Perbedaan hari raya Idul Fitri, 1 Syawwal 1432 H di Tanah Air sulit dihindari. Menyusul ketinggian hilal pada 29/8 diseluruh wilayah Indonesia hanya 1-2 derajat di atas ufuk.

‘Dalam kondisi itu, hilal tidak mungkin bisa diamati dengan mata telanjang,’ kata peneliti senior Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional, Thomas Djamaluddin, Kamis (26/8). Ia menambahkan bahwa potensi berbeda besar.

Kondisi ini, kata Thomas, berbeda dengan awal Ramadlan. Pada akhir Sya’ban tinggi bulan di Indonesia sekitar 7 derajat, cukup tinggi untuk bisa diamati. Dampak posisi hilal yang rendah itu maka, bagi kalangan yang menggunakan criteria wujudul hilal (hilal wujud di atas ufuk dengan prinsip wilayatul hukmi Indonesia), maka dipastikan Idul Fitri jatuh pada tanggal 30/8 .

Sedangkan kalangan yang memakai criteria visibilitas hilal (imkan rukyat), maka besar kemungkinan berhari raya pada 31/8. Menurut criteria tersebut, batas ketinggian hilal yang bisa dirukyat mesti berada pada di atas 2 derajat.

Thomas menekankan kemungkinan potensi pelaksanaan berbeda baik Idul Fitri ataupun Idul Adha. Menyikapi hal itu, selama belum ada kesamaan criteria, maka ia mengajak semua pihak saling menghormati. Tetapi, ke depan, ia menyarankan agar Indonesia memiliki criteria hilal yang satu. Terdapat tiga syarat utama untuk mewujudkannya. Indonesia sudah memenuhi dua syarat yaitu, batas wilayah dan otoritas tunggal dalam hal ini menteri agama. Tetapi, Indonesia belum memiliki kesamaan criteria.

Nahdlatul Ulama mendukung upaya penyamaan. Langkah intensif telah dilakukan. Tetapi disadari, kata Ketua Lajnah Falakiyyah Nahdlatul Ulama (NU), Ghazalie Masroerie, penyamaan tersebut membutuhkan sikap toleransi dari masing-masing pihak.

Ghazalie juga meminta semua pihak agar tak mengaitkan perbedaan berpuasa atau berhari raya dengan dua kutub ormas besar, NU dan Muhammadiyah. Opini seakan mengesankan kedua kubu itu berselisih akibat Ramadlan dan Syawwal berbeda, misalnya. Padahal, perbedaan yang terjadi tidak bersifat institusional, melainkan perbedaan pada metode dan kriteria penentuan hilal.

Sementara, NU belum menetapkan 1 Syawwal 1432 H. Penetatapan Idul Fitri dilakukan menunggu hasil rukyat yang digelar oleh NU pada 29 Agustus mendatang. Hasilnya, akan disampaikan dalam sidang istbat oleh pemerintah. NU sendiri akan menetapkan dan mengikhbarkan setelah mengetahui hasil sidang tersebut. Ia menegaskan, NU tak pernah menafikan metode hisab dalam penentuan awal bulan. Justru, metode itu digunakan pada tiap permulaan tahun.

[Sumber: www.republika.co.id]