Pertanyaan :

Dewasa ini terdapat bulu mata buatan yang disusun dengan rapi seperti layaknya bulu mata asli yang dipakai oleh orang yang memiliki bulu mata yang pendek atau bulunya jarang atau setelah dipendekkan yang dipakai pada saat tertentu, dan setelah acara selesai, bulu mata tersebut dicabut kembali, bagaimana hukum hal tersebut ? Kiranya Syaikh berkenan memberikan fatwa kepada kami .

Jawaban :

Adapun yang dimaksud dengan bulu mata adalah bulu yang tumbuh di atas pelupuk mata. Di mana Allah Subhanahu Wata’ala telah menumbuhkannya sebagai pelindung kedua mata dari debu dan kotoran, sehingga bulu itu terdapat pada mata semenjak lahir. Sebagaimana bulu itupun terdapat pada mata binatang, dimana keadaannya itu tetap tidak terlalu panjang dan tidak terlalu pendek, jika ia dihilangkan, niscaya ia akan tumbuh lagi. Akan tetapi sebagian orang terkadang pelupuk matanya terkena sesuatu penyakit yang menuntut bulu matanya dibuang untuk meringankan penyakitnya. Menurut hemat saya, tidak diperbolehkan memasang bulu mata buatan (palsu) pada kedua matanya, karena hal tersebut sama dengan memasang rambut palsu, dan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam melaknat wanita yang memasang dan yang minta dipasangi rambut palsu. Jika Nabi telah melarang menyambungkan rambut dengan rambut lainnya (memasang rambut palsu) maka memasang bulu mata pun tidak boleh. Juga tidak boleh memasang bulu mata palsu karena alasan bulu mata yang asli tidak lentik atau pendek. Selayaknya seorang wanita muslimah menerima dengan penuh kerelaan sesuatu yang telah ditakdirkan Allah, dan tidak perlu melakukan tipu daya atau merekayasa kecantikan, sehingga tamak kepada sesuatu yang tidak dimilikinya, seperti memiliki pakaian yang tidak patut dipakai oleh seorang wanita muslimah. Hanya Allah Yang Maha Mengetahui. Shalawat dan salam semoga dicurahkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alahi Wasallam, kepada keluarganya dan para sahabatnya .

( Disampaikan dan didiktekan oleh Syaikh Abdullah Bin Abdurrahman al-Jibrin )

Sumber : Fatwa-Fatwa Terkini jilid 3, hal.80-81 cet, Darul Haq, Jakarta. Diposting oleh Yusuf Al-Lomboky