Kata ‘Ied menurut etimologi bahasa Arab menunjukkan sesuatu yang kembali dan berulang-ulang serta kemunculan dan datangnya biasa berulang dari waktu dan tempat. Kata ini berasal dari kata al-‘aud yang bermakna kembali dan berulang. Sedangkan kata al-i’tiyad menurut istilah bahasa Arab adalah isim masdar dari kata عَادَ – يَعُوْدُ, kemudian menjadi nama untuk satu hari yang tertentu karena berulangnya dalam setahun dua kali. Bentuk pluralnya (jama’nya) adalah a’yad (أَعْيَاد). Bangsa Arab menyatakan: عَيَّدَ الْمُسْلِمُوْنَ bermakna kaum Muslimin menyaksikan hari raya mereka. Hari raya dinamakan demikian karena di hari tersebut Allah Azza wa Jalla memiliki banyak kebaikan yang berulang, berupa berbuka setelah dilarang makan, zakat fithri, penyempurnaan haji dengan thawaf dan daging kurban. Juga karena biasanya pada hari itu berisi kebahagiaan, kesenangan dan semangat. Imam as-Suyuthi -semoga Allah merahmatinya- menegaskan bahwa ini merupakan kekhususan umat ini (yakni, umat Islam). (Lisan al-‘Arab pada kata عود  , 3/319, Hasyiyah al-Raudh, 2/492 dan Hasyiyah Ibnu ‘Abidin  2/165).

 

‘Ied Merupakan Rahmat Allah

Ied (hari raya) merupakan rahmat Allah kepada umat Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam sebagaimana dijelaskan dalam hadits dari Anas -semoga Allah meridhainya-, ia berkata,

 قَدِمَ رَسُوْلُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَ لِأَهْلِ الْمَدِيْنَةِ يَوْمَانِ يَلْعَبُوْنَ فِيْهِمَا فِي الْجَاهِلِيَّةِ فَقَالَ قَدِمْتُ عَلَيْكُمْ وَلَكُمْ يَوْمَانِ تَلْعَبُوْنَ فِيْهِمَا فِي الْجَاهِلِيَّةِ قَدْ أَبْدَلَكُمْ اللَّهُ بِهِمَا خَيْرًا مِنْهُمَا يَوْمَ النَّحْرِ وَيَوْمَ الْفِطْرِ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam datang dan penduduk Madinah kala itu memiliki dua hari yang mereka gunakan untuk bermain di masa Jahiliyah, lalu beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Aku telah mendatangi kalian dan kalian memiliki dua hari yang kalian gunakan untuk bermain di masa Jahiliyah. Sungguh Allah telah menggantikan untuk kalian dua hari yang lebih baik dari itu; yaitu hari Nahr (‘Iedul Adh-ha) dan hari Fithr (‘Iedul Fithri)’.” (HR. Abu Daud, Nasa’i dan Ahmad).

 

Adakah ‘Ied selain dua ‘Ied ini?

Ada. Yaitu, hari Jum’at. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menamakan hari ini dengan ‘ied, sebagaimana hadits,

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ  : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ : إِنَّ هَذَا يَوْمُ عِيْدٍ . جَعَلَهُ اللهُ لِلْمُسْلِمِيْنَ . فَمَنْ جَاءَ إِلَى الْجُمُعَةِ فَلْيَغْتَسِلْ. وَإِنْ كَانَ عِنْدَهُ طِيْبٌ فَلْيَمُسَّ مِنْهُ . وَعَلَيْكُمْ بِالسِّوَاكِ

Dari Ibnu Abbas -semoga Allah meridhainya-, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, Sesungguhnya ini adalah hari ‘ied, Allah menjadikannya untuk orang-orang Islam. Karena itu, barangsiapa mendatangi shalat Jum’at, maka hendaklah ia mandi. Dan, jika ia mempunyai minyak wangi, maka hendaknya ia mengenakannya. Dan, hendaknya pula kalian bersiwak’.” (HR. Ibnu Majah).

Ibnul Qayyim -semoga Allah merahmatinya- berkata:

وَيَوْمُ الْجُمُعَةِ سَيِّدُ الْأَيَّامِ …وَهُوَ يَوْمُ عِيْدٍ لَهُمْ فِي الدّنْيَا

“Hari Jum’at adalah penghulu hari…dan ia adalah hari ‘ied bagi mereka (kaum Muslimin) di dunia.” (Zaadul Ma’ad, 1/363).

Athiyah bin Muhammad Salim -semoga Allah merahamatinya- berkata, “Jadi, hari Jum’at adalah ‘ied, termasuk ‘ied kaum Muslimin, yang kembali kepada mereka setiap minggu, dan di dalamnya terdapat kebaikan yang banyak bagi mereka.” (Syarh Bulughul Marom, 2/98).

 

Hikmah Pensyariatan ‘Ied

Abdullah bin Abdurrahman bin Abdullah Jibrin -semoga Allah merahmatinya- mengatakatan, “Dengan demikian ‘ied (hari raya) kaum Muslimin, yaitu, (pertama) ‘Iedul Fithri dan (kedua) ‘Iedul Adh-ha, ‘ied tersebut kembali berulang setiap tahun, dan (ketiga) ‘Iedul Usbu’ (hari raya mingguan), yaitu, hari Jum’at. Hari raya-hari raya ini disyariatkan untuk bergembira dan bersenang-senang dengan nikmat Allah Ta’ala atas disempurnakannya nikmat-Nya kepada mereka. Maka, ‘ied mingguan, di dalamnya terdapat kegembiraan dengan apa yang Allah mudahkan bagi mereka pada minggu tersebut berupa pelaksanaan ibadah yaitu shalat lima waktu dalam rentang waktu satu minggu, kemudian setelah itu mereka berkumpul di satu masjid, menunaikan shalat ini (shalat Jum’at) secara khusus.

Adapun ‘Iedul Fithri, di dalamnya terdapat kegembiraan karena telah sempurnanya puasa (Ramadhan) yang merupakan rukun Islam. Maka, setelah mereka menyempurnakan puasa tersebut, mereka menampakkan kegembiraan, dan melakukan shalat ini (shalat ‘ied) secara khusus.

Adapun ‘Iedul Adh-ha, di dalamnya terdapat kegembiraan karena penyempurnaan rukun Islam yang lain, yaitu haji, sekalipun tidak semua kaum Muslimin dapat menunaikannya, akan tetapi hal tersebut dilakukan oleh saudara mereka yang berhaji dan mereka tengah melakukan rangkaian manasik, maka mereka (kaum Muslimin yang tidak menunaikan haji) ikut serta menunaikan sebagian amal, berupa takbir, puasa, dzikir, menyembelih kurban, dan yang lainnya.

Inilah hikmah disyariatkannya hari raya-hari raya ini. Itulah hari raya-hari raya Islam. Tidak boleh ditambahkan dengan hari raya-hari raya yang lainnya. (Syarh ‘Umdatul Ahkam, 7/24).

 

Ketika Dua ‘Ied Berkumpul

Berkumpulnya dua ied, Iedul Fithri dan ‘Iedul Adh-ha tidaklah mungkin. Yang mungkin adalah berkumpulnya ‘Iedul Fithri dan  ‘Iedul Usbu’ (hari Jum’at) atau ‘Iedul Adh-ha dan ‘Iedul Usbu’ (hari Jum’at).

Dua ‘Ied berkumpul, pernah terjadi di zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Ada beberapa hadis dan atsar yang menunjukkan hal tersebut, di antaranya,

1- Hadits Zaed bin Arqam -semoga Allah meridhainya- bahwa Mu’awiyah bin Abi Sufyan –semoga Allah meridhainya- bertanya kepadanya,

هَلْ شَهِدْتَ مَعَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عِيْدَيْنِ اِجْتَمَعَا فِي يَوْمٍ وَاحِدٍ؟ قَالَ : نَعَمْ، قَالَ : كَيْفَ صَنَعَ؟ قَالَ : صَلَّى الْعِيْدَ ثُمَّ رَخَّصَ فِي الْجُمُعَةِ، فَقَالَ : مَنْ شَاءَ أَنْ يُصَلِّيَ فَلْيُصَلِّ

“Apakah kamu pernah menyaksikan bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dua hari raya berkumpul dalam satu hari?” Ia menjawab, “Iya (pernah).” Ia bertanya lagi, “Apa yang beliau perbuat?” Ia menjawab, “Beliau shalat ‘Ied, kemudian memberikan keringanan dalam hal shalat Jum’at. Maka, beliau mengatakan, Barangsiapa ingin mengerjakan (shalat Jum’at) maka silakan ia mengerjakannya.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, an-Nasai, Ibnu Majah, ad-Darimi, al-Hakim di dalam al-Mustadrak, dan ia mengatakan, “Ini hadits shahihul isnad dan keduanya tidak mengeluarkannya, dan disepakati oleh adz-Dzahabi.” Dan, Imam an-Nawawi di dalam al-Majmu’ berkata, “Isnadnya jayyid (bagus).”).

2- Hadits Abu Hurairah –semoga Allah meridhainya bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

 قَدِ اجْتَمَعَ فِى يَوْمِكُمْ هَذَا عِيْدَانِ فَمَنْ شَاءَ أَجْزَأَهُ مِنَ الْجُمُعَةِ وَإِنَّا مُجَمِّعُوْنَ

Di hari kalian ini telah berkumpul dua hari raya. Maka, barangsiapa yang ingin, (shalat ‘ied ini) telah mencukupinya dari (menghadiri shalat) Jum’at. Sementara kami akan mengerjakan shalat Jum’at.” (HR. Abu Dawud, Ibnu Majah, al-Baihaqi dan yang lainnya).

3- Hadits Ibnu Umar -semoga Allah meridhainya-, ia berkata,

اِجْتَمَعَ عِيْدَانِ عَلَى عَهْدِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَصَلَّى بِالنَّاسِ ثُمَّ قَالَ : مَنْ شَاءَ أَنْ يَأْتِيَ الْجُمُعَةَ فَلْيَأْتِهَا ، وَمَنْ شَاءَ أَنْ يَتَخَلَّفَ فَلْيَتَخَلَّفْ

“Dua hari raya berkumpul di zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau shalat mengimami orang-orang, kemudian beliau bersabda, Barang siapa ingin untuk mendatangi shalat Jum’at maka silakan ia mendatanginya. Dan, barangsiapa yang ingin tidak menghadirinya maka silakan ia tidak menghadirinya.” (HR. Ibnu Majah).

Dan, diriwayatkan oleh ath-Thabrani -di dalam al-Mu’jam al-Kabir– dengan redaksi,

اجْتَمَعَ عِيْدَانِ عَلَى عَهْدِ رَسُوْلِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمُ فِطْرٍ وَجُمُعَهٌ. فَصَلَّى بِهِمْ رَسُوْلُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَاةَ الْعِيْدِ , ثُمَّ أَقْبَلَ عَلَيْهِمْ بِوَجْهِهِ , فَقَالَ : يَا أَيُّهَا النَّاسُ , إِنَّكُمْ قَدْ أَصَبْتُمْ خَيْرًا وَأَجْرًا , وَإِنَّا مُجْمِعُوْنَ , فَمَنْ أَرَادَ أَنْ يُجْمِعَ مَعَنَا فَلْيُجْمِعْ , وَمَنْ أَرَادَ أَنْ يَرْجِعَ إِلَى أَهْلِهِ فَلْيَرْجِعْ

“Dua hari raya berkumpul di zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, yaitu, ‘Iedul Fithri dan hari Jum’at. Maka, beliau shalat ‘ied bersama mereka. Kemudian, beliau menghadapkan diri kepada mereka dengan wajahnya, lalu berkata, ‘Wahai manusia, sungguh kalian telah mendapatkan kebaikan dan pahala, dan kami akan berkumpul melaksanakan shalat Jum’at. Barangsiapa ingin berkumpul bersama kami (untuk shalat Jum’at) maka silakan ia bergabung. Dan barangsiapa ingin untuk pulang ke keluarganya, maka silakan ia pulang.

4- Hadits Ibnu Abbas -semoga Allah meridhainya- bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

اِجْتَمَعَ عِيْدَانِ فِي يَوْمِكُمْ هَذَا فَمَنْ شَاءَ أَجْزَأَهُ مِنَ الْجُمُعَةِ ، وَإِنَّا مُجْمِعُوْنَ إِنْ شَاءَ اللهِ

Dua hari raya berkumpul di hari kalian ini, maka barangsiapa yang ingin, (shalat ied ini) telah mencukupkannya dari (shalat) Jum’at. Sementara kami akan berkumpul (untuk menunaikan shalat Jum’at) insya Allah. (HR. Ibnu Majah). Dan, al-Bushairi berkata, “Isnadnya shahih dan para rawinya tsiqaat (kredibel).”

5- Dzakwan bin Shaleh -semoga Allah meridhainya- berkata,

اِجْتَمَعَ عِيْدَانِ عَلَى عَهْدِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمُ جُمُعَةٍ وَيَوْمُ عِيْدٍ فَصَلَّى ثُمَّ قَامَ، فَخَطَبَ النَّاسَ، فَقَالَ : قَدْ أَصَبْتُمْ ذِكْراً وَخَيْراً وَإِنَّا مُجْمِعُوْنَ، فَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يَجْلِسَ فَلْيَجْلِسْ -أَيْ فِي بَيْتِهِ- وَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يُجْمِعَ فَلْيُجْمِعْ

“Dua hari raya berkumpul pada zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, yaitu hari Jum’at dan hari ‘Ied. Maka, beliau shalat (‘ied) kemudian berdiri, lalu menyampaikan khutbah kepada manusia. Beliau mengatakan, ‘Kalian telah mendapatkan dzikir dan kebaikan. Dan, kami akan berkumpul (untuk menunaikan shalat Jum’at). Maka, barangsiapa suka untuk duduk maka silakan ia duduk -yakni, di rumahnya- dan barangsiapa yang suka untuk berkumpul (untuk menunaikan shalat Jum’at) maka silakan ia berkumpul’.” (HR. al-Baihaqi di dalam as-Sunan al-Kubra).

6- Dari Atho bin Abi Robah -semoga Allah merahmatinya-, ia berkata,

صَلَّى بِنَا ابْنُ الزُّبَيْرِ فِي يَوْمِ عِيْدٍ فِي يَوْمِ جُمُعَةٍ أَوَّلِ النَّهَارِ ثُمَّ رُحْنَا إِلَى الْجُمُعَةِ فَلَمْ يَخْرُجْ إِلَيْنَا، فَصَلَّيْنَا وَحْدَاناً، وَكَانَ ابْنُ عَبَّاسٍ بِالطَّائِفِ فَلَمَّا قَدِمَنَا ذَكَرْنَا ذَلِكَ لَهُ، فَقَالَ : أَصَابَ السُّنَّةَ

“Ibnu Zubair –semoga Allah meridhainya- mengimami kami dalam shalat ‘Ied pada hari Jum’at di awal siang, kemudian kami pergi untuk menghadiri shalat Jum’at. Sedangkan ia (Ibnu Zubair) tidak keluar kepada kami. Maka, kami pun shalat sendiri. Kala itu, Ibnu Abbas -semoga Allah meridhainya- berada di Thaif. Ketika ia mendatangi kami, kami sebutkan hal itu kepadanya. Ia pun berkata, “Ia telah sesuai sunnah”. (HR. Abu Dawud).

Dan, diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah dengan redaksi lain, dan ia menambahkan di akhirnya,

  قَالَ اِبْنُ الزُّبَيْرِ : رَأَيْتُ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ إِذَا اِجْتَمَعَ عِيْدَانِ صَنَعَ مِثْلَ هَذَا

“Ibnu Zubair –semoga Allah meridhainya- mengatakan, ”Saya pernah melihat Umar bin Khathab -semoga Allah meridhainya- apabila dua hari raya berkumpul (dalam satu hari) beliau melakukan seperti ini.”

7- Di dalam Shahih al-Bukhari dan Muwatho’ Malik, disebutkan dari Abu ‘Ubaid Maula Ibnu Azhar -semoga Allah merahmatinya-, ia berkata,

شَهِدْتُ الْعِيْدَ مَعَ عُثْمَانَ بْنِ عَفَّانَ فَكَانَ ذَلِكَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ فَصَلَّى قَبْلَ الْخُطْبَةِ ثُمَّ خَطَبَ فَقَالَ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ هَذَا يَوْمٌ قَدْ اجْتَمَعَ لَكُمْ فِيْهِ عِيْدَانِ فَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يَنْتَظِرَ الْجُمُعَةَ مِنْ أَهْلِ الْعَوَالِي فَلْيَنْتَظِرْ وَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يَرْجِعَ فَقَدْ أَذِنْتُ لَهُ

“Aku menyaksikan dua ‘ied bersama Utsman bin Affan -semoga Allah meridhainya- dan ketika itu adalah hari Jum’at. Maka, beliau shalat (‘ied) sebelum khutbah, kemudian, beliau berkhutbah, seraya mengatakan, ‘Wahai manusia, sesungguhnya ini adalah hari di mana di dalamnya telah berkumpul dua hari raya bagi kalian. Maka, siapa yang berasal dari kampung ‘Awali yang suka untuk menunggu pelaksanaan shalat Jum’at, maka silakan ia menunggu. Dan siapa yang suka untuk kembali (ke rumahnya), maka aku telah mengizinkannya’.”

8- Ali bin Abi Thalib -semoga Allah meridhainya-, ketika berkumpul dua hari raya dalam satu hari, ia berkata,

مَنْ أَرَادَ أَنْ يُجْمِعَ فَلْيُجْمِعْ وَمَنْ أَرَادَ أَنْ يَجْلِسَ فَلْيَجْلِسْ

“Barangsiapa yang ingin berkumpul (untuk menunaikan shalat Jum’at), maka silakan ia berkumpul. Dan, barangsiapa ingin untuk duduk maka silakan ia duduk.”

Sufyan mengatakan, yakni, ia duduk di rumahnya. (Diriwayatkan oleh Abdurrazzaq di dalam al-Mushannaf).

 

Faedah dan Pelajaran :

Dari beberapa hadits dan Atsar di atas dapat dipetik beberapa faedah dan pelajarannya, antara lain:

  1. Barangsiapa menghadiri shalat ‘Ied, maka ia diberikan keringanan untuk tidak menghadiri shalat Jum’at. Ia mengerjakan shalat Zhuhur di waktu shalat Zhuhur. Dan, jika ia ikut serta shalat Jum’at bersama khalayak, maka hal itu afdhal (lebih utama).
  2. Barangsiapa yang tidak menghadiri shalat ‘ied, maka ia tidak mendapatkan rukhshoh (keringan) untuk tidak menghadiri shalat Jum’at. Karena itu, kewajiban menunaikan shalat Jum’at tidak gugur darinya. Maka, hendaknya ia datang ke masjid untuk menunaikan shalat Jum’at. Jika ia tidak mendapatkan jumlah Jama’ah yang cukup untuk dilaksanakannya shalat Jum’at, maka ia mengerjakan shalat Zhuhur.
  3. Imam masjid untuk shalat Jum’at wajib menyelenggarakan shalat Jum’at pada hari tersebut agar orang yang ingin menghadirinya dapat melaksanakannya dan begitu pula bagi orang yang tidak menghadiri shalat ‘Ied sebelumnya, hal itu bila jumlah jama’ah yang hadir memenuhi syarat sah dilakukannya shalat Jum’at. Jika tidak terpenuhi, maka dilaksanakan shalat Zhuhur.
  4. Barangsiapa menghadiri shalat ‘Ied dan mengambil keringanan tidak menghadiri shalat Jum’at, maka ia melaksankan shalat Zhuhur setelah masuk waktu shalat Zhuhur.
  5. Di waktu ini, tidak disyariatkan untuk dikumandangkan azan kecuali di masjid-masjid yang menyelenggarakan shalat Jum’at. Maka, tidak disyariatkan adzan untuk shalat Zhuhur pada hari tersebut.
  6. Pendapat yang menyatakan bahwa ‘barangsiapa telah menghadiri shalat ‘Ied maka gugur darinya kewajiban mengerjakan shalat Jum’at dan shalat Zhuhur pada hari itu’ merupakan pendapat yang keliru (tidak benar), karena itu para ulama mencibirnya dan mereka menghukumi bahwa pendapat tersebut salah dan nyeleneh, kerena menyelisihi sunnah dan menggugurkan kewajiban tanpa dalil. Dan, barangkali saja yang berpendapat dengan itu belum sampai kepadanya tentang masalah tersebut dari sunnah dan atsar yang memberikan rukhshoh (keringanan) bagi orang yang telah menghadiri shalat ‘ied untuk tidak menghadiri shalat Jum’at, dan bahwa wajib atasnya untuk menunaikan shalat Zhuhur. (Fatwa al-Lajnah ad-Daimah Fii Maa Idza Waafaqa Yaumul ‘Ied Yaumal Jumu’ah). Wallahu A’lam.

(Redaksi)

 

Referensi :

  1. Al-Mu’jam al-Kabir, Sulaiman bin Ahmad ath-Thabrani.
  2. Al-Mujtaba Min as-Sunan, Ahmad bin Syu’aib an-Nasai.
  3. Al-Mushannaf, Abu Bakar Abdurrazzaq bin Hamam ash-Shan’ani.
  4. Al-Musnad, Ahmad bin Hanbal.
  5. al-Mustadrak ‘Ala ash-Shahihain, Muhammad bin Abdillah al-Hakim an-Naisaburi.
  6. Al-Muwatho’, Malik bin Anas al-Ashbahi.
  7. As-Sunan al-Kubra, Ahmad bin al-Husain bin Ali al-Baihaqi.
  8. Fatawa al-Lajnah ad-Daimah, Dikumpulkan dan disusun oleh Ahmad bin Abdurrazzaq ad-Duwaisy.
  9. Lisan al-‘Arob, Muhammad bin Mukrom bin Manzhur al-Afriqiy al-Mishri.
  10. Shahih al-Bukhari, Muhammad bin Ismail al-Bukhari.
  11. Shahih Ibnu Khuzaemah, Muhammad bin Ishaq bin Khuzaemah an-Naisaburi.
  12. Sunan Abi Dawud, Sulaiman bin al-Asy’ats as-Sijistani.
  13. Sunan ad-Darimiy, Abdullah bin Abdurrahman ad-Darimi.
  14. Sunan Ibnu Majah, Muhammad bin Yazid al-Qazwaini.
  15. Syarh ‘Umdatul Ahkam, Abdullah bin Abdurrahman bin Abdullah Jibrin.
  16. Syarh Bulughul Marom, Athiyah bin Muhammad Salim.
  17. Zaadul Ma’ad Fii Hadyi Khairil ‘Ibad, Muhammad bin Abi Bakar Ayyub az-Zar’i.