Pertanyaan:

Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wa barakatuh.

Sebagian orang yang meruqyah dengan ruqyah syar’iyah, membaca ruqyah pada air, atau minyak, atau sebagian marahim atau karimat, atau menuliskan beberapa dzikir dengan za’faran di atas kertas, kemudian mengapungkan kertas ini di air, dan si pasien meminumnya atau mandi denganya dan menamakannya dengan jimat. Apakah hukum melakukan dan melaksanakannya?

Jawaban:

Wa ‘alaikum salam wa rahmatullahi wa barakatuh.

Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda,

إِنَّ الرُّقَى وَالتَّمَائِمَ وَالتِّوَلَةَ شِرْكٌ.

“Sesungguhnya ruqyah, tamimah dan tiwalah adalah syirik.”

(HR. Abu Dawud, Kitab ath-Thibb, no. 3883; Ahmad dalam al-Musnad, no. 2604; dishahihkan oleh al-Albani, dan hadits tersebut terdapat pada Shahih al-Jami’, no. 1632; as-Silsilah ash-Shahihah, no. 331.

Tamimah: adalah sesuatu yang dikalungkan di leher anak-anak untuk menangkal atau menolak ‘ain.

Tiwalah: Sesuatu yang dibuat dengan anggapan bahwa hal tersebut dapat membuat istri mencintai suaminya, atau seorang suami mencintai istrinya. (Dikutip dari terjemahan kitab Tauhid, Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, pent-).

Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab berkata dalam kitab at-Tauhid, “Ruqa yaitu yang disebut pula ‘azimah. Ini khusus diizinkan selama penggunaannya bebas dari hal-hal syirik, sebab Rasulullah shallallahu ‘Alaihi ‘Alaihi Wasallam telah memberikan keringanan dalam hal ruqyah ini untuk mengobati ‘ain atau sengatan kalajengking.”

Telah diriwayatkan bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda,

اِعْرِضُوْا عَلَيَّ رُقَاكُمْ لَا بَأْسَ بِالرُّقَى مَا لَمْ تَكُنْ شِرْكًا.

“Perlihatkanlah kepadaku ruqyah kalian, tidak mengapa melakukan ruqyah selama bukan syirik.” ( HR. Muslim, Kitab as-Salam, no. 2200; Abu Dawud, Kitab ath-Thibb, no. 3886, ini adalah lafazh dari riwayatnya.)

Dan beliau bersabda,

مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمْ أَنْ يَنْفَعَ أَخَاهُ فَلْيَفْعَلْ.

“Barangsiapa dari kalian mampu memberikan manfaat kepada saudaranya, maka hendaklah ia melakukannya.” ( HR. Muslim, Kitab as-Salam, no. 2199.)

Telah diriwayatkan bahwa beliau meruqyah beberapa sahabatnya dan Jibril ‘alaihissalam meruqyah beliau ketika disihir oleh seorang Yahudi. Beliau selalu meruqyah dirinya, meludah di kedua tangannya dan membacakan ayat kursi, Mu’awwidzatain, surat al-Ikhlash, kemudian mengusapkan ke bagian tubuhnya yang bisa (dijangkau), di mulai dari wajah dan dadanya serta bagian tubuhnya yang di depan.

Dan diriwayatkan dari as-Salaf ash-Shalih membaca di air dan semisalnya, kemudian meminumnya atau mandi dengannya, hal itu termasuk di antara yang meringankan rasa sakit atau menghi-langkannya. Karena Kalam Allah Subhanahu Wata’ala adalah penawar, sebagaimana dalam FirmanNya,

قُلْ هُوَ لِلَّذِينَ ءَامَنُوا هُدًى وَشِفَآءٌ

“Katakanlah, ‘Al-Qur`an itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang yang beriman’.” (Fushshilat: 44).

Demikian pula membacakan (ruqyah) pada minyak atau pengoles, atau makanan, kemudian meminumnya, atau berminyak, atau mandi dengannya. Sesungguhnya semua itu adalah fungsi penggunaan untuk bacaan ruqyah yang mubah ini, yang merupakan kalamullah dan RasulNya.

Dan tidak ada halangan pula menulisnya di kertas-kertas dan seumpamanya, kemudian mandi dan meminum airnya, sama saja ditulis dengan air atau za’faran, atau tinta, semua itu termasuk dalam sabdanya Shallallahu ‘Alaihi Wasallam,

لَا بَأْسَ بِالرُّقَى مَا لَمْ تَكُنْ شِرْكًا.

“Tidak mengapa melakukan ruqyah selama bukan syirik.”

Maksudnya, apabila ruqyah itu dengan menggunakan ayat-ayat al-Qur`an dan hadits-hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Wallahu a’lam.

(Fatwa Syaikh Abdullah al-Jibrin yang beliau tandatangani)

Sumber : Fatwa-Fatwa Terkini, jilid 3, hal:171-173, cet: Darul Haq Jakarta, diposting oleh Yusuf Al-Lomboky