4. Apabila riwayat-riwayat itu sama-sama shahih, namun terdapat segi yang memperkuat salah satunya, seperti kehadiran perawi dalam kisah tersebut, atau salah satu dari riwayat-riwayat itu lebih shahih, maka riwayat yang lebih kuat itulah yang didahulukan. Contohnya ialah hadits yang diriwayatkan Al-Bukhari dari Ibnu Mas’ud beliau berkata : “Aku berjalan dengan nabi di Madinah. Beliau berpegang pada tongkat dari pelepah pohon kurma. Ketika melewati serombongan orang-orang Yahudi, seseorang diantara mereka berkata : “Coba kamu tanyakan sesuatu kepadanya” Lalu mereka menanyakan : “Ceritakan kepada kami tentang ruh!”. Nabi berdiri sejenak dan mengangkat kepala. Aku tahu bahwa wahyu telah turun kepadanya. Wahyu itu turun hingga selesai. Kemudian beliau membaca :

قُلِ الرُّوحُ مِنْ أَمْرِ رَبِّي وَمَآأُوتِيتُم مِّنَ الْعِلْمِ إِلاَّ قَلِيلاً

“Katakanlah Roh itu termasuk urusan Rabb-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit”(Al-Israa : 85)

Diriwayatkan dan dishahihkan oleh Attirmidzi dari Ibnu Abbas : “Orang-orang Quraisy berkata kepada orang Yahudi : “Berilah kami suatu persoalan untuk kami tanyakan kepada Muhammad”. Mereka menjawab : “Tanyakan kepadanya tentang ruh”. Maka Allah menurunkan :

وَيَسْئَلُونَكَ عَنِ الرُّوحِ قُلِ الرُّوحُ مِنْ أَمْرِ رَبِّي

“Dan mereka bertanya kepadamu tentang ruh. Katakanlah Ruh itu termasuk urusan Rabb-ku..”. (Al-Israa : 85)

Riwayat ini mengesankan bahwa ayat itu turun di Makkah, tempat tinggal kaum Quraisy. Sedang riwayat pertama mengesankan turun di Madinah. Riwayat pertama dijadikan pegangan karena Ibnu Mas’ud hadir atau menyaksikan kisah tersebut. Di samping itu, umat juga telah terbiasa menerima hadits Shahih Bukhari dan memandangnya lebih kuat dari hadits shahih yang dinyatakan oleh yang lainnya.

Menurut Zarkasyi, contoh seperti ini masuk ke dalam bab : “Ayat yang banyak atau berulang-ulang turun”. Dengan demikian ayat di atas turun dua kali, sekali di Makkah dan sekali di Madinah. Dan yang menjadi sandaran untuk hal itu ialah bahwa surat “Subhana” adalah Makkiyah menurut kesepakatan ulama.

Menurut hemat saya, sungguhpun surat itu Makkiyah sifatnya, namun tidak bisa dinafikan jika didalamnya ada satu ayat atau lebih ada yang Madani. Apa yang diriwayatkan Al-Bukhari dari Ibnu Mas’ud di atas menunjukkan bahwa ayat ini : “Katakanlah Roh itu termasuk urusan Rabb-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit” adalah Madaniyyah. Karena itu pendapat yang kami pilih, yaitu menguatkan riwayat Ibnu Mas’ud atas riwayat Attirmidzi dari Ibnu Abbas lebih baik daripada mengklaim bahwa ayat tersebut berulang-ulang turunnya. Sekiranya benar bahwa ayat tersebut Makkiyah dan diturunkan sebagai jawaban atas suatu pertanyaan, maka adanya pertanyaan yang sama di Madinah tidak berarti menuntut sekali lagi penurunan wahyu yang sama dengan jawaban yang sama pula. Tetapi yang dituntut adalah agar Rasulullah Sallallahu ‘Alahi Wasallam menjawabnya dengan jawaban yang telah turun sebelumnya.
Wallahu A’lam

(Diambil dari kitab Mabahits Fii Ulum Al-qur’an oleh : Syaikh Manna’ Al-qur’an-Qatthan (edisi indonesia) diposting oleh Abu Maryam Abdusshomad)