Rasulullah saw wafat dan kepemimpinan umat beralih ke tangan Abu Bakar ash-Shiddiq, kabilah-kabilah Arab murtad dan menolak membayar zakat, kabilah murtad yang paling kuat adalah Bani Hanifah orang-orang Musailamah al-Kadzdzab dengan kepemimpinan Musailamah yang mengaku sebagai nabi. Abu Bakar mengambil sikap tegas untuk mengembalikan mereka ke dalam lingkaran Islam. Khalifah Rasulullah saw ini mengirimkan pasukan dengan Khalid bin al-Walid sebagai panglimanya, pasukan yang terdiri dari orang-orang terpilih dari para Muhajirin dan Anshar.

Dalam deretan pasukan terdapat seorang laki-laki Anshar mulia penghuni surga, Khatib Rasulullah saw, Tsabit bin Qais al-Anshari. Dua pasukan bertemu di bumi Yamamah, bumi Bani Hanifah, di awal-awal peperangan kemenangan berpihak kepada orang-orang kafir, kaum muslimin terpukul mundur, kekuatan mereka kedodoran menghadapi kekuatan orang-orang murtad.

Namun hal itu tidak berlangsung lama, karena para sahabat terpilih seperti Ammar bin Yasir, Salim maula Abu Hudzaefah, al-Barra` bin Malik, Zaid bin al-Khtatthab, Tsabit bin Qais dan lain-lain memperlihatkan sikap patriotik dan kepahlawanan yang luar bisa sehingga kaum muslimin berhasil membalikkan keadaan, kemunduran menjadi kemajuan dan kekalahan menjadi kemenangan gemilang.

Pada saat kaum muslimin terpukul mundur, Tsabit bersiap-siap untuk menyongsong kematian, dia mengambil kain kafannya, dia berdiri di depan khalayak dan berkata, “Wahai kaum muslimin, tidak seperti ini kami berperang bersama Rasulullah saw. Sangat buruk, karena kalian membiarkan musuh kalian berani melakukan apa yang mereka lakukan terhadap kalian.”

Kemudian dia maju layaknya seekor singa yang terluka, bahu membahu bersama para sahabat yang mulia lainnya. Tsabit menunjukkan kepahlawanannya dengan gagah berani, hal ini menumbuhkan semangat tempur di hati kaum muslimin dan menyurutkan nyali orang-orang musyrikin dan menggantinya dengan kecemasan dan ketakutan.

Tsabit terus berperang di segala arah, dia menebaskan senjatanya sehingga luka-luka menghentikan aksi heroiknya, maka dia tersungkur di bumi peperangan dengan sangat tenang, gugur sebagai syahid yang sebelumnya telah diberitakan oleh Rasulullah saw untuknya, gugur sebagai syahid dengan tenteram karena Allah Ta’ala mewujudkan kemenangan besar bagi kaum muslimin.

Dalam perang ini Tsabit memakai baju besi yang berharga, seorang laki-laki dari kaum muslimin melewati jasadnya dan melepaskan baju besi tersebut dari tubuhnya dan mengambilnya.

Di malam berikutnya seorang laki-laki dari kaum muslimin bermimpi bertemu dengan Tsabit. Tsabit berkata kepada laki-laki itu, “Aku adalah Tsabit bin Qais, apakah kamu mengenalku?” Dia menjawab, “Ya.” Tsabit berkata, “Aku berwasiat kepadamu, jangan berkata bahwa ini adalah mimpi karena kamu akan menyia-nyiakannya. Ketika aku terbunuh kemarin, seorang laki-laki dari kaum muslimin yang ciri-ciri seperti ini melewatiku, dia mengambil baju perangku dan membawanya ke tendanya yang terletak paling ujung di markas kaum muslimin dari arah ini, dia meletakkannya di bawa sebuah bejana lalu menutupinya dengan pelana. Datanglah kepada Khalid bin al-Walid, katakan kepadanya agar dia mengutus seseorang untuk mengambil baju besi itu karena ia masih berada di tempatnya. Aku mewasiatkan kepadaku dengan wasiat yang lain, jangan berkata bahwa ini adalah mimpi karena kamu akan menyia-nyiakannya. Katakan kepada Khalid, ‘Jika engkau pulang kepada Khalifah Rasulullah saw di Madinah maka katakan kepadanya, ‘Sesungguhnya Tsabit memikul hutang sekian dan sekian dan bahwa fulan dan fulan dari hamba sahayaku merdeka. Hendaknya dia membayar hutangku dan membebaskan hamba sahayaku.”

Laki-laki yang bermimpi itu terjaga, dia menemui Khalid bin al-Walid, dia menyampaikan mimpinya. Maka Khalid mengutus seseorang untuk mengambil baju besi Tsabit dari tangan orang yang mengambilnya di tempatnya, maka laki-laki utusan Khalid kembali dengan menentengnya.

Khalid pulang ke Madinah, dia menyampaikan berita Tsabit bin Qais dan wasiatnya kepada ash-Shiddiq, maka ash-Shiddiq melaksanakan wasiatnya. Tidak pernah ada sebelumnya dan tidak akan pernah ada sesudahnya bahwa wasiat seseorang dilaksanakan sesudah kematiannya selain Tsabit bin Qais.

Dari Ashabur Rasul dan Shuwar min Hayah ash-Shahabah