وعن ابن عباس – رضي الله عنهما – قال: قال رسول الله -صلى الله عليه وسلم-: إن الله تجاوز لي عن أمتي الخطأ والنسيان، وما استكرهوا عليه حديث حسن، رواه ابن ماجه والبيهقي وغيرهما.

“Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuberkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:”Sesungguhnya Allah memaafkan perbuatan umatku karena kekeliruan mereka, lupa atau sesuatu yang dipaksakan kepadanya.”(Hadits hasan riwayat Ibnu Majah, Baihaqi dan selain mereka berdua)

Hadits ini diriwayatkan dari beberapa jalan dengan sanad-sanad yang lemah dan memiliki cacat (illat hadits), dan memiliki beberapa syahid (penguat) tetapi tidak ada satupun penguat hadits itu yang shahih. Akan tetapi makna hadits ini shahih dan diamalkan oleh para ulama. Ibnu Hajar rahimahullah berkata dalam kitab beliau an-Nukat, bahwa salah satu sifat hadits itu bisa diterima adalah sepakatnya ulama dalam mengamalkan kandungan hadits itu, maka ahdits tersebut doterima dan wajib beramal dengannya dan beliau menyebutkan beberapa contoh (an-Nukat ‘ala Kitab Ibnu Shalah)

Hadits ini di dalamnya terdapat kemurahan Allah Jalla wa ‘Alaa dan rahmat-Nya kepada kaum mukminin, Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda dalam hadits tersebut:

إن الله تجاوز لي عن أمتي الخطأ والنسيان، وما استكرهوا عليه

”Sesungguhnya Allah memaafkan perbuatan umatku karena kekeliruan mereka, lupa atau sesuatu yang dipaksakan kepadanya.”
Di dalam sabda beliau: إن الله تجاوز لي(Sesungguhnya Allah memaafkan perbuatan umatku) difahami bahwa ini adalah kekhususan bagi umat ini (Islam), adapun selain umat ini apabila berkeinginan melakukan kebaikan maka tidak dicatat sebagai kebaikan, dan apabila berkeinginan melakukan keburukan dan tidak jadi melakukannya, tidak ditulis baginya kebaikan dan juga dalam kekhususan-kekhususan yang lain. Di antaranya, Allah memaafkan umat ini karena kekeliruan mereka dan kelupaan mereka.

Ibnu Abdul Qawiy rahimahullah:”Dan hadits ini luas manfaatnya, besar pengaruhnya dan pantas untuk dinamakan separuh syariat, karena perbuatan manusia bisa jadi dilakukan dengan kesadaran dan kesengajaan, atau dilakukan dengan tanpa disengaja dan itu adalah kekeliruan, lupa atau karena dipaksa dan jenis ini adalah dimaafkan adapun yang pertama maka dia dicatat dan diperhitungkan (kalau melakukan perbuatan maksiat dengan sengaja maka dicatat sebagai dosa dll). Jadi hadits ini adalah separuh agama dilihat dari sisi ini.

Ketika turun firman Allah Subhanahu wa Ta’ala di dalam akhir surat al-Baqarah:

وَإِنْ تُبْدُوا مَا فِي أَنْفُسِكُمْ أَوْ تُخْفُوهُ يُحَاسِبْكُمْ بِهِ اللَّهُ فَيَغْفِرُ لِمَنْ يَشَاءُ وَيُعَذِّبُ مَنْ يَشَاءُ

“Dan jika kamu menampakkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu menyembunyikannya, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu. Maka Allah mengampuni siap yang dikehendaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Ny”(QS. Al-Baqarah 284);

Maka para sahabat merasakan kesusahan dan kesempitan dalam dada mereka sampai turun firman Allah:

لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا

“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya.” (QS. Al-Baqarah 286)

Maka para sahabat radhiyallahu ‘anhum berdoa dengan ayat ini, maka Allah menjawab:

قد فعلت

“Aku telah melakukannya (mengabulkan doa kalian)

Maka firman Allah diatas sejalan dengan makna hadits ini, bahkan hadits ini adalah sesuai makna ayat. Maka ini menunjukkan bahwa barang siapa yang keliru, lupa dan terpaksa maka tidak ada dosa bagi mereka, dan ini khuisus pada hukum-hukum taklifi saja. Adapun hukum Wad’i maka seseorang diberikan sanksi karena karena kekeliruan dan kelupaan mereka. Maksudnya apa-apa yang berkaitan dengan jaminan maka apabila seseorang membunuh seseorang atau merusak harta seseorang karena keliru atau lupa maka dia diharuskan membayar sanksi.

(Sumber Syarah Hadits Arbain oleh Syaikh Shalih bin Abdul Aziz Alu Syaikh dan ad-Durar as-Saniyah oleh Abu Yusuf Sujono)