Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

مَنْ صَلَّى الْغَدَاةَ فِي جَمَاعَةٍ ثُمَّ قَعَدَ يَذْكُرُ اللَّهَ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ كَانَتْ لَهُ كَأَجْرِ حَجَّةٍ وَعُمْرَةٍ. قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: تَامَّةٍ تَامَّةٍ تَامَّةٍ

“’Barangsiapa shalat subuh secara berjamaah, kemudian duduk berdzikir kepada Allah hingga matahari terbit, kemudian ia shalat dua rakaat, maka baginya seperti pahala haji dan umrah.’ Beliau berkata, ‘Secara sempurna, sempurna, dan sempurna.’” (HR. Tirmidzi no. 586).

 

DERAJAT HADITS

Imam at-Tirmidzi (wafat 279 H) menilai hadits ini hasan. Meskipun ada seorang perawi bernama Abu Dhilal yang dilemahkan oleh mayoritas ulama hadits. Abu Dhilal adalah kunyah dari Hilal. Imam al-Bukhari (wafat 256 H) menyebutkan bahwa perawi ini seorang yang muqaribul hadits.(1) Inilah yang menjadi dasar penilaian Imam at-Tirmidzi atas kehasanan hadits di atas.

Syaikh al-Albani (wafat 1420 H)(2), ulama hadits kontemporer, juga menilai hadits ini hasan. Hal ini karena adanya hadits-hadits lewat jalur lain yang menguatkan. Seperti riwayat Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma. Ia berkata, “Apabila selesai dari shalat Shubuh, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak beranjak dari tempat duduknya hingga shalatlah (yang hanya) membuatnya tetap (di tempat itu). Beliau bersabda:

مَنْ صَلَّى الصُّبْحَ ، ثُمَّ جَلَسَ فِي مَجْلِسِهِ حَتَّى تُمْكِنَهُ الصَّلاةُ ، كَانَتْ بِمَنْزِلَةِ عَمْرَةٍ وَحَجَّةٍ مُتَقَبَّلَتَيْنِ

 “Barangsiapa selesai dari shalat Shubuh lalu duduk di tempatnya hingga shalatlah (yang hanya) membuatnya tetap (di tempat itu),3 maka (apa yang ia lakukan) kedudukannya seperti umrah dan haji yang diterima.” (al-Mu’jam al-Ausath no. 5602, hadits shahih lighairihi).

Ada juga riwayat dari jalur Abu Umamah radhiyallahu ‘anhu. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

مَنْ صَلَّى الصُّبْحَ فِي مَسْجِدٍ جَمَاعَةً، ثُمَّ مَكَثَ حَتَّى يُسَبِّحَ تَسْبِيحَةَ الضُّحَى، كَانَ لَهُ كَأَجْرِ حَاجٍّ وَمُعْتَمِرٍ تَامٍّ لَهُ حَجَّتُهُ وَعُمْرَتُهُ

“Barangsiapa shalat Shubuh berjamaah di Masjid, lalu tetap duduk di tempatnya hingga ia melaksanakan shalat Dhuha, maka baginya seperti pahala orang yang berhaji dan umrah, baginya pahala haji dan umrah yang sempurna.” (al-Mu’jam al-Kabir no. 7535).

 

GANJARAN YANG SANGAT BESAR

Shalat sunnah ini pahalanya sangatlah besar. Tidak tanggung-tanggung, setara dengan pahala haji dan umrah. Bukan hanya pahala haji saja, tapi ditambah dengan pahala umrah. Dua pahala ini diberikan secara sempurna tanpa dikurangi sedikit pun. Bahkan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sampai menegaskan sebanyak tiga kali, “Sempurna, sempurna dan sempurna.”

Lantas apa sih pahala haji dan umrah itu?

Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

الْعُمْرَةُ إِلَى الْعُمْرَةِ كَفَّارَةٌ لِمَا بَيْنَهُمَا وَالْحَجُّ الْمَبْرُورُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلَّا الْجَنَّةُ

“Umrah ke umrah yang lain adalah penghapus (dosa-dosa) yang ada di antara keduanya. Dan haji yang mabrur tidak ada balasan untuknya selain surga.” (HR. Bukhari no. 1773).

Inilah kesempatan emas, bagi kita yang tidak atau belum sempat menunaikan haji dan umrah ke Baitullah, baik karena kendala biaya, kesehatan, sudah lanjut usia atau yang lainnya, mengingat pahala haji dan umrah yang begitu besar. Dan rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala sangatlah luas bagi hamba-hamba-Nya.

 

SHALAT SYURUK NAMANYA

Shalat ini dikenal dengan shalat sunnah Syuruk. Disebut demikian karena dikerjakan sesaat setelah matahari terbit (syuruk) setinggi satu tombak.

 

BEDANYA DENGAN SHALAT DHUHA

Shalat Syuruk adalah shalat Dhuha. Tapi tidak semua shalat Dhuha termasuk shalat Syuruk, sedangkan shalat Syuruk termasuk shalat Dhuha. Bedanya terletak pada waktu dan ganjarannya. Jika dikerjakan di awal waktu dari terbitnya matahari sejarak satu tombak, yang diawali dengan shalat Shubuh berjamaah di masjid, kemudian tetap berdiam diri setelahnya dengan berdzikir, maka ini adalah shalat Syuruk dengan ganjaran spesial seperti yang telah disebutkan di atas.

Namun jika tidak awali dengan rangkaian ibadah di atas, sekalipun dikerjakan di awal waktu maka ini adalah shalat Dhuha. Sehingga keutamaan spesial di atas tidak didapatkan, yang diperoleh hanya keutamaan-keutamaan lain dari shalat Dhuha. Karena waktu shalat Dhuha dimulai sejak terbit matahari setinggi satu tombak hingga sesaat (sekitar 10 menit) sebelum zawal (matahari tergelincir).(4)

 

SETALI TIGA RANGKAI

Inilah keutamaan lain bagi orang yang melaksanakan shalat Syuruk. Selain mendapatkan pahala sepesial di atas, insya Allah ia juga akan mendapatkan keutamaan-keutamaan shalat Dhuha. Karena shalah Syuruk termasuk shalat Dhuha. Apa saja keutamaan shalat Dhuha:

  1. Bisa menggantikan 360 sedekah. Lihat hadits riwayat Muslim no. 720.
  2. Allah akan mencukupkan kebutuhan di waktu siangnya. Lihat hadits riwayat at-Tirmidzi no. 475, hadits shahih.

  3. Mendapatkan pahala seperti pahala orang yang umrah. Lihat hadits riwayat Abu Dawud no. 558, hadits hasan.

  4. Akan dibangunkan sebuah rumah di surga. Lihat hadits riwayat ath-Thabrani di al-Mu’jam al-Ausath no.4753, hadits hasan.

  5. Dicatat sebagai golongan hamba-hamba-Nya yang taat. Lihat hadits riwayat Ibnu Huzaimah no. 1224, hadits hasan.

 

KAPAN WAKTUNYA?

Shalat ini cukup dikerjakan dua rekaat setelah terbit matahari sejarak satu tombak, kurang lebih setelah 15 atau 20 menit. Tidak ada surat tertentu yang harus dibaca, boleh membaca surat apa saja yang dihafalnya. Tunggulah matahari benar-benar sudah terbit setinggi satu tombak, karena ketika matahari terbit adalah waktu yang dilarang untuk shalat.

Syaikh Ibnu Baaz (wafat 1420) berkata, “Disunnahkan melaksanakan shalat ini setelah terbit matahari setinggi satu tombak, yaitu sekitar sepertiga (20 menit) atau seperempat jam (15 menit) dari waktu terbitnya.” (Fatwa Syaikh Ibnu Baaz, 25/171).

 

KETIKA BERPINDAH TEMPAT

Tetap duduk di tempat dimana ia shalat bukanlah syarat mutlak untuk mendapatkan keutamaan spesial di atas. Inilah pendapat yang penulis pilih dari dua pendapat para ulama. Selama duduknya masih berada di dalam masjid, insya Allah keutamaan spesial ini akan tetap didapatkan.

Ibnu hajar berkata, “(Di tempat shalatnya) maksudnya di tempat dari areal masjid dimana ia menunaikan shalatnya. Sepertinya ini keluar dari keumumannya. Jika tidak, seperti seandainya ia beranjak ke tempat lain yang masih di areal masjid dengan tetap meniatkan diri untuk menunggu menunaikan shalat yang lain, maka ia juga akan mendapatkan keutamaan itu.”(5)

 

APA DZIKIR YANG DIMAKSUD?

Dzikir yang dimaksud bersifat umum. Sehingga bisa diisi dengan dzikir pagi atau dzikir-dzikir lain yang bersumber dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, bisa juga dengan membaca al-Qur’an dan menghafalnya, atau dengan mengisi dan mendengarkan pengajian.

 

BAGAIMANA DENGAN WANITA?

Keutamaan ini khusus bagi kaum laki-laki. Inilah pendapat Syaikh Ibnu al-Utsaimin. Beliau berkata, “Hadits itu dimaksudkan untuk kaum laki-laki saja. Hal ini karena kaum wanita tidak disyariatkan shalat berjamaah di Masjid, sehingga hanya dikhususkan bagi mereka yang wajib shalat berjamaah, yaitu kaum laki-laki. Tapi seandainyapun seorang wanita duduk di tempat shalat di rumahnya, lalu berdzikir kepada Allah hingga terbit matahari setinggi satu tombak, kemudian shalat dua rekaat, maka semoga baginya pahala atas apa yang dilakukan.”(6) Wallahu A’lam. (Saed as-Saedy, Lc.).

 

Footnote:

  1. Periwayatan haditsnya mendekati derajat hadits tsiqat (shahih), yaitu laa ba’tsa bihi (tidak mengapa) yang artinya mendekati shahih tapi tidak terlalu kuat.

  2. Lihat as-Silsilah ash-Shahihah, al-Albani, 14/15.

  3. Maksudnya ia tetap duduk di dalam masjid hanya karena ingin melaksanakan shalat

  4. Lihat asy-Syarh al-Mumti’, Muhammad bin Shalih al-Utsaimin (wafat 1421 H), 4/88.

  5. Lihat Fathul Baari, 2/470.

  6. Lihat Fatawa Nur ‘Ala ad-Darb, 10/150.