Allah Subhaanahu wa Ta’ala telah mengutus Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam dengan membawa risalah dakwah yang memenuhi hati manusia dengan cahaya, membuat akal terang benderang penuh petunjuk. Maka orang-orang yang cerdik dan berakalpun segera ber-bondong-bondong menyambut dakwah ini, termasuk para wanita dan remaja yang fitrahnya masih bersih dan terjaga. Kondisi ini membuat kesal dan marah orang-orang kafir Quraisy dan akhirnya mereka melancarkan intimidasi, ancaman-ancaman dan siksaan yang pedih kepada kaum muslimin.

Tatkala Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam melihat apa yang menimpa para shahabatnya ini, sedangkan kala itu mereka masih belum memiliki kekuatan yang memadai maka beliau mengizinkan para shahabat untuk hijrah ke Habsyah kemudian ke Madinah.

Ada banyak hikmah dan pelajaran penting yang dapat kita ambil dari hijrahnya Nabi ini, diantaranya adalah:

Keharusan untuk memadukan antara usaha (melakukan sebab) dengan tawakal.

Hal ini nampak ketika dengan diam-diam Ali ra menggantikan posisi Nabi di tempat tidurnya, juga kepergian Nabi yang hanya ditemani Abu Bakar Radhiallaahu ‘anhu saja tanpa kaum muslimin yang lain. Selain itu Nabi juga menyewa Abdullah bin Uraiqith Al Laitsi seorang penunjuk jalan. Nampak pula bagaimana Nabi menjaga rahasia kepergiannya ini yang hanya diketahui oleh beberapa orang tertentu saja sehingga kabarnya tidak sampai tersebar dikalangan kafir Quraisy.
Hanya saja apa yang diusahakan Nabi tersebut bukanlah semata-mata menjadi tumpuan. Bahkan hatinya tetap tertambat dan bertawakal secara penuh kepada Allah semata.

Keharusan ikhlas dan menjauhi kepentingan-kepentingan pribadi.

Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam bukanlah orang yang tak punya reputasi lalu dengan dakwahnya ia menghendaki nama besar, bukan pula seorang yang menginginkan harta dunia yang melimpah, lalu dengan dakwahnya ia menghendaki harta yang bertumpuk, sama sekali tidak.

Bersikap tengah-tengah dalam kondisi lapang maupun sempit.

Ketika Nabi keluar dari Makah karena terpaksa beliau tidak merasa kecil dan tidak merasa hina, kepercayaannya kepada Allah tetaplah utuh tidak memudar ataupun berkurang sedikitpun. Sebaliknya ketika Allah memberi kemenangan dengan ditaklukkannya kota Mekah beliau tidak lantas menyombongkan diri dan merasa besar. Kehidupannya ketika pergi terusir dari Mekah tetaplah sama dengan ketika datang lagi untuk menaklukkannya.

Keyakinan bahwa keberuntungan adalah bagi orang yang bertakwa.

Orang-orang yang picik pikirannya menyangka bahwa dengan hijrahnya Nabi maka berarti bahwa dakwahnya telah gagal berantakan, sehingga putus asa dan pergi meninggalkan kampung. Padahal sebenarnya dibalik hijrah ini terdapat pelajaran yang jelas dan nyata bahwa akhir yang baik (al ‘aqibah) adalah hanya bagi orang-orang yang bertakwa.

Keteguhan ahlul iman dalam kondisi sulit.

Hal ini tergambar dalam dalam jawaban Nabi kepada Abu Bakar Radhiallaahu ‘anhu ketika berada dalam gua. Abu bakar berkata: “Demi Allah wahai Rasulullah, jika salah satu dari mereka melihat jejak-jejak telapak kaki yang ada tentu mereka akan menemukan kita. Maka dengan tenang Nabi menjawab: “Apa pendapatmu tentang dua orang, sedangkan Allah adalah ketiganya.” Inilah contoh dari sikap tulus, teguh, yakin dan bersandar hanya kepada Allah.

Barang siapa menjaga agama Allah maka Allah akan menjaganya.

Pelajaran ini diambil dari peristiwa ketika Nabi akan dibunuh dan diusir oleh para pembesar Quraisy maka Allah menyelamatkan beliau setelah berhasil menaburkan debu ke muka mereka. Sehingga loloslah Nabi dari kepungan mereka dalam keadaan selamat.
Demikianlah ketetapan yang selalu berlaku, yaitu barang siapa yang menjaga agama Allah maka Allah akan menjaganya. Dan penjagaan Allah yang terbesar adalah penjagaan supaya tetap diatas agamaNya. Penjagaan ini mencakup juga penjagaan terhadap fisik, namun bukan berarti terjaga secara terus-menerus sebab terkadang seorang muslim juga tertimpa musibah yang berkaitan dengan fisik, kehormatan atau hartanya untuk mengangkatnya ke derajat yang lebih tinggi.

Bahwa pertolongan harus melalui kesabaran.

Sebenarnya sangatlah mudah bagi Allah untuk menghilangkan seluruh gangguan dan kesulitan yang menimpa Nabi bahkan secara sekaligus. Namun telah menjadi sunatullah bahwa ujian berat selalu menimpa para nabi agar jelas bagi semua orang bagaimana kesabaran mereka sehingga berhak mendapatkan pahala dan kedudukan yang agung. Ini juga memberi pelajaran kepada para da’i bagaimana menghadapi situasi sulit dalam berdakwah dan bersabar dari gangguan yang besar maupun yang kecil.

Perlunya sikap santun dan menghadapi keburukan dengan ihsan.

Ketika Nabi belum berhijrah, beliau banyak menerima perlakuan-perlakuan buruk dan ujian yang menyakitkan, namun beliau tetap bersikap ramah dan memberi maaf. Demikian pula ketika kembali lagi ke Mekah dan berhasil membebaskan kota itu beliau tetap santun dan memaafkan siapa saja yang dulu pernah menyakitinya.

Pengaruh iman yang begitu jelas.

Yaitu kaum muslimin tetap mampu mengangkat kepala (mulia) dalam keadaan bagaimanapun dengan keimanan mereka. Mereka mampu bersabar dalam kesulitan. Penampilan dan kebesaran para taghut musuh Islam amatlah kecil dimata mereka sehingga tidak menyiutkan nyali.

Penyebaran dan kuatnya Islam.

Ini termasuk faedah dari hijrah, sebab ketika Islam berada di Makah hanya dikelilingi oleh manusia-manusia batil hingga sulit untuk berkembang. Sementara itu orang yang meniti al-haq kondisinya sungguh menyedihkan. Maka dengan hijrah inilah suara Islam menggaung sehingga kebatilan lenyap, hilang segala kepahitan dan kehidupan kaum muslimin menjadi penuh kemuliaan dan izzah.

Barang siapa meninggalkan sesuatu karena Allah maka Allah akan menggantinya dengan yang lebih baik.

Ketika kaum Muhajirin pergi meninggalkan kampung halaman, keluarga, harta dan seluruh miliknya yang dicintai semata-mata karena Allah, maka Allah menggantikannya dengan kemenangan dan terbukanya mata dunia. Membentanglah pengaruh Islam dari ujung barat hingga belahan timur dunia.

Berdirinya hukumah islamiyah dan komunitas masyarakat Islam.

Bersatunya orang Arab dan terangkatnya eksisitensi mereka.

Catatan penting tentang mulia-nya kedudukan kaum Muhajirin dan Anshar.

Keistimewaan kota Madinah.

Sebelum kedatangan Islam Madinah bukanlah negeri yang dikenal memiliki keutamaan dan kelebihan. Dan semenjak hijrahnya Nabi kesana barulah keutamaan itu muncul, seiring juga dengan berpindahnya wahyu kesana hingga akhirnya Allah menyempurnakan agama Islam dan mencukupkan nikmatNya yang amat besar.

Kehebatan metode pendidikan Nabi.

Hijrah telah membuktikan hal ini, sebab dari sini muncul para shahabat yang profesional untuk regenerasi dalam menegakkan hukum syari’at Allah, menjalankan perintah-perintahNya dan berjihad di jalanNya.

Pentingnya peran dan fungsi masjid bagi umat.

Ketika Nabi sampai di madinah maka pertama kali yang beliau lakukan adalah membangun masjid. Ini sangat penting untuk menampakkan syiar Islam yang selama ini dimusuhi, selain itu juga untuk menunaikan shalat sebagai pengikat antara seorang hamba dengan Rabbnya. Termasuk dari fungsi masjid adalah sebagai tempat bertolak dan berpijaknya para pasukan ilmu, dakwah dan jihad.

Besarnya peran kaum wanita.

Yaitu peran yang dilakukan Aisyah dan saudarinya Asma’ Radhiallaahu ‘anha, mereka berdua termasuk sebaik-baik orang yang membantu kelancaran hijrah Nabi. Mereka tidak terlalu sedih dan mencemaskan kepergian ayahnya Abu Bakar Radhiallaahu ‘anhu yang selalu diintai marabahaya. Mereka berdua juga menyimpan rahasia hijrahnya Nabi

Besarnya peran pemuda.

Ini nampak dalam peran yang dilakukan oleh Ali bin Abi Thalib Radhiallaahu ‘anhu yang tidur diatas tempat tidur Nabi pada malam hijrah. Demikian pula Abdullah bin Abu Bakar Radhiallaahu ‘anhu yang setiap hari menyampaikan perkembangan dan berita-berita tentang orang-orang kafir Quraisy kepada Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan ayahnya.

Terjalinnya ukhuwah islamiyah dan lenyapnya semangat ashobiyah, golongan dan kesukuan.

Disarikan dari buku Kalimat Mutanawwi’ah fi Abwab Mutafarriqah, Muhammad bin Ibrahim Al Hamd, juz 4 h. 14-22 (Dept. Ilmiah).