iniApakah disyariatkan bagi seorang yang berdo`a untuk mengamini do`anya sendiri? Jawaban yang kuat dan benar -wallahu a’lam- adalah ‘ya’, karena ta’mîn -sebagaimana telah disampaikan terdahulu- hakikatnya adalah do`a, yang berarti: ‘ya Allah, kabulkanlah do`aku’. Dia merupakan ringkasan do`a (mujmal) setelah do`a yang panjang lebar (mufasshal). Namun, mengingat keshahihan riwayat tentang disyariatkannya ucapan ‘aamîn’ setelah membaca surat al-Fatihah bagi si pembaca dan pendengarnya di dalam dan di luar shalat, mengingat surat al-Fatihah merupakan do`a, maka sebaiknya seorang yang berdo`a tersebut mengucapkan ‘aamîn’ sewaktu berdo`a.

Di samping itu, juga berdasarkan riwayat dari Abu Zuhair an-Numairi radhiyallahu ‘anhu, “bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah mendengar seorang lelaki sangat serius di dalam meminta (berdo`a), lalu beliau bersabda, ‘Do`anya pasti dikabulkan bila dia beri penutup’. Lalu seorang lelaki dari umatnya bertanya: ‘Dengan apa dia harus menutup do`anya?’ Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab: ‘Dengan mengucapkan ‘aamiin’. Karena, siapa saja yang menutup do`anya dengan mengucapkan ‘aamiin’, maka pasti do`anya dikabulkan‘. Lalu, si penanya itu pun menghampiri lelaki tersebut, seraya berkata, ‘Wahai si fulan, tutuplah do`amu dengan meng-ucapkan ‘aamiin’, dan bergembiralah’.” (HR. Abu Daud).

Juga, berdasarkan apa yang telah di-takhrij (dikaji riwayatnya) oleh Ibnu Mandah dari jalur Shubh bin Mikhramah, telah menyam-paikan hadîts kepadaku Abu Mushbih al-Muqri, dia berkata, “Kami pernah duduk bersama Abu Zuhair an-Numairi y -salah seorang sahabat Nabi-, lalu beliau bertutur dengan sebaik-baik penuturan, dan ketika seorang lelaki dari kami berdo`a, beliau pun berkata, Tutuplah do`amu dengan mengucapkan ‘aamiin’, karena ucapan ‘aamiin’ di dalam do`a ibarat perangko yang menempel pada kertas.”( Al-Ishabah, (7/156), no. 9940) Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah di dalam “al-Fath” (Fath al-Bari, (2/262, 11/200)) juga telah menyebutkannya dan memilih bersikap diam terhadapnya.

Dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha, dia berkata, “Inilah do`a Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam kepada Tuhannya:

اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ خَيْرَ الْمَسْأَلَةِ وَ خَيْرَ الدُّعَاءِ.. آمِيْن، اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ فَوَاتِحَ الْخَيْرِ.. آمين.

“Ya Allah, sesungguhnya aku meminta kepada-Mu sebaik-baik permintaan dan sebaik-baik do`a … aamiin, ya Allah, sesungguhnya aku meminta kepada-Mu pintu-pintu kebaikan … aamiin, dst.” dalam sebuah do`a panjang yang beliau seling-selingi dengan ucapan ‘aamiin’ sebanyak empat kali. (HR. al-Hakim di dalam “al-Mustadrak” dan dia telah menshahih-kannya, lalu disepakati oleh Imam Dzahabi).

Dan diriwayatkan pula dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu -dengan di-marfu’-kan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam -, bahwasanya beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إِذَا دَعَا أَحَدُكُمْ فَلْيُؤَمِّنْ عَلَى دُعَاءِ نَفْسِهِ

“Jika salah seorang dari kalian berdo`a, maka hendaknya dia mengamini do`anya dia sendiri.” Diriwayatkan oleh Ibnu ‘Adi dengan sanad yang sangat lemah sekali, mengingat di dalamnya ada Thalhah bin ‘Amr al-Hadhrami, yaitu seorang perawi yang ditinggalkan riwayatnya (matruk) .( As-Silsilah adh-Dha’ifah, no. 1804.)

[Sumber: Dinukil dari kitab Tashhîh ad-Du’â`, karya Syaikh Bakar bin Abdullah Abu Zaid, edisi bahasa Indonesia: Koreksi Doa dan Zikir, pent. Darul Haq Jakarta]