kesulitan.

Sesungguhnya termasuk perkataan yang baik lagi lembut adalah Anda tidak mengatakan perkataan yang keras saat Anda berdialog yang akan dapat mencederai dialog Anda. Anda tidak menghina atau  merendahkan lawan bicara Anda. Anda tidak menorehkan luka pada perasaannya. Anda tidak membodoh-bodohkan pandangannya, dan Anda tidak meninggikan suara Anda atas lawan bicara Anda. Karena ungkapan kata-kata yang kasar, keras, bengis,  yang menorehkan luka dalam perasaan, boleh jadi akan menjadikan dialog Anda sebagai ladang bagi orang-orang yang membangkitkan kesombongannya untuk berbuat dosa, sehingga Anda akan menanamkan dalam diri kalian berdua permusuhan dan kebencian. Dan, Anda akan menjadikan perbincangan tersebut sebagai tempat di mana setan akan menimbulkan permusuhan di antara kalian berdua. Anda akan menjadikan lari orang-orang yang mendengarnya. Bahkan, boleh jadi, Anda akan menjadikan orang yang berada di pihak yang benar condong kepada sebagian orang yang berpegang dengan kebatilan, disebabkan oleh karena tindakan Anda tersebut. Mereka menanamkan musuh untuk Anda.

Oleh karena itu, hendaknya Anda mengatakan kata atau kalimat yang terbaik pada setiap kondisi dan keadaan, dalam setiap dialog dan pembicaraan Anda bersama orang lain. Baik orang tersebut di bawah Anda atau pun di atas Anda dalam hal ilmu dan kedudukan. Karena, barang siapa bersikap rendah hati karena Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- niscaya Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- akan mengangkat (derajat) dirinya. Maka, seorang Mukmin sejati adalah lemah lembut karakternya, baik interaksinya, mencari kata-kata yang baik, ungkapan yang lembut yang dapat menyatukan (hati dan perasaan) dan tidak menimbulkan perselisihan, yang akan mendekatkan (hubungan) bukan malah menjauhkan (hubungan), dan akan menyebabkan kelembutan hati. Dalam hal amar makruf nahi munkar (misalnya), niscaya tak akan berhasil dengan baik di antara mereka (para pelakunya) kecuali mereka yang berlemah lembut dalam turur katanya terhadap orang lain, berseri-seri roman mukanya, ceria wajahnya, dan bersih kata-katanya.

Karena, betapa banyak orang yang beramar makruf nahi munkar justru lisannya merendahkannya. Dan, betapa banyak pula orang alim dalam hampir seluruh bidang ilmu dan ilmu-ilmu yang spesifik, ketajaman ucapan lisannya menghalangi manusia memperoleh ilmu darinya.

Dan, betapa benyak pula perusahaan di mana di dalamnya terdapat kebaikan yang besar, harta yang melimpah, sumber rizki yang banyak, namun orang-orang yang berserikat dalam perusahaan tersebut saling berselisih di antara sesama mereka disebabkan oleh karena kata-kata yang menjijikkan, kata-kata yang tidak pantas yang dikatakan oleh salah satu anggotanya terhadap yang lainnya. Menjadikan sulit setelah itu untuk penyembuhan lukanya menurut anggapan dan sangkaan mereka.

Betapa banyak pula proyek-proyek (kebaikan) yang diharapkan akan terlaksana dengan baik dan sukses, menjadi berbalik, berjalan mundur, dan menjadi kacau balau masalahnya disebabkan oleh karena satu ungkapan kata yang pengucapnya tidak memperkirakan sebelumnya dampak negatifnya.

Maka, kata-kata itu, Anda-lah pemilik dan penguasanya sebelum Anda mengucapkannya. Sedangkan bila Anda telah melontarkannya, niscaya kata-kata itulah yang bakal mengusai Anda.

اِحْفَظْ لِسَانَكَ أَيُّهَا اْلِإنْسَانُ

لَا يَلْدَغَنَّكَ إِنَّهُ ثُعْبَانُ

كَمْ فِي الْمَقَابِرِ مِنْ قَتِيلِ لِسَانِهِ

كَانَتْ تَهَابُ لِقَاءَهُ الشُّجْعَانُ!

Jagalah lisanmu wahai manusia

Janganlah sampai ia menggigitmu, karena ia bagaikan ular

Betapa banyaknya di dalam kuburan itu terdapat orang-orang yang terbunuh karena (ucapan) lisannya

Padahal dulunya orang-orang pemberani takut untuk menemuinya

Sungguh, kata-kata keras dan kasar dan ungkapan kata-kata yang melukai akan dapat menghancurkan rumah tangga, lingkungan, dan negeri. Memutuskan tali persahabatan dan kekerabatan.

Wahai hamba-hamba Allah! Termasuk hal yang mengherankan adalah bahwa ada di sana orang-orang yang membagi manusia saat ia berbicara kepada mereka menjadi beberapa golongan. Lalu, ia menyeleksi dan memilih yang terbaik dari perkataannya apabila ia berbicara kepada orang yang lebih tinggi (kedudukannya) darinya, atau apabila ia berbicara kepada orang yang ditakutkan keburukannya atau sangat diharapkan kebaikannya. Adapun ketika ia berbicara kepada orang yang kedudukannya lebih rendah darinya, atau orang yang tidak diharapkan adanya manfaat darinya, atau orang yang tidak memberikan jasa baik kepadanya, maka ia berbicara kepada mereka dengan ungkapan kata-kata yang paling buruk, kata-kata yang paling keras dan kata-kata yang paling kasar. Bahkan, ia menjadi orang yang sangat lancang mulutnya dan tidak sopan. Bahkan, sangat kotor ucapannya. Ia tidak memanggil mereka kecuali dengan kata-kata yang menyebutkan binatang yang sangat tidak disukai oleh perasaan. Atau, dengan ungkapan-ungkapan yang memaksakan, yang melukai perasaan dan mempermalukan. Atau, dengan menyematkan sifat-sifat yang menghancurkan perasaan, yang dilontarkannya kepada mereka laksana bara api. Maka ia tidak berbicara kepada mereka kecuali dengan sifat kepandiran, atau dengan menyebut nama-nama binatang, atau dengan menyebutkan nama-nama atau istilah-istilah yang mana orang-orang yang bertakwa sangat menjaga kesucian lisannya dari menyebutkannya. Dan, sebagian mereka ada yang berbicara kepada istrinya dan anak-anaknya dengan menggunakan kata-kata yang menyedihkan dan menghinakan karena kekuasaannya terhadap mereka dan karena ketakutan mereka terhadap dirinya. Ia memanggil-manggil istrinya dengan nama binatang. Begitu pula anak-anaknya yang laki-laki dipanggil-panggilnya dengan nama-nama binatang yang lainnya. Begitu pula anak-anaknya yang perempuan dipanggil-panggilnya dengan nama-nama binatang yang lainnya lagi. Ia tidak menyisakan satu jenis binatang pun melainkan ia melontarkannya kepada masing-masing anggota keluarganya. Hingga, seakan-akan semua jenis binatang itu ada di dalam rumahnya. Yang ini (dipanggilnya) keledai. Yang itu (dipanggilnya) monyet. Yang itu lagi (dipanggilnya) sapi. Yang itu lagi (dipanggilnya) babi. Ia menguasai mereka dan menyakiti mereka dengan perkataannya. Sadar atau pun tidak sadar bahwa ini merupakan tindakan menyakitkan dan penyiksaan psikologis yang sangat pedih.

Maka, betapa banyak seorang ayah yang membinasakan anak-anaknya dan menghancurkan keluarganya. Ia menyifati anak yang ini dengan ‘ si lemah dan si gagal’, anak lainnya disifatinya dengan ‘si bangkrut’. Dan lain sebagainya.

Padahal, telah shahih dalam atsar bahwa, ‘Bala, musibah dan cobaan boleh jadi diakibatkan oleh karena ucapan lisan.’

Betapa banyak seorang ayah yang mengatakan kepada salah seorang anaknya kata-kata yang keras dan kasar lagi menorehkan luka, hal tersebut menjadikan sang anak lari dari ayahnya, saudara lari dari saudaranya. Sehingga, hal tersebut menceraiberaikan persatuan keluarga.

Betapa banyak pula seorang ibu yang menghancurkan (kehidupan) putrinya, merobohkan rumahnya dan rumah suaminya, karena sebuah kritikan yang tajam, menusuk, panas dan pedas yang disampaikan dengan ketajaman lisan serta dengan ungkapan-ungkapan kata yang sangat kotor yang menjadikan orang bakal lari menjauh darinya.

Padahal Nabi -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم – telah bersabda,

لَيْسَ المُؤْمِنُ بِالطَّعَّانِ وَلَا اللَّعَّانِ وَلَا الفَاحِشِ وَلَا البَذِيءِ

“Seorang yang beriman itu bukanlah orang yang suka mencerca, bukan pula orang yang suka dan banyak melaknat, bukan pula orang yang suka melakukan perbuatan keji, dan bukan pula orang yang keji ucapannya.” (HR. At-Tirmidzi, no. 1977 dan yang lainnya dengan sanad yang shahih)

Dan, betapa banyak pula kata-kata yang keras dan kasar menghancurkan rumah tangga, mencerai beraikan keluarga, mengobarkan api peperangan.

Betapa banyak pula kondisi-kondisi perceraian pasutri (pasangan suami-istri) yang disebabkan karena buruknya ungkapan kata-kata, baik hal itu muncul dari pihak suami atau pun dari pihak istri.

Namun, yang sangat mengherankan adalah bahwa sebagian orang yang sangat buruk sekali ungkapan kata-katanya terhadap keluarganya, ia justru membersihkan hal itu dari dirinya ketika ia berhadapan dengan tamu-tamunya dan ketika ia berhadapan dengan orang-orang yang dirinya tidak memiliki kekuasaan atas mereka. Bahkan, ia memilih kata-kata yang terbaik dan ungkapan-ungkapan yang lembut saat berbicara dengan mereka. Kata-kata yang baik tersebut sangat jarang sekali didengar oleh keluarganya. Dan, di tengah-tengah hubungan mereka terdapat ranjau berduri yang siap menusuk-nusuk setiap saat.

Lalu, mengapa sikap keras dan kasar ini dilakukannya? padahal sikap keras dan kasar itu tidak layak digunakan sebagai cara bergaul dengan semua orang. Sikap kasar dan keras itu tidak layak dipakai saat bergaul dengan orang-orang dekat, tidak layak pula dipakai saat bergaul dengan orang-orang jauh, baik terhadap anak-anak kecil atau pun terhadap orang yang telah dewasa. Lantas, bagaimana sikap itu dipakai saat ia bergaul dengan keluarganya?  (Pantaskah kiranya hal itu?)

Wahai hamba-hamba Allah! Di sana ada orang yang menyangka bahwa kehormatan istrinya dan anak-anaknya halal baginya untuk dinodainya. Ia boleh memain-mainkannya kapan saja sekehendaknya. Ia mengira bahwa ia tidak berdosa karena hal tersebut. Atau, ia beranggapan bahwa ia tidak berhak untuk mendapatkan hukuman jika ia berlaku buruk atau menghina dan mencerca mereka.

Subhanallah! Pemahaman macam apakah yang sangat mengherankan ini?!

Apakah ia lupa ataukah pura-pura lupa terhadap firman Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-,

أَحْصَاهُ اللَّهُ وَنَسُوهُ

Allah menghitungnya (semua amal) meskipun mereka telah melupakannya (al-Mujadilah: 6)

Dan apakah ia juga lupa ataukah pura-pura lupa terhadap firman Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-,

مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ

Tidak ada suatu kata pun yang terucap, melainkan ada di sisinya malaikat pengawas yang selalu siap (mencatat). (Qaf: 18)

Dan hal ini pun (yakni, sikap keras dan kasar) sering kali terjadi pada diri sebagian kalangan para istri terhadap suami-suami mereka dan anggota keluarganya.

Wahai hamba-hamba Allah! Di sana ada juga sebagian orang yang mana anggota keluarganya tidak pernah mendengar kata-kata yang baik apa pun darinya, hingga pun ketika ia menemui keluarganya selepas melakukan safar (bepergian jauh), ia tidak pernah memberikan sambutan yang baik, tidak kepada istrinya dan tidak pula kepada anak-anaknya. Ia pun tidak pernah berbicara kepada mereka dengan pilihan kata-kata yang baik, sekalipun telah cukup lama terjadi perpisahan di antara mereka.

Demikian pula hal ini terjadi pada sebagian para istri. Demi Allah, ini merupakan penghalang yang sangat besar dari mendapatkan kebaikan dan merupakan sikap pembiaran yang sangat jelas. Ini merupakan pengelabuan yang dilakukan oleh setan yang terkutuk. Hal ini jelas sekali menyelisihi sabda Nabi -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-,

 خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لِأَهْلِهِ، وَأَنَا خَيْرُكُمْ لِأَهْلِي

“Sebaik-baik kalian adalah orang yang terbaik terhadap keluarganya, dan aku adalah orang yang paling baik di antara kalian terhadap keluargaku” (HR. At-Tirmidzi, No. 3895 dan yang lainnya dengan sanad yang shahih)

Sungguh, pada diri beliau -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- -dalam bab ini- terdapat keteladanan yang sangat baik bagi kita.

‘Aisyah -رَضِيَ اللهُ عَنْهَا- menuturkan bahwa Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- pernah bersabda kepada Fathimah (putrinya) -رَضِيَ اللهُ عَنْهَا-,

مَرْحَبًا بِابْنَتِي

“Selamat datang putriku…”  (HR. At-Tirmidzi, no. 1621)

Dan, putri pamannya, Ummu Hani -رَضِيَ اللهُ عَنْهَا- menuturkan,

جِئْتُ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، يَوْمَ الْفَتْحِ؛ فَقَالَ: مَنْ؟ فَقُلْتُ: أُمُّ هَانِئٍ بِنْتُ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ، فَقَالَ: «مَرْحَبًا بِأُمِّ هَانِئٍ»؛

“Aku pernah datang kepada Nabi –صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَpada hari al-Fath (penaklukan kota Mekah). (Saat kedatanganku) Beliau –صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَbertanya, ‘Siapa?’. Aku pun menjawab, ‘Ummu Hani putri Abdul Muththalib. Lantas, beliau –صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَmengatakan, ‘Selamat datang Ummu Hani.’” (HR. al-Bukhari, no. 357)

Wahai hamba-hamba Allah! Sungguh, orang yang perkataannya baik, ucapannya lembut, sikapnya ramah sedemikian jelas terlihat, sungguh ia telah menghadirkan bagian dari keimanan. Karena, Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- pernah bersabda,

إِنَّ اللَّهَ رَفِيقٌ يُحِبُّ الرِّفْقَ، وَيُعْطِي عَلَيْهِ مَا لَا يُعْطِي عَلَى الْعُنْفِ

“Sesungguhnya Allah Maha Lemah Lembut, Dia mencintai kelemahlembutan, Dia memberikan (kebaikan) kepada sikap lemah lembut sesuatu yang tidak Dia berikan kepada sikap keras.” (HR. Abu Dawud, No. 4809 dan yang lainnya dengan sanad yang shahih)

Bahkan, termasuk nama-nama Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- (yang paling indah) adalah  الرَّفِيقُ (ar-Rafiq, Maha Lemah Lembut)

وَهُوَ الرَّفِيقُ يُحِبُّ أَهْلَ الرِّفْقِ

يُعْطِيهِمْ بالرِّفْقِ فَوْقَ أَمَانِ

Dan Dialah ar-Rafiq, Dia mencintai orang-orang yang bersikap lemah lembut

Dia memberikan kepada mereka karena sikap lemah lembut itu di atas apa-apa yang diangan-angankan.

Maka Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- berlemah lembut terhadap para hamba-Nya, Dia -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- berbicara kepada mereka dengan ungkapan kata-kata yang paling dicintai-Nya oleh mereka, seraya berfirman,

قُلْ يَا عِبَادِيَ

Katakanlah (Nabi Muhammad), “Wahai hamba-hamba-Ku (az-Zumar: 53)

Dia -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- juga berfirman (di 89 tempat di dalam al-Qur’an),

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا

Wahai orang-orang yang beriman… (al-Baqarah: 104, 153, 172 … dan di surat dan ayat yang lainnya)

Dan, Nabi -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- adalah termasuk orang yang paling lemah lembut terhadap para sahabatnya dan terhadap keluarganya. Bagaimana tidak demikian, sementara beliau -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- pernah bersabda,

إِنَّ اللهَ رَفِيقٌ يُحِبُّ الرِّفْقَ، وَيُعْطِي عَلَى الرِّفْقِ مَا لَا يُعْطِي عَلَى الْعُنْفِ، وَمَا لَا يُعْطِي عَلَى مَا سِوَاهُ

“Sesungguhnya Allah Maha Lemah Lembut, Dia mencintai kelemahlembutan, Dia memberikan (kebaikan) kepada sikap lemah lembut sesuatu yang tidak Dia berikan kepada sikap keras dan sesuatu yang tidak Dia berikan kepada hal-hal selainnya.(HR. Muslim, no. 2593)

Karena itu, seorang muslim itu hendaknya bertakwa kepada Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- terkait dirinya dan terkait orang-orang yang berada di bawah kekuasaannya. Maka, ia berlemah lembut terhadap anggota keluarganya, terhadap pembantunya, terhadap para karyawannya, dan terhadap anak-anaknya. Demikian pula halnya seorang guru terhadap murid-muridnya, seorang kepala bagian terhadap bawahannya, para bos terhadap para pegawainya. Maka ia tidak membebani mereka dengan sesuatu yang tidak mereka mampui.

Wahai hamba-hamba Allah! Sungguh, sikap lemah lembut itu terpuji dalam setiap perkara. Hendaknya seorang muslim menjadikannya sebagai jalan hidupnya dalam kehidupan ini.

Dan, Nabi -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- telah bersabda,

مَا مِنْ شَيْءٍ أَثْقَلُ فِي الْمِيزَانِ مِنْ حُسْنِ الْخُلُقِ

Tidak ada sesuatu yang lebih berat dalam timbangan amal (seorang hamba) daripada kebaikan akhlak.” (HR. Abu Dawud, no. 4801 dan yang lainnya dengan sanad yang shahih)

Nabi -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- juga pernah bersabda,

 إِنَّ الْمُؤْمِنَ لَيُدْرِكُ بِحُسْنِ خُلُقِهِ دَرَجَةَ الصَّائِمِ الْقَائِمِ

“Sesungguhnya seorang mukmin itu bisa mengejar derajat kedudukan orang yang berpuasa dan orang yang shalat (di malam hari) karena kebaikan akhlaknya” (HR. Abu Dawud, no. 4800 dan yang lainnya dengan sanad yang shahih)

Kata-kata yang baik adalah akhlak (yang baik). Dan, hal tersebut merupakan sebab untuk mendekatkan posisi dirinya dari Nabi -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- pada hari Kiamat. Nabi -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- bersabda,

أَلَا أُخْبِرُكُمْ بِأَحَبِّكُمْ إِلَيَّ وَأَقْرَبِكُمْ مِنِّي مَجْلِسًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ” -ثَلاثَ مَرَّاتٍ يَقُولُهَا- قُلْنَا : بَلَى يَا رَسُولَ اللهِ قَالَ: “أَحْسَنُكُمْ أَخْلَاقًا

Maukah kalian aku beritahukan kepada kalian tentang orang yang paling aku cintai di antara kalian dan orang yang paling dekat majlisnya dengan diriku pada hari Kiamat (beliau mengucapkannya tiga kali). Kami pun menjawab, ‘Tentu (kami mau) wahai Rasulullah.’ Beliau bersabda, ‘(Mereka itu adalah) orang-orang yang paling baik akhlaknya di antara kalian.” (HR. Ahmad, no. 6735 dan yang lainnya dengan sanad yang shahih)

Telah dikatakan kepada seorang lelaki, ’Bagaimanakah Anda menguasai, memimpin dan memerintah kaummu?’ Lelaki itu mengatakan, ‘Dengan kata-kata yang baik.’

Ya Allah! Kembalikanlah kami kepadamu dengan proses kembali yang baik, dan tutuplah ajal kami dengan amal-amal shaleh.

Wahai hamba-hamba Allah! Boleh jadi seseorang (yang akan mengubah pola interaksinya dengan keluarganya dengan pola interaksi yang baik dalam hal kata-katanya dan sikapnya, di mana ia akan berkata-kata dan bersikap dengan penuh kelemah lembutan)  mengatakan, “Aku telah mendidik keluargaku di atas cara dan sikap ini (kasar dan keras), aku khawatir (ketika aku mengubahnya) keluargaku akan merasa keheranan karena perubahan pola interaksiku dengan mereka setelah aku menyadari kesalahanku. Karenanya aku merasa bermasalah dan segan ketika aku harus menarik diri dari caraku yang lama (dalam berinteraksi dengan mereka).”

Maka, dikatakan kepada orang yang mengemukakan alasan seperti ini, ‘Sesungguhnya membebaskan diri dari sifat yang buruk, menghiasi diri dengan sifat-sifat yang baik, dan berani dengan jujur mengakui kesalahan itu tidak akan terjadi melainkan dari laki-laki sejati, orang-orang yang berjiwa besar, meskipun telah tua usia mereka dan besar kedudukan mereka. Bukankah kembali dari kesalahan itu lebih baik daripada terus terkungkung di atas kebatilan? Sungguh, telah banyak orang yang mengubah prinsip-prinsip keyakinannya yang rusak yang mana ia telah terdidik di atasnya bertahun-tahun lamanya ketika telah jelas dan terang kebenaran bagi mereka. Lantas, bagaimana dengan tindakan membebaskan diri dari akhlak-akhlak yang Anda telah mengetahuinya –sebelum orang lain- bahwa akhlak-akhlak tersebut buruk, dan Anda pun tidak suka seorang pun berinteraksi dengan Anda dengan akhlak-akhlak yang buruk tersebut? Maka dari itu, janganlah Anda tunduk dan patuh terhadap setan, dan janganlah Anda jadikan kesalahan Anda dan kebatilan Anda sebagai sesuatu yang benar. Dan, janganlah pula Anda membangkitkan kesombongan diri Anda untuk berbuat dosa.

  وَقُلْ رَبِّ أَعُوذُ بِكَ مِنْ هَمَزَاتِ الشَّيَاطِينِ . وَأَعُوذُ بِكَ رَبِّ أَنْ يَحْضُرُونِ

Katakanlah, Ya Tuhanku, aku berlindung kepada-Mu dari bisikan-bisikan setan. Dan aku berlindung (pula) kepada-Mu, ya Tuhanku, dari kedatangan mereka kepadaku. (al-Mukminun: 97-98)

Bahkan, dengan tindakan Anda menarik diri Anda dari kesalahan itu akan menjadi keteladanan yang baik bagi mereka (keluarga Anda), dan hal ini termasuk bagian dari keimanan. Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى – berfirman,

إِنَّ الَّذِينَ اتَّقَوْا إِذَا مَسَّهُمْ طَائِفٌ مِنَ الشَّيْطَانِ تَذَكَّرُوا فَإِذَا هُمْ مُبْصِرُونَ

Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa, jika mereka dibayang-bayangi pikiran jahat (berbuat dosa) dari setan, mereka pun segera ingat (kepada Allah). Maka, seketika itu juga mereka melihat (kesalahan-kesalahannya) (al-A’raf : 201).

Ya Allah! Tunjukilah kami kepada akhlak-akhlak yang terbaik, karena tidak ada yang dapat menunjukkan kepada akhlak-akhlak yang terbaik itu kecuali Engkau. Amin. (Redaksi)

Sumber :

Diringkas dari khutbah jum’at berjudul, ‘Wa Huduu Ilaa ath-Thayyibi Min al-Qauli’, Syaikh Dr. Shalih bin Muqbil al-‘Ushaimi at-Tamimi حَفِظَهُاللهُ تَعَالَى- –