Naskah Hadits

Hadits Pertama

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَامِرِ بْنِ رَبِيْعَة قاَلَ: “لَقَدْ أَدْرَكْتُ أَبَا بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ -رضي الله عنهم- وَمَنْ بَعْدَهُمْ فَلَمْ أَرَهُمْ يَضْرِبُوْنَ اْلمَمْلُوْكَ فيِ اْلقَذْفِ إِلاَّ أَرْبَعِيْنَ”. رواه مالك والثوري في جامعه

Dari Abdullah bin ‘Amir bin Rabi’ah, ia berkata, “Aku telah berjumpa dengan Abu Bakar RA, Umar RA dan Utsman RA dan para khalifah setelah mereka namun tidak melihat mereka mencambuk seorang budak dalam masalah Qadzf (menuduh berzina) selain 40 kali.”

Kualitas Hadits

Derajat hadits ini Shahih. Pengarang buku Awjaz al-Masaalik Fii Syarh Muwaththa’ Maalik mengatakan, “al-Baihaqi mengeluarkannya dari riwayat Yahya bin Bukair dari Malik dari Abu az-Zinad, kemudian berkata, ‘Dan diriwayatkan juga oleh ats-Tsauri, dari Abu az-Zinad, (ia berkata) Abdullah bin ‘Amir bin Rabi’ah menceritakan kepadaku, ia berkata, ‘Aku telah bertemu dengan Abu Bakar, Umar, Utsman dan para khalifah setelahnya namun tidak pernah melihat mereka mencambuk budak dalam masalah Qadzf selain 40 kali.”

Hadits Kedua

عَنْ أَبيِ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “مَنْ قَذَفَ مَمْلُوْكَهُ يُقَامُ عَلَيْهِ اْلحَدُّ يَوْمَ اْلقِيَامَةِ إِلاَّ أَنْ يَكُوْنَ كَمَا قَالَ.” متفق عليه

Dari Abu Hurairah RA, ia berkata, “Rasulullah SAW bersabda, ‘Barangsiapa yang menuduh budaknya berzina, maka ia akan dikenakan hukuman Hadd pada hari Kiamat kecuali (memang) seperti apa yang ia katakan.” (Muttafaqun ‘alaih)

Pelajaran Hadits

1. Atsar yang diriwayatkan tiga dari al-Khulafa’ ar-Rasyidun; Abu Bakar RA, ‘Umar RA dan ‘Utsman RA bahwa bila seorang hamba/budak menuduh laki-laki yang sudah menikah berzina, maka hukuman Hadd yang dikenakan kepadanya separuh dari Hadd untuk laki-laki merdeka. Sebab Hadd laki-laki merdeka adalah sebanyak 80 kali cambuk sebagaimana firman Allah SWT, “Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang-orang saksi, maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera” (QS.an-Nur:4) sedangkan terhadap budak, maka hukumannya separuh dari Hadd orang merdeka sebagaimana firman-Nya, “Dan apabila mereka telah menjaga diri dengan kawin, kemudian mereka mengerjakan perbuatan yang keji (zina), maka atas mereka separo hukuman dari hukuman bagi wanita-wanita merdeka bersuami.” (QS.an-Nisa’:25). Hal ini merupakan ijma’ empat imam madzhab terkemuka.

2. Sedangkan hadits kedua, menunjukkan haramnya majikan menuduh budaknya berzina padahal berdusta sebab para budak juga memiliki perasaan sama seperti orang lain. Di dalam kitab ash-Shahihain, dari hadits Abu Dzarr RA bahwasanya Nabi SAW bersabda, “Saudara-saudara kamu yang Allah jadikan mereka di bawah kekuasaan kamu.”

3. Adapun bila sang majikan menuduh budaknya berzina, maka di dunia ia tidak dikenakan hukuman Hadd sebab hukum-hukum Hadd itu merupakan penebus dosa bagi orang yang dikenakan atasnya. Selama siksaan di akhirat menantinya dan ia dikenakan hukuman Hadd atas hal itu, maka itu merupakan bukti bahwa ia tidak dapat dikenakan Hadd di dunia. Pendapat yang menyatakan bahwa sang majikan tidak dikenakan Hadd di dunia merupakan ijma’ para ulama.

4. Di dalam kitab Syarh al-Iqna’, pengarangnya mengatakan, “Hukum Qadzf diharamkan kecuali dalam dua tempat: Pertama, bila seorang suami melihat isterinya berzina dalam keadaan suci di mana ia belum menyetubuhinya, sekali pun pada selain farjinya, lalu melakukan Azl (mengeluarkan mani di luar farji) terhadapnya, kemudian isterinya itu hamil yang diperkirakan akibat perbuatan laki-laki yang berzina dengannya; maka wajib meng-Qadzf isterinya tersebut (menuduhnya berzina) dan menafikan anak yang dikandungnya itu sebagai anaknya sebab secara yakin bahwa anak tersebut adalah hasil dari zina.

Kedua, bila ia melihat isterinya berzina sementara ia belum melahirkan sesuatu yang mesti dinafikan, perbuatan zinanya sudah santer di kalangan masyarakat, ada orang yang dapat dipercaya memberitahukan kepadanya atau yang semisal itu; maka tidak wajib meng-Qadzf-nya sebab ia bisa saja menceraikannya. Dan ini adalah lebih baik daripada meng-Qadzf-nya sebab lebih menutup aibnya.

(SUMBER: Tawdhiih al-Ahkaam Min Buluugh al-Maraam karya Syaikh Abdullah bin Abdurrahman al-Bassam, Jld.V, hal.302-303)