Yang Maha Bergantung Kepada-Nya Segala Sesuatu

Nama ُاَلصَّمَد ini disebutkan dalam surat al-Ikhlash, Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,

 (4) قُلْ هُوَ اللَّـهُ أَحَدٌ (1) اللَّـهُ الصَّمَدُ (2) لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ (3) وَلَمْ يَكُن لَّهُ كُفُوًا أَحَدٌ

Katakanlah (Muhammad), “Dialah Allah yang Maha Esa, Allah adalah ilah (sesembahan) yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakkan, dan tidak ada sesuatu yang setara dengan Dia. (Qs. al-Ikhlash : 1-4)

Ini adalah surat yang telah dijelaskan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa surat ini setara dengan sepertiga al-Qur’an.

قالَ النبيُّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ لأصْحابِهِ: أيَعْجِزُ أحَدُكُمْ أنْ يَقْرَأَ ثُلُثَ القُرْآنِ في لَيْلَةٍ ؟ فَشَقَّ ذلكَ عليهم وقالوا: أيُّنا يُطِيقُ ذلكَ يا رَسولَ اللَّهِ ؟ فقالَ: اللَّهُ الواحِدُ الصَّمَدُ ثُلُثُ القُرْآنِ

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepada para sahabatnya,”Apakah kalian tidak sanggup untuk membaca sepertiga dari al-Qur’an pada satu malam ?. Hal tersebut memberatkan para sahabat. Mereka mengatakan,”Siapakah yang sanggup untuk melakukannya, wahai Rasulullah ? Rasulullah pun bersabda,

اللَّهُ الواحِدُ الصَّمَدُ ثُلُثُ القُرْآنِ

Allah adalah Yang Maha Esa dan ash-Shamad (maksudnya surat yang mengandung hal ini yaitu surat al-ikhlash) merupakan sepertiga al-Qur’an.

Makna Ash-Shamad

Ash-Shamad maknanya adalah Rabb yang selalu dibutuhkan oleh semua makhluk dalam segala urusan mereka. Mereka tidak memiliki Rabb selain-Nya, tidak ada tempat untuk mereka menuju dan berlindung, kecuali hanya kepada-Nya dalam memperbaiki urusan mereka di dunia dan dalam urusan agama mereka. Mereka selalu bergantung kepada-Nya di kala musibah dan mara bahaya, menundukkan diri kepada-Nya jika ditimpa kesusahan dan mala petaka, dan beristighatsah (meminta pertolongan) di saat terkena bala’ dan ujian. Karena semua makhluk mengetahui bahwa di sisi-Nya segala kebutuhan mereka dan jalan keluar dari semua kesulitan, karena kesempurnaan ilmu, keluasan rahmat, kelembutan, kasih sayang, kekuasaan, kemuliaan, dan kekuatan-Nya.

Ibnu Jarir rahimahullah meriwayatkan dalam tafsirnya, (24/736) dari Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata, “Ash-Shamad adalah tuan yang sempurna dalam kedudukannya, yang mulia dan yang sempurna dalam kemuliaannya, yang agung dan yang sempurna keagungannya, yang lembut dan yang sempurna kelembutannya, yang kaya dan yang sempurna kekayaannya, yang perkasa dan sempurna dalam kemuliaannya, yang berilmu dan yang sempurna keilmuannya, yang hakim dan yang sempurna hikmahnya. Dialah yang sempurna dalam segala bentuk kemuliaan dan kedudukan, dan Dialah Allah. Sifat-sifat ini tidak layak, kecuali hanya bagi-Nya.”

Ucapan di atas menjelaskan bahwa nama yang mulia ini termasuk salah satu nama Allah yang baik, yang menunjukkan akan beberapa makna, bukan satu makna saja. Di dalamnya juga terdapat dalil yang menunjukkan akan banyaknya sifat Allah serta keagungan dan kesempurnaannya. Ibnu al-Qayyim rahimahullah berkata, “Ash-Shamad adalah tuan yang sempurna dalam kedudukannya. Oleh karena itulah, orang-orang Arab terdahulu menamakan pemuka mereka dengan nama ini, karena banyaknya sifat yang terpuji dalam diri orang tersebut. Sebagaimana perkataan penyair mereka:

Tidakkah orang yang menjerit itu bersegera untuk mendapatkan dua kebaikan

Bani Asad dengan ‘Amru bin Mas’ud dan dengan sayyid ash-Shamad

Ash-Shamad adalah tempat hati manusia selalu bergantung kepada-Nya dengan harapan dan rasa takut, karena banyaknya sifat terpuji yang ada padanya. Oleh kerena itu, jumhur ulama salaf di antaranya Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhu mengatakan, “Ash-Shamad adalah tuan yang sempurna dalam kedudukannya, yang berilmu dan yang sempurna dalam keilmuannya, yang menguasai dan yang sempurna kekuasaannya, yang hikmah dan yang sempurna hikmahnya, yang kasih sayang dan yang sempurna kasih sayangnya dan yang dermawan dan sempurna kedermawanannya (ash-Shawaaiq al-Mursalah 3/1025)

Beliau menjelaskan bahwa maknanya menunjukkan akan hal ini, karena dia berasal dari kata jam’u (penggabungan) dan qashdu (tujuan). Yaitu Dzat yang semua menuju kepada-Nya dan berkumpul semua sifat ketinggian. Ini asal maknanya secara bahasa. Orang Arab menamakan para pemukanya dengan ash-Shamad karena bergabungnya semua tujuan orang dan berkumpulnya kedudukan (Faidah Jalilah Fi Qawaaid al-Asma’ al-Husna, hal. 21-22)

Oleh karena itu, banyak ungkapan para salaf dalam manafsirkan makna ini, di antara mereka ada yang mengatakan, “Ash-Shamad adalah Dzat yang tidak memiliki rongga, tidak makan dan tidak minum. Di antara mereka ada pula yang mengatakan,”Dia adalah Dzat yang kepada-Nya semua makhluk membutuhkan kepada-Nya. Di antara mereka, ada yang mengatakan, “Dialah Dzat yang tidak keluar darinya sesuatu pun, yaitu tidak ada yang keluar dari-Nya seorang pun dari manusia.” Di antara mereka, ada yang mengatakan, “Dia adalah tuan yang sempurna kedudukannya.” Di antara mereka, ada yang mengatakan, “Dialah Dzat yang tidak seorang pun ada di atas-Nya.

Ibnu Jarir ath-Thabariy rahimahullah menyebutkan dalam tafsirnya (24/731-737) semua ucapan di atas dan menyebutkan juga siapa yang mengatakannya dari ulama salaf. Demikian pula dengan al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah dalam tafsirnya (8/548) serta selain keduanya dari para ulama tafsir. Semua ungkapan mereka adalah haq (benar), karena nama ini menunjukkan akan sejumlah sifat-sifat dan bukan menunjukkan akan satu sifat saja, seperti yang sudah dijelaskan.

Oleh karena itu, al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah menukilkan dari Abu al-Qasim ath-Thabrani rahimahullah dalam kitabnya “As-Sunnah” setelah menyebutkan kebanyakan dari ucapan para ulama tentang tafsir ash-Shamad, beliau berkata, “Semua ucapan ini benar dan ini merupakan sifat Rabb kita. Dialah yang selalu bergantung kepada-Nya semua makhluk dalam segala kebutuhannya dan Dialah yang memiliki kedudukan tertinggi. Dialah Ash-Shamad yang tidak berongga, tidak makan, dan tidak minum serta Dialah Yang Mahakekal, bukan seperti makhluk-Nya.”

Al-Baghawi rahimahullah berkata, “Yang paling utama adalah diterimanya semua penafsiran tersebut, karena memang dia sesuai. Maka tidak ada di alam ini ash-Shamad melainkan Allah ‘Azza wa Jalla semata, Yang Maha agung dan Kuasa atas segala sesuatu. Itu adalah nama khusus bagi Allah ‘Azza wa Jalla, yang memiliki nama-nama yang baik dan sifat-sifat yang mulia.

لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ ۖ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ

Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (Qs. asy-Syura : 11) (Ma’aalim at-Tanziil, 2/187)

Syaikh Muhammad al-Amin Asy-Syinqithi berkata, “Yang terkenal dalam ucapan orang Arab pemutlakan nama Ash-Shamad bagi tuan yang agung dan atas sesuatu yang tidak berongga. Maka Allah adalah tuan yang merupakan tempat manusia bersandar dan berlindung ketika musibah dan kesusahan. Dialah yang tersucikan dari sifat-sifat makhluk, seperti makan dan selainnya. Mahasuci Allah dari semua hal itu (Adwa’ al-Bayaan 2/187)

Seorang hamba wajib tidak meminta kebutuhannya kecuali kepada-Nya dan tidak bertawakkal kecuali hanya kepada-Nya

Apabila seorang hamba telah mengetahui bahwa Allah ‘Azza wa Jalla tersifati dengan kesempurnaan dan kemuliaan, dan bahwasanya tidak ada sesuatu pun yang di atas-Nya, tidak ada sesuatu pun yang melemahkan-Nya, dan Dia adalah tempat bergantung dan berlindung semua makhluk, tidak ada tempat berlindung dan keselamatan, kecuali kepada-Nya, Dialah satu-satunya tempat manusia berlari, Dialah satu-satunya tempat bergantung semua makhluk dalam meminta kebutuhan dan keperluan mereka, maka wajib untuk dia tidak berlindung, kecuali kepada-Nya dan tidak meminta kebutuhannya kecuali kepada-Nya dan tidak bertawakkal kecuali hanya kepada-Nya.

أَمَّنْ يُجِيبُ الْمُضْطَرَّ إِذَا دَعَاهُ وَيَكْشِفُ السُّوءَ وَيَجْعَلُكُمْ خُلَفَاءَ الْأَرْضِ ۗ أَإِلَٰهٌ مَعَ اللَّهِ ۚ قَلِيلًا مَا تَذَكَّرُونَ

Bukankah Dia (Allah) yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila dia berdoa kepada-Nya, dan menghilangkan kesusahan dan menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah (pemimpin) di bumi ? Apakah di samping Allah ada tuhan (yang lain) ? Sedikit sekali (nikmat Allah) yang kamu ingat (Qs. an-Naml : 62).

Wallahu a’lam

(Redaksi)

Sumber :
Fikih Asma’ul Husna, Prof. Dr. Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin al-Abbad al-Abadr