Kisah ke-12

Siapa Meninggalkan yang Haram Akan Mendapatkan yang Halal Atau Allah Ta`ala Ganti Dengan yang Lebih Baik

Abul Faraj Ibnul Jauzy rahimahullah berkata: “Aku pernah mendengar bahwa ada seseorang dari golongan mulia dan terkemuka berjalan melintasi sebuah kuburan. Tiba-tiba dilihatnya ada seorang perempuan yang cantik mengenakan baju hitam. Dipandangnya perempuan tersebut, akhirnya dia pun jatuh hati padanya. Lalu dia menulis semacam surat untuk si perempuan itu:

‘Sebelumnya aku kira “matahari” itu hanya satu, dan hanya bulan yang berhak mendapat sifat “kecantikan”. Hingga akhirnya aku melihatmu saat mengenakan baju duka yang berwarna hitam. Dan pelipismu terangkai (indah) di atas pipi. Maka aku pun berlalu, sementara hatiku dipenuhi rasa suka, jantungku bergetar dan air mata pun bercucuran. Jawablah ungkapan ini, teriring dengan ucapan terima kasih dan gunakanlah kesempatan untuk menyambung hubungan dengan orang yang sedang kasmaran.’

Setelah ditulis, dilemparkanlah surat tadi ke arah si perempuan untuk kemudian dibacanya. Lalu si perempuan pun menulis jawabannya:

‘Bila Anda memang memiliki garis keturunan dan nasab yang bersih, (ketahuilah) bahwa seorang yang mulia dapat dikenal dengan tundukan pandangannya. Dan sesungguhnya, para pezina itu adalah manusia tidak bermoral. Sadarilah bahwa pada hari Kiamat nanti Anda akan dipertanyakan (di mintai tanggung jawab). Urungkanlah harapanmu -semoga Allah melaknat Anda sebagai lelaki- sebab hatiku sudah terpaling dari perbuatan nista.’

Setelah si pria membaca balasan suratnya, dia memaki dirinya sendiri, dia berkata, ‘Tidakkah telah ada wanita yang lebih pemberani dibanding kamu?’ Lalu pria tadi bertaubat dan mengenakan baju dari bahan wool, kemudian pergi ke Baitullah Al-Haram. Suatu hari, saat dia sedang dalam thawaf, tiba-tiba dia lihat wanita cantik yang dulu, dia juga mengenakan baju dari wool. Si wanita berkata padanya, ‘Alangkah pantasnya penampilan seperti ini untuk seorang yang mulia, maukah Anda melakukan suatu hal yang boleh untuk Anda?’ (maksudnya menikahi si wanita tadi). Si pria menjawab, ‘Dulu aku memang mengharapkan hal itu, (tapi) itu sebelum aku kenal dan cinta kepada Allah Ta`ala. Dan sekarang, aku telah terlalu sibuk dengan kecintaan kepada Allah untuk mencintai yang lain lagi.’ Si wanita tadi berkomentar singkat, ‘Bagus kamu.’ Kemudian dia mulai thawaf sambil membaca syair:

‘Kita berthawaf dan saat itu tampak banyak bayangan (indah) akan kecintaan kepada Allah. Bayangan yang menjadikan kita lalai untuk memandang dan mendengarkan yang lain.”

Al-Hasan Al-Basri berkata: “Ada seorang wanita jalang yang kecantikannya melebihi wanita-wanita seusianya. Dia akan menyerahkan dirinya bila dibayar dengan 100 dinar. Kemudian ada seorang pria yang melihatnya. Dia merasa kagum dan menginginkan si wanita tadi. Lalu si pria pergi dan bekerja membanting tulang dengan tangannya sendiri, sampai akhirnya berhasil mengumpulkan uang 100 dinar. Kemudian, dia mendatangi si wanita itu dan berkata kepadanya, ‘Sungguh engkau telah membuatku kagum, kemudian aku pergi dan bekerja membanting tulang hingga berhasil mengumpulkan 100 dinar.’ Si wanita berkata, ‘Bayarkan uang itu pada kepala pelayan agar dicek keaslian dan ditimbang beratnya.’ Setelah dibayarkan, si wanita berkata lagi, ‘Masuklah.’ Si wanita ini mempunyai rumah yang terhias indah dan ranjang dari emas. Ketika sudah masuk, ‘Ayolah’, ajak si wanita. Si pria pun bersiap untuk melaksanakan hasratnya, pada saat itu dia ingat bagaimana nanti dia akan mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan Allah Ta`ala. Tubuhnya menjadi gemetar dan syahwatnya hilang. Maka dia berkata, ‘Biarlah aku keluar dan uang 100 dinar itu ambil saja untukmu!’ Dengan penuh perasaan heran si wanita bertanya, ‘Ada apa denganmu? Kau telah mengaku pernah melihatku lalu engkau kagum dan menginginkan diriku. Kemudian engkau pergi bekerja membanting tulang hingga berhasil mengumpulkan 100 dinar, dan setelah engkau bisa mendapatkan aku, kau jadi begini?!’ Si pria menjawab, ‘Tidak ada yang mendorongku dalam hal ini selain perasaan takutku kepada Allah Ta`ala. Aku membayangkan bagaimana saat nanti aku berdiri di hadapan-Nya.’ Si wanita berkata, ‘Bila kau memang benar-benar demikian, maka tak ada yang berhak menjadi suamiku selain engkau.’ Tetapi si pria menanggapinya dengan berkata, ‘Biarkan aku pergi saja.’ Si wanita berkata, ‘Boleh, tetapi kau harus berjanji, bahwa nanti kau akan mengawiniku.’ Si pria berkata lagi, ‘Tidak ada janji sampai aku keluar.’ Si wanita tetap teguh dan memaksa, ‘Engkau harus berjanji, demi Allah, bila nanti aku datang kepadamu kau akan mengawiniku.’ ‘Ya, mungkin’, jawabnya singkat. Lalu dia mengenakan pakaiannya untuk terus pergi menuju negerinya. Dan si wanita pun berangkat meninggalkan dunia hitamnya dengan penuh penyesalan atas segala apa yang telah diperbuatnya. Sampai akhirnya ia tiba di negeri si pria itu. Lalu dia bertanya pada orang-orang di sana tentang nama dan alamat rumahnya. Orang-orang berkomentar, ‘Sekarang ini, sang ratu cantik itu datang sendiri bertanya tentang kau!’

Saat si pria melihatnya, dia terkejut, kejang dan mati, lalu jatuh di hadapan si wanita. Maka dia berkata, ‘Aku sudah tidak mungkin mendapat orang yang satu ini, tapi apakah dia punya seorang kerabat?’ Orang-orang menjawab, ‘Ya, ada, dia punya saudara laki-laki yang miskin.’

Si wanita tadi akhirnya berkata pada saudara laki-laki-nya, ‘Aku ingin menikah denganmu, karena aku cinta pada saudaramu.’ Akhirnya keduanya menikah dan dikaruniai tujuh orang putera”.

Diceritakan bahwa, ada seorang pria yang menyukai seorang wanita, dan si wanita itu pun menyukainya. Suatu saat mereka berdua berkumpul, lalu si wanita membujuk dan mengajak si pria berbuat mesum, maka si pria mengatakan: “Ajalku tidak berada dalam tanganku sendiri, begitu pula ajalmu. Dan barangkali ajal itu sudah begitu dekat, bila kita melakukan hal ini, tentu kita akan menghadap kepada Allah dalam keadaan bermaksiat.” Maka si wanita itu berkata: “Engkau benar.” Setelah itu, keduanya bertaubat kepada Allah dan keadaan mereka menjadi baik. Akhirnya keduanya pun resmi menikah.

Yahya bin Ayyub berkata: “Di Madinah -dulu- ada seorang pemuda yang sempat membuat Umar bin Khaththab terkagum-kagum. Ceritanya, suatu saat sang pemuda ini berjalan pulang ke rumah setelah shalat Isya’. Tiba-tiba, tampak seorang wanita menghadang di hadapannya. Si wanita menawarkan dirinya. Sang pemuda ternyata termakan juga oleh godaan si wanita. Ketika si wanita berlalu, si pemuda mengekor di belakangnya. Sampai akhirnya dia berada di depan pintu rumahnya. Tiba-tiba, timbullah perasaan malu di hatinya dan hadirlah ingatannya pada firman Allah Ta`ala,artinya, ‘Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa bila mereka ditimpa was-was dari syaitan, mereka ingat kepada Allah, maka ketika itu juga mereka melihat kesalahan-kesalahannya.’ (Al-A’raf: 201).

Kemudian dia pingsan. Si wanita memperhatikannya, tetapi pemuda itu tampak seperti orang yang sudah mati. Dia beserta seorang pembantu perempuan berusaha menggotongnya sampai ke depan pintu rumahnya. Keluarlah ayah si pemuda, terlihat anaknya tergeletak di depan pintu, lalu dia mengangkat dan memasukkannya ke dalam rumah. Setelah siuman, sang ayah bertanya, ‘Apa yang terjadi denganmu, hai anakku?!’ Tetapi si anak enggan bicara. Setelah dipaksa-paksa barulah dia mau bercerita tentang apa yang sebenarnya terjadi. Saat dia kembali membacakan ayat yang terlintas dalam ingatannya, tiba-tiba menarik nafas panjang dan bersamaan dengan itu keluarlah ruhnya, dia meninggal.

Ketika Umar bin Khaththab radhiallahu `anhu mendengar cerita ini, dia berkata, ‘Mengapa kalian tidak memberitahuku tentang kematiannya?’ Lalu Umar pergi menuju pusaranya, sambil berdiri dia berkata, ‘Hai Fulan: “Dan bagi orang yang takut akan saat menghadap Tuhannya ada dua Surga.” (Ar-Rahman: 46).

Tiba-tiba Umar mendengar suara dari dalam pusara itu, ‘Allah telah memberikan itu padaku, hai Umar.”(Raudhatul Muhibbin, hal 479-480.)

Cerita di atas, juga diriwayatkan dengan versi lain. Yaitu, bahwa ada seorang pemuda pada masa Umar bin Khaththab radhiallahu `anhu yang selalu berada di masjid dan beribadah. Sementara itu, ada seorang wanita yang jatuh cinta kepadanya, dan si pemuda ini pun menginginkan si wanita itu. Tetapi akhirnya dia ingat dan sadar. Tiba-tiba dia merasa sesak nafas kemudian pingsan. Saat itu datanglah pamannya, lalu dibawalah pemuda tersebut ke rumahnya. Setelah siuman, dia berkata: “Hai paman! Temuilah Umar bin Khaththab, sampaikan salamku kepadanya, dan tanyakan kepadanya, ‘apakah balasan untuk orang yang takut saat menghadap Tuhannya?’” Maka disampaikanlah pesan tersebut kepada Umar. Saat Umar datang untuk menjenguknya, dia sudah meninggal, lalu Umar berkata: “Kau akan mendapatkan dua Surga.”( Raudhatul Muhibbin, hal 481-482.)