kuburanEdisi Th. XVIII No. 904/ Jum`at II/Rabiul Tsani 1434 H/ 08 Maret 2013 M.

Kuburan adalah tempat singgah awal kita nanti setelah masa tinggal kita di dunia berakhir dan semasa hidup kita diperintahkan untuk mengunjunginya. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi Wasallam bersabda,

كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ القُبُورِ أَلاِ فَزُورُوهَا

“Dulu aku pernah melarang kalian untuk berziarah kubur. Namun sekarang, hendaknya kalian menziarahinya.” (HR.al-Hakim, no.1394).

Namun, sungguh menyedihkan tatkala kita menyaksikan pemandangan di sebagian kuburan kaum muslimin di Indonesia dan di luar negeri sana. Mereka tidak sekadar berziarah, namun kenyataannya adalah menodainya. Di antara bentuk penodaan itu adalah,

1. Dibangun masjid di atasnya, dan dan dijadikannya kuburan sebagai masjid-masjid.

Rasulullah Shalallahu ‘alaihi Wasallam bersabda,

أَلاَ وَإِنَّ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ كَانُوا يَتَّخِذُونَ قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ وَصَالِحِيهِمْ مَسَاجِدَ أَلاَ فَلاَ تَتَّخِذُوا الْقُبُورَ مَسَاجِدَ إِنِّى أَنْهَاكُمْ عَنْ ذَلِكَ

“Ingatlah, sesungguhnya orang-orang sebelum kalian dulu menjadikan kuburan Nabi-Nabi mereka dan orang-orang shalih mereka sebagai masjid-masjid, ingatlah jangan menjadikan kuburan sebagai masjid, karena sesungguhnya aku melarang kalian dari hal tersebut.” (HR.Muslim, no.532).

Yang dipahami dari kalimat “menjadikan kuburan sebagai masjid” adalah tiga pengertian,

Pertama: Shalat di atas makam, dengan pengertian sujud di atasnya.

Kedua: Sujud dengan menghadap ke arahnya dan menjadikannya kiblat shalat dan doa.

Ketiga: Mendirikan masjid di atas makam dan tujuan mengerjakan shalat di dalamnya. (Tahdzirul Masajid min Ittikhadzil Quburi Masajid, al-Albani).

2. Shalat di atasnya.

Rasulullah Shalallahu ‘alaihi Wasallam bersabda,

اجْعَلُوا فِي بُيُوتِكُمْ مِنْ صَلاَتِكُمْ وَلاَ تَتَّخِذُوهَا قُبُورًا

“Laksanakanlah sebagian shalat kalian di rumah kalian dan janganlah kalian menjadikannya kuburan.” (HR. al-Bukhari)

Imam al-Baghawi Rahimahullah (wafat 510 H), setelah membawakan hadits di atas menyimpulkan, “Hadits ini menunjukkan bahwa kuburan bukan tempat untuk shalat.” (Syarh as-Sunnah (II/411)). Hal ini selaras dengan sabda Nabi Shalallahu ‘alaihi Wasallam, beliau Shalallahu ‘alaihi Wasallam bersabda,

الأَرْضُ كُلُّهَا مَسْجِدٌ إِلاَّ الْمَقْبَرَةَ وَالحَمَّامَ

“Bumi seluruhnya adalah masjid (tempat untuk shalat), kecuali kuburan dan kamar mandi.” (HR. Ahmad).

Ibnu Qudamah Rahimahullah (wafat 620 H) menjelaskan bahwa bumi secara keseluruhan bisa menjadi tempat shalat kecuali tempat-tempat yang terlarang untuk shalat di dalamnya, seperti kuburan. (al-Mughni, II/472).

3. Diusap-usap untuk ngalap berkah.

Sesungguhnya perbuatan seperti ini tidak disyariatkan bahkan merupakan wasilah yang mengantarkan kepada syirik. Sebagian kalangan menganggap bahwa hal seperti ini kebolehannya dikiaskan dengan menyentuh Hajar Aswad dan menciumnya. Namun, sesungguhnya kias ini tidak berdasar sama sekali; karena menyentuh Hajar Aswad dan menciumnya bukan untuk bertabarruk (mencari barakah), akan tetapi untuk mengagungkan Allah Ta’ala dan ittiba’(mengikuti) Rasul  Shalallahu ‘alaihi Wasallam.

Karena itulah Umar bin al-Khathtab Radhiyallahu ‘anhu berkata, “Sesungguhnya aku tahu bahwa engkau adalah sebuah batu yang tidak memberi manfaat dan mudharat, seandainya aku tidak melihat Rasulullah  Shalallahu ‘alaihi Wasallam menciummu, tentu aku tidak sudi menciummu.” (HR. al-Bukhari).

Berkata Imam al-Munawi as-Syafi’i, “Sabda Nabi  Shalallahu ‘alaihi Wasallam, “Aku pernah melarang kalian dari ziaroh kubur.”

Yakni karena kalian baru saja meninggalkan kekufuran. Adapun sekarang tatkala telah hilang sisa-sisa jahiliyah dan telah kokoh Islam dan jadilah kalian orang-orang yang yakin dan takwa.

Sabda Nabi  Shalallahu ‘alaihi Wasallam, “Maka ziarahilah kuburan”

Yaitu dengan syarat tidak disertai dengan mengusap kuburan atau mencium kuburan atau sujud di atasnya atau yang semisalnya, karena hal itu -sebagaimana perkataan as-Subkiy- adalah bid’ah yang mungkar, hanyalah orang-orang jahil (bodoh) yang melakukannya.” (Faidhul Qadir 5/55, At-Taisir bi syarh al-Jami’ as-Shaghir 2/439).

4. Diterangi dengan lampu.

Hal ini haram, di antaranya karena hadits Rasulullah  Shalallahu ‘alaihi Wasallam dari Ibnu Abbas Radhiyallahu anhuma beliau berkata,

لَعَنَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَائِرَاتِ الْقُبُورِ وَالْمُتَّخِذِينَ عَلَيْهَا الْمَسَاجِدَ وَالسُّرُجَ.

“Rasulullah melaknat para wanita yang menziarahi kuburan dan orang-orang yang menjadikan di atas kuburan-kuburan masjid-masjid dan lampu-lampu.” (HR. Ibnu Hibban dalam shahihnya, no 3179).

Dan juga karena beberapa alasan,

1. Perbuatan ini bid’ah, tidak dikenal para salaf shalih.

2. Perbuatan ini menyia-nyiakan harta.

3. Perbuatan ini berlebih-lebihan dalam mengagungkan kubur, lebih mirip dengan mengagungkan patung-patung.

4. Perbuatan ini menyerupai orang Majusi yang menyembah api.

Karena itulah Ibnu Hajar al-Haitsami Rahimahullah dalam kitabnya Az-Zawajir ‘an iqtiraf al-Kabair, (1/154) menyatakan, bahwa ini termasuk dosa besar.

5. Diduduki.

Rasulullah  Shalallahu ‘alaihi Wasallam bersabda,

لاَ تَجْلِسُوا عَلَى الْقُبُورِ وَلاَ تُصَلُّوا إِلَيْهَ

“Janganlah duduk di atas kuburan dan jangan shalat menghadapnya.” (HR.Muslim)

6. Dibangun dan ditulisi nama.

Jabir Radhiyallahu ‘anhu berkata,

نَهَى رَسُولُ اللهِ صَلى الله عَلَيه وسَلم أَنْ يُجَصَّصُ الْقَبْرُ وَأنْ يُقْعَدَ عَلَيْهِ وَأنْ يُبْنَى عَلَيْهِ

“Rasulullah  Shalallahu ‘alaihi Wasallam melarang menyemen kuburan, duduk di atasnya serta mendirikan bangunan di atasnya.” (HR.Muslim). Imam at-Tirmidzi Rahimahullah dan yang lainnya meriwayatkan dengan sanad yang shahih dengan tambahan lafazh,

وَأنْ يُكْتَبَ عَلَيْهِ

“…dan ditulisi.”

Imam Nawawi Rahimahullah menyatakan, “Imam Syafi’i dan para sahabat mengatakan bahwa termasuk hal yang dibenci adalah menembok kuburan, menulisi nama yang mati atau lainnya, juga membangun di atasnya. Ini tidak ada khilaf di tengah-tengah kita. Dengan mazhab ini pula Maliki, Ahmad, Dawud dan jumhur ulama telah berfatwa.” (al-Majmu’,5/260).

7. Dijadikan sebagai tempat perayan dan ritual ibadah.

Rasulullah  Shalallahu ‘alaihi Wasallam bersabda,

لا تَجْعَلُوا قَبْرِي عِيدًا وَلا بُيُوتَكُمْ قُبُورًا وَصَلُّوا عَلَيَّ وَسَلِّمُوا فَإِنَّ صَلاتَكُمْ تَبْلُغُنِي

“Janganlah kalian menjadikan kuburku sebagai ied (tempat perayaan), dan jangan(menjadikan)rumah-rumahmu sebagai kuburan, di manapun kalian berada bershalawatlah kepadaku karena shalawat kalian sampai kepadaku.” (HR.Ahmad 2/367, dishahihkan oleh al-Albani di dalam Ahkam al-Janaiz,280).

8. Ditinggikan dan dibangun kubah.

Dari Abu al-Hayyaj al-Asadi Rahimahullah, ia berkata, Ali Radhiyallahu ‘anhu berkata,

أَلاَّ أَبْعَثُكَ عَلَى مَا بَعَثَنِى عَلَيْهِ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم أَنْ لاَ تَدَعَ تِمْثَالاً إِلاَّ طَمَسْتَهُ وَلاَ قَبْرًا مُشْرِفًا إِلاَّ سَوَّيْتَهُ

“Maukah kamu saya utus atas sebuah tugas yang dulu saya diutus Nabi  Shalallahu ‘alaihi Wasallam untuk tugas itu?!(Yaitu) janganlah kamu biarkan satu patung kecuali telah kamu hancurkan dan jangan pula ada kuburan yang tinggi melainkan telah kamu ratakan.” (HR. Muslim, 969).

Demikianlah 8 perkara mengenai hal-hal yang akan menodai kuburan yang bisa kami sebutkan dalam tulisan ini. Semoga Allah Ta’ala memberikan hidayah kepada mereka-saudara kita kaum muslimin yang telah dan masih saja melakukan hal-hal di atas. Dan, semoga pula Allah Ta’ala melindungi kita dari terjerumus ke dalam perbuatan-perbuatan tersebut. Amin. Wallahu a’lam bish Shawab. (Redaksi)

 

[Sumber: Diringkas dari “Imathat al-Litsam wa Kabh al-Auham”, karya: Mamduh Farhan al-Bukhari. Edisi Indonesia: “Kuburan Agung Menyingkap Fenomena Ketergantungan Kepada Para Wali”, Darul Haq, Jakarta dengan gubahan dan tambahan dari sumber yang lainnya]