TIDAK MEMBAHAYAKAN ORANG LAIN

Seorang usahawan muslim harus menjadi kompetitor yang baik. Dalam melakukan kompetisi bisnis, ia tetap menganut kaidah “tidak melakukan bahaya dan hal yang membahayakan orang lain”. Ia tidak akan memainkan harga barang, menaik-turunkan harga untuk merugikan pedagang lain. Ia juga tidak akan memahalkan harga barang karena memanfaatkan kebutuhan orang lain, dan karena dia sendiri yang memiliki barang tersebut. Karena orang yang memiliki peluang mengendalikan harga ba-rang kaum muslimin, lalu ia sengaja memahalkannya, pasti ia akan menerima siksa Allah di hari Kiamat nanti.

Seorang usahawan muslim tidak akan menjual barang yang masih dalam proses transaksi jual beli dengan orang lain. Ia tidak akan menawar barang yang masih ditawar oleh orang lain. Ia tidak akan berlebihan memuji barangnya ketika ia menjualnya. Ia juga tidak akan berlebihan menjelek-jelekkan barang kalau ia hendak membelinya. Ia selalu dikendalikan oleh sikap adil dan arif dalam melakukan segala hal, karena itu adalah tabiat fitrah-nya. Dengan kedua sifat itulah, langit dan bumi ditegakkan.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah mencanangkan prinsip larangan ter-hadap hal-hal yang membahayakan melalui sabda beliau:

لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ

“Tidak dihalalkan melakukan bahaya atau hal yang membahayakan orang lain,”

Sementara mengenai diharamkannya seseorang menjual barang yang masih dalam proses transaksi jual beli dengan orang lain agar tidak melukai hatinya, disebutkan dalam hadits Ibnu Umar bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

“Janganlah sebagian di antara kalian menjual sesuatu yang masih dalam transaksi orang lain,”

Dalam riwayat lain disebutkan:

“Janganlah salah seorang di antara kalian menjual sesuatu yang masih dalam transaksi orang lain. Dan janganlah salah seorang di antara kalian meminang wanita yang masih di bawah pinangan orang lain, kecuali ia diizinkan,”

Sementara monopoli dan mempermainkan harga juga dije-laskan keharamannya dalam sabda beliau: “Setiap orang yang melakukan monopoli pasti ahli maksiat,”