Judul ini masih menginduk kepada tema mengulang shalat jamaah, berikut ini adalah kemungkinan yang ketiga dari lima kemungkinan yang menjadi sebab mengulang atau tidak menjadi sebab mengulang.

Ketiga, makmum shalat fardhu sedangkan imam shalat sunnah

Masalah ini mempunyai tiga kemungkinan:
Pertama, makmum sesuai dengan imam secara lahir dan batin, misalnya keduanya sama-sama shalat Zhuhur atau Isya.
Kedua, makmum sesuai dengan imam secara lahir tidak batin, misalnya makmum shalat fardhu sedangkan imam shalat sunnah.
Ketiga, makmum tidak sesuai dengan imam secara lahir dan batin, misalnya makmum shalat Ashar sedangkan imam shalat Maghrib.

Ada dua pendapat di kalangan para ulama dalam masalah ini:
Pendapat pertama, imam dan makmum harus sesuai secara lahir dan batin, maka tidak boleh makmum shalat fardhu sedangkan imam shalat sunnah. Ini adalah madzhab Hanafi, Maliki dan satu riwayat dalam madzhab Hanbali.
Pendapat kedua, imam dan makmum boleh berbeda secara lahir dan batin, maka boleh makmum shalat fardhu sedangkan imam shalat sunnah atau sebaliknya. Ini adalah madzhab Syafi’i dan riwayat kedua dalam madzhab Hanbali.

Di antara dalil pendapat pertama adalah hadits, “Imam dijadikan sebagai imam agar dia diikuti, maka jangan berselisih atasnya, jika dia bertakbir maka bertakbirlah, jika dia ruku’ maka ruku’lah, jika dia mengucapkan ‘Sami’allahu liman hamidah’ maka ucapkanlah, ‘Rabbana lakal hamdu’, jika dia sujud maka sujudlah, jika dia shalat dengan duduk maka shalatlah dengan duduk.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah).

Pendapat ini berkata, sabda Nabi saw, “Imam dijadikan sebagai imam agar dia diikuti, maka jangan berselisih atasnya.” mengharuskan kesesuaian lahir dan batin antara makmum dengan imam.

Di antara dalil pendapat kedua adalah hadits Muadz bin Jabal yang shalat Isya` bermakmum kepada Nabi saw kemudian dia pulang kepada kaumnya dan menjadi imam bagi mereka untuk shalat yang sama. Hadits ini diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim.

Pendapat kedua berkata, ini Muadz shalat fardhu sebagai makmum lalu dia shalat lagi sebagai imam, shalat Muadz yang kedua adalah sunnah padahal kaumnya shalat fardhu, Nabi saw mengetahuinya dan beliau tidak mengingkarinya.

Pendapat yang rajih adalah pendapat kedua berdasarkan perbuatan Muadz yang disetujui oleh Nabi saw. Adapun hadits yang dijadikan dalil oleh pendapat pertama maka maksudnya adalah larangan berbeda dengan imam dalam perbuatan-perbuatan shalat, misalnya imam sujud sedangkan makmum ruku’ atau sebaliknya, hal ini ditunjukkan oleh nash hadits itu sendiri, “Jika dia bertakbir maka bertakbirlah, jika dia ruku’ maka ruku’lah…Dan seterusnya.
Dari sini, boleh makmum shalat fardhu sedangkan imam shalat sunnah, makmum shalat Zhuhur sedangkan imam shalat Ashar, makmum shalat pada waktunya sedangkan imam mengqadha` shalat dan bentuk-bentuk lainnya yang mirip dengannya. Wallahu a’lam.

Kemungkinan keempat, makmum qari` sedangkan imam ummi

Ummi adalah orang yang tidak bisa membaca. Yang dimaksud dengan ummi di sini adalah orang yang tidak bisa membaca al-Fatihah sama sekali atau tidak bisa membaca sebagian huruf atau kata sehingga merubah atau mengganti makna yang benar.

Menurut Imam Empat: Abu Hanifah, Malik, asy-Syafi’i dan Ahmad shalat di belakang imam seperti ini tidak sah, orang yang bermakmum kepadanya mengulang shalatnya, dengan alasan bahwa al-Fatihah merupakan salah satu rukun shalat, ketidakmampuan membacanya atau sebagian darinya sehingga merubah makna berarti menggugurkan salah satu rukun shalat, gugurnya salah satu rukun membatalkan, maka shalatnya harus diulang.

Sebagian ulama madzhab Syafi’i dan Hanbali berkata, qari` boleh shalat di belakang ummi dalam shalat sirriyah bukan jahriyah, alasannya karena dalam kondisi ini masing-masing dari keduanya membaca.

Sebagian ulama madzhab Hanbali berkata, jika ummi menjadi imam bagi ummi maka shalatnya sah, jika ummi menjadi imam bagi qari` dan ummi maka shalat qari` tidak sah dan shalat ummi sah. Wallahu a’lam.

Catatan

1- Ummi tidak boleh menjadi imam ratib.
2- Qari` tidak memulai shalat dengan bermakmum kepada ummi.
3- Jika makmum tidak mengetahui bahwa imam ummi maka shalatnya sah. Wallahu a’lam.
(Izzudin Karimi)