عَن أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ رِوَايَةً قَالَ: إِذَا أَصْبَحَ أَحَدُكُمْ يَوْمًا صَائِمًا فَلَا يَرْفُثْ، وَلَا يَجْهَلْ، فَإِنْ امْرُؤٌ شَاتَمَهُ أَوْ قَاتَلَهُ، فَلْيَقُلْ: إِنِّي صَائِمٌ، إِنِّي صَائِمٌ

 “Dari Abu Hurairah, ia meriwayatkan bahwa Nabi a bersabda, ‘Jika salah satu diantara kalian di pagi hari sedang berpuasa, maka janganlah berkata keji dan berbuat bodoh, dan jika ada seseorang mencelanya atau memeranginya maka hendaklah dia berkata kepadanya, ‘Sesungguhnya aku sedang berpuasa, sesungguhnya aku sedang berpuasa.’” (HR. Muslim no. 1151).

 

Penjelasan hadits

Dalam hadits yang mulia di atas Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam menjelaskan kaidah-kaidah kepada kita semua agar puasa diterima oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, kaidah-kaidah tersebut adalah:

  1. Berniat hendak berpuasa

Barang siapa yang di pagi harinya sedang berpuasa tentulah dia sudah berniat sebelumnya, karena sah dan tidaknya amal tergantung pada niatnya. Niat puasa wajib dimulai sebelum fajar shadiq berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:

مَنْ لَمْ يُجْمِعِ الصِّيَامَ قَبْلَ الْفَجْرِ فَلا صِيَامَ لَهُ

 “Barangsiapa yang tidak berniat puasa sebelum fajar maka tidak ada puasa baginya.” (HR. at-Tirmidzi no. 730).

Adapun niat puasa sunnah dibolehkan berniat setelah fajar selama belum melakukan hal-hal yang membatalkan puasa sebelumnya, berdasarkan hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anhu:

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَأْتِينِي، فَيَقُولُ: أَعِنْدَكِ غَدَاءٌ؟ فَأَقُولُ: لَا، فَيَقُولُ: إِنِّي صَائِمٌ

 “Rasulullah mendatangiku (di pagi hari), lalu beliau bertanya, ‘Apakah engkau mempunyai makan pagi,’ maka aku menjawab, ‘Tidak punya,’ lalu beliau berkata, ‘Sesungguhnya aku berpuasa.’” (HR. At-Tirmidzi, no. 734).

Adapun tempat niat adalah dalam hati, Syaikhul islam berkata, “Tempat niat adalah hati bukan lisan, menurut kesepakatan para imam kaum muslimin dalam semua ibadah; bersuci, shalat, zakat, puasa, haji, memerdekakan budak, berjihad dan yang lainnya. Dan jika dia melafadzkan niatnya dan menyelisihi niat yang ada dalam hatinya maka yang dianggap adalah niat yang ada di hatinya bukan lisannya. Dan jika dia melafadzkan niatnya dan tidak berniat di dalam hatinya maka itu tidak cukup menurut kesepakatan para imam kaum muslimin.” (Al-Fatawa al-Kubra, 2/88). 

  1. Menjaga seluruh anggota tubuh dari hal-hal yang diharamkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala

Hakikat puasa adalah menjaga perut, lisan dan anggota tubuh lainnya dari kemaksiatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Syaikh Abdurrazzaq al-‘Abbad al-Badr berkata, “Wahai hamba Allah, sesungguhnya hakikat puasa itu ialah puasa anggota badan dari kemaksiatan, puasa lisan dari menggunjing, mengadu domba, dan berkata buruk, puasa perut dari makanan dan minuman, puasa hati dengan mensucikannya dari sifat dendam, dengki, iri hati dan yang semisalnya, dan puasanya kemaluan dengan menjauhkannya dari perzinaan. Maka inilah kunci puasa, wahai hamba Allah, yang mampu mewujudkan dampak dan buah yang sempurna.”

Pertama yang wajib dijaga oleh seorang muslim ketika berpuasa adalah hatinya, karena hati adalah bagai raja dalam tubuh manusia. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

أَلَا وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً ، إِذا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ ، وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ ، أَلَا وَهِيَ الْقَلْبُ

 “Ketahuilah bahwa dalam tubuh terdapat segumpal daging, jika ia baik maka seluruh tubuh akan menjadi baik, dan jika ia rusak maka seluruh tubuh akan menjadi rusak, ketahuilah ia adalah hati.” (HR. Muslim no. 1599).

Setelah menjaga hatinya, seseorang juga harus menjaga lisan dan anggota tubuh lainnya. Banyak sekali dalil yang menjelaskan tentang ancaman bagi orang yang berpuasa tetapi tidak menjaga anggota tubuhnya dari perkara-perkara haram, diantara ialah:

a. Puasanya tidak dibutuhkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala

مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ ، فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِي أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ

 “Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan tidak meninggalkan kemaksiatan, maka Allah tidak butuh (puasanya) ketika ia meninggalkan makan dan minumnya.” (HR. Al-Bukhari no. 1903).

b. Hanya mendapatkan haus dan dahaga

رُبَّ صَائِمٍ حَظُّهُ مِنْ صِيَامِهِ الْجُوعُ وَالْعَطَشُ

 “Kerap kali orang yang berpuasa hanya mendapatkan bagian puasanya berupa lapar dan dahaga.” (HR. Ahmad, no. 8856).

c. Menjadi orang yang merugi

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “‘Apakah kalian tahu siapakah hakikatnya orang yang merugi itu?’ Mereka menjawab, ‘Orang yang merugi di antara kami adalah orang yang tidak mempunyai uang dirham dan tidak punya perkakas rumah,’ maka beliau menjelaskan, ‘Sesungguhnya hakikat orang yang merugi dari ummatku adalah orang yang membawa (pahala) shalat, puasa, zakat, dan dia telah mencela orang ini, menuduh berzina orang ini, telah menumpahkan darah orang ini, telah memukul orang ini, maka orang ini diambilkan dari kebaikan-kebaikannya, dan orang yang lain diambilkan dari kebaikan-kebaikannya, jika kebaikan-kebaikan orang tersebut telah habis sebelum dosa-dosanya terterbus maka diambillah kesalahan orang tersebut untuk ditimpakan kepadanya, hinga ia akhirnya disungkurkan ke dalam api neraka.” (HR. Muslim no. 2581). 

d. Tidak ada kebaikan baginya dan dia termasuk penduduk neraka

قِيلَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّ فُلانَةَ تَقُومُ اللَّيْلَ , وَتَصُومُ النَّهَارَ ، وَتَفْعَلُ ، وَتَصَّدَّقُ ، وَتُؤْذِي جِيرَانَهَا بِلِسَانِهَا ؟ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ ، صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : لا خَيْرَ فِيهَا ، هِيَ مِنْ أَهْلِ النَّارِ ، قِيلَ : وَفُلانَةُ تُصَلِّي الْمَكْتُوبَةَ ، وَتَصَّدَّقُ بِالأَثْوَارِ , وَلا تُؤْذِي أَحَدًا ؟ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : هِيَ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ

 “Mereka (para sahabat) bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, ‘Wahai Rasulullah, bahwasannya si fulanah melakukan shalat malam, puasa di siang hari, beramal, bersedekah, hanya saja dia menyakiti tetangga dengan lisannya,’ beliau menjawab, ‘Tidak ada kebaikan baginya, dan dia termasuk penduduk neraka.’ Lalu mereka bertanya lagi, ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya si fulanah mendirikan shalat lima waktu, dia bersedekah dengan secuil keju kering dan tidak menyakiti siapapun,’ lantas beliau menjawab, ‘Dia termasuk penduduk surga.’” (HR. Al-Bukhari dalam al-Adabul Mufrad, no. 119). 

  1. Bersabar selama berpuasa

Seseorang harus bersabar saat puasa, sebagaimana yang diisyaratkan oleh sabda beliau di atas, yaitu disyariatkan untuk mengucapkan, “Sesungguhnya aku sedang berpuasa.” Bahkan beliau memerintahkan untuk mengucapkannya dua kali. Ini menunjukkan pentingnya sabar ketika berpuasa.

Saudaraku sekalian, marilah kita jadikan momentum emas ini sebagai kesempatan untuk meraup pahala sebanyakbanyaknya.

Semoga dengan melakukan ibadah puasa ini kita dapat predikat takwa dan menjadi hamba Allah yang dipersilahkan untuk memasuki surga melalui pintu ar-Rayyan. Amiin. Wallahu a’lam. (Abu Sa’ad Muhammad Farid, Lc).

 Referensi:

  1. Shahih al-Bukhari
  2. 2. Shahih Muslim
  3. Fatawa al-Kubra, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, dll.