DATA BUKU

Judul Asli : AL-KHALIFAH AR-RASYID WA AL-MUSHLIH AL-KABIR UMAR IBNU ABDUL AZIZ wa Ma’alim at-Tajdid wa al-Ishlah ar-Rasydi Ala Minhaj an-Nubuwwah.
Judul Terjemah : PERJALANAN HIDUP KHALIFAH YANG AGUNG UMAR BIN ABDUL AZIZ, Ulama dan Pemimpin yang Adil.
Penulis : Dr. Ali Muhammad ash-Shallabi
Muraja’ah : Tim Editor Pustaka Darul Haq.
Penerbit : Pustaka DARUL HAQ, Jakarta
Tebal buku : 688 hal
Ukuran buku : 16 x 24,5 cm
Harga Buku : Rp.99.000

Saya, penulis resensi ini, bingung harus memulai dari mana menulis tentang laki-laki agung yang satu ini, Umar bin Abdul Aziz. Saya membaca buku ini hingga tuntas, dan berkali-kali air mata saya menetes karena merasa diri saya begitu kerdil untuk meggambarkan sosok yang satu ini. Saya bingung untuk memilih mana yang harus saya kemukakan dalam resensi ini, untuk mengungkapan keperibadiannya secara memadai dan untuk meyakinkan Anda bahwa buku ini harus dibaca oleh semua kaum muslimin. Anda sebaiknya yakin bahwa resensi ini, terlalu simpel untuk menghamparkan lembaran hidup seorang laki-laki hebat, yang telah membuka kesadaran saya akan nikmat Allah yang ternyata juga menciptakan laki-laki seagung ini setelah para sahabat NabiNya Muhammad.

Pondasi Dasar Keperibadian Umar bin Abdul Aziz,

Pertama, Umar bin Abdul Aziz tumbur besar di tengah keluarga ibunya di Madinah. Abdul Aziz, bapak Umar, ketika itu adalah gubernur wilyah Mesir, dan ketika ibunda beliau, Ummu Ashim, menyusul ke Mesir, Umar ternyata tidak ikut dalam rombongan. Tentu saja bapaknya terperanjak, “Mana anakku, Umar?” Maka Ummu Ashim, ibunda Umar, menyampaikan bahwa pamannya, Abdullah bin Umar bin al-Khaththab memintanya agar meninggalkan Umar bin Abdul Aziz bersamanya di Madinah, karena dialah yang paling mirip dengan keluarga al-Khaththab. Mendengar itu, bapaknya tentu saja sangat bahagia, karena mengetahui secara pasti bahwa Abdullah bin Umar bin al-Khaththab adalah salah seorang ulama hebat umat Islam bahkan salah seorang ulama para sahabat dan paling gigih berpegang kepada Sunnah Rasulullah. Begitulah Umar bin Abdul Aziz tumbuh remaja di tengah keluarga pamannya dari pihak ibu, yaitu keluarga besar Amirul Mu`minin Umar bin al-Khaththab di Madinah, dan nama laki-laki yang terakhir ini cukup sebagai gambaran tingginya nilai-nilai Agama dalam lingkungan di mana Umar bin Abdul Aziz tumbuh.

Kedua, Umar melihat langsung pesona keberibadian agung dari pamannya, Abdullah bin Umar, juga sejumlah sahabat Nabi SAW yang kala itu masih hidup di Madinah, semisal: Abdullah bin Ja’far bin Abu Thalib, Anas bin Malik, as-Sa`ib bin Yazid dan Sahl bin Sa’ad dan lainnya, di tambah lagi dengan sejumlah ulama tabi’in yang langsung berguru kepada para sahabat Nabi di sana. Inilah di antara yang sangat berpengaruh pada keperibadian Umar, hingga kematangan akal Umar tumbuh melebihi umurnya. Umar sangat dekat dengan pamannya, Abdullah bin Umar. Dan karena Umar begitu terpesona dengan sosok pamannya itu, pernah suatu kali Umar berkata kepada ibunya, “Ibu, aku ingin menjadi seorang laki-laki seperti paman ku itu?” Kata ibunya, “Sulit bagimu menjadi seperti pamanmu itu”, dan itu berulang kali dikatakan oleh ibunya, karena ibunya mengetahui secara persis bahwa Abdullah bin Umar adalah salah seorang sahabat Nabi yang masih hidup yang tidak ada bandingnya di kala itu, dalam keshalihan, kedalaman ilmu, kegigihan kepada as-Sunnah, dan dari segala segi. Tapi ini menggambarkan bahwa Umar bin Abdul Aziz sejak belia telah terbentuk menjadi seorang yang menyintai keperibadian yang baik.

Ketiga, Kecintaan Umar bin Abdul Aziz yang luar biasa kepada ilmu sejak dini dan di masa mudanya. Dan tentang bagaimana gigih dan kesungguhan Umar dalam menuntut ilmu sejak kecil silahkan Anda telaah secara luas di dalam buku kita ini. Di sini penuh dengan nilai dan pesan yang bisa kita teladani dalam mendidik anak-anak agar menjadi laki-laki mukmin yang hebat.

Keempat, Umar telah menghafal, memahami dan mendalami al-Qur`an sejak kecil, dan itulah yang menumbuhkan keimanan dan rasa takutnya kepada Allah yang luar biasa, terlebih ketika membaca tentang kematian dan akhirat. Hingga di usia muda, Umar seringkali menangis saat membaca al-Qur`an, karena takutnya kepada Allah. Ibunya acap kali bertanya kepadanya, “Apa yang membuatmu menangis?” Kata Umar, “Aku teringat kematian ibu.” Maka ibunya pun ikut menangis mendengar jawabannya. Anak muda sebelia itu menangis ketika membaca al-Qur`an, lalu bagaimana ketika dewasa nanti?

Kelima, Kecintaan Umar kepada as-Sunnah, dan catatan sejarah yang menyebutkan bahwa Umarlah yang pertama mengeluarkan perintah untuk membukukan hadits-hadits Nabi SAW, adalah bukti bahwa beliau adalah tauladan agung sebagai perintis kebaikan dalam membukukan hadits-hadits Nabi SAW.

Semua ini kemudian mengantarkan Umar bin Abdul Aziz menjadi seorang ulama besar, bahkan semua ahli sejarah yang mencatat biografi Umar sepakat menyebutkan bahwa umar adalah imam di zamannya. Bahkan imam Mujahid, yang seorang imam ulama tabi’in dan murid besar dari sahabat yang mulia, Ibnu Abbas, pernah berkata, “Kami datang untuk mengajari Umar, tapi tidak lama setelah itu kami datang kepadanya untuk belajar darinya.” Bahkan salah seorang guru besar Umar, Maimun bin Mihran, yang jauh lebih senior dari Umar pernah berkata, “Umar bin Abdul Aziz adalah adalah seorang pengajar bagi para ulama.”

Dan cukup perkataan al-Hafizh adz-Dzahabi berikut ini sebagai gambaran tingginya kedudukan Umar bin Abdul Aziz dalam ilmu. adz-Dzahabi berkata, “Umar bin Abdul Aziz adalah seorang imam, ahli fikih dan ahli ijtihad, menguasai as-Sunnah dengan baik, memiliki kedudukan mulia, penghafal hadits yang ulung (al-Hafizh), taat kepada Allah, memiliki hidup yang lurus; dalam menegakkan keadilan beliau disetarakan dengan kakeknya, Umar bin Khaththab rayidhallahu ‘anhu, kezuhudannya disetarakan dengan imam al-Hasan al-Bashri, dan ilmunya selevel dengan imam az-Zuhri.”

Yang luar biasa dari semua itu adalah bahwa semua keagungan dalam pribadi Umar bin Abdul Aziz, terealisasi dalam kepemimpian beliau kemudian.

Umar bin Abdul Aziz kemudian diangkat sebagai gubenur Madinah di masa kekhalifahan al-Walid bin Abdul Malik, dan Umar menerima pengangkatan tersebut dengan syarat beliau akan memimpin dengan keberan dan keadilan, dan diizinkan mengalokasikan harta negara di Madinah kepada kaum muslimin di sana.

Sejak pertama memimpin kota Madinah, Umar telah memperlihatkan kualitas peribadinya yang unggul, dimana yang paling pertama beliau lakukan adalah membentuk dewan penasehatnya dari orang-orang agung kala itu, yang terdiri dari: Urwah bin az-Zubair, Ubaidullah bin Abdullah bin Utbah, Abu Bakar bin Abdurrahman bin al-Harits, Abu Bakar bin Sulaiman bin Abu Khaitsamah, Sulaiman bin Yasar, al-Qasim bin Muhammad, Salim bin Abdullah bin Umar bin al-Khaththab dan saudaranya, Abdullah bin Abdullah bin Umar bin al-Khaththab, Abdullah bin Amir bin Rabi’ah, dan Kharijah bin Zaid bin Tsabit, dan lain-lain. Dan Umar tidak memutuskan kebijakan stategis dan tidak pula menetapkan regulasi, kecuali terlebih dahulu meminta pandangan dari para penasehatnya ini. Dengan ini Umar telah memberikan tauladan yang mulia dimana beliau dengan rendah hati mencopot hak preogatifnya sebagai gubernur dalam mengeluarkan perintah dan lebih mengedepankan musyawarah dengan orang-orang mulia dan terpandang, sebagai realisai dari Firman Allah Ta’ala,

وَالَّذِيْنَ اسْتَجَابُوْا لِرَبِّهِمْ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَأَمْرُهُمْ شُوْرَى بَيْنَهُمْ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُوْنَ.

“Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Rabbnya dan mendirikan shalat, dan urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah di antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka.” (asy-Sura: 38).

Sulaiman bin Abdul Malik yang menggantikan al-Walid sebagai khalifah, berbeda jauh dengannya. Khalifah Sulaiman lebih mendekatkan Umar bin Abdul Aziz kepadanya sebagai penasehat pribadinya. Maka kondisi negara secara umum jauh lebih baik di masa Sulaiman, dan itu adalah berkah dari nasehat-nasehat Umar bin Abdul Aziz. Dan karena begitu kagumnya khalifah Sulaiman ini, ketika ajal datang menjemput, beliau menulis wasiat agar yang menggantikannya sebagai khalifah adalah Umar bin Abdul Aziz. Inilah titik awal yang sangat menentukan dalam keadilan dan kemakmuran di zaman Umar bin Abdul Aziz.

Dan lihatlah bagaimana sikap Umar ketika pertama kali naik mimbar untuk menyampaikan pidatonya, beliau berkata, “Hai sekalian manusia, sesungguhnya aku telah diuji dengan perkara ini (terpilih sebagai khalifah), tanpa dimintai pendapat, tidak pernah pernah ditanya dan tidak berdasarkan musyawarah dengan kaum muslimin. Maka aku membatalkan bai’at untukku yang ada di pundak-pundak kalian, dan sekaranag pilihlah (secara bebas) seseorang untuk memimpin kalian.” Maka orang-orang yang hadir serempak menjawab, “Wahai amirul mu`minin, kami telah memilih Anda, kami menerima Anda; silahkan Anda memimpin kami dengan kebaikan dan keberkahan.”

Salah satu kebijakan spektakuler khalifah Umar bin Abdul Aziz adalah mengembalikan hak-hak yang didapatkan secara tidak benar oleh keluarga khalifah-khalifah sebelum beliau. Kebijakan ini membuat gerah keluarga besarnya dari Bani Umayyah, bahkan mereka benar-benar merasa dilucuti dari segala hak istimewa keluarga khalifah selama ini, dan berbagai macam cara mereka lakukan untuk membungkam Umar, dari cara keras dan kolektif, hingga berkali-kali mengirim surat, tapi khalifah agung ini sama sekali tak mau kompromi menyangkut hak dan hukum Allah. Suatu hari Hisyam bin Abdul Malik datang kepada beliau untuk meminta agar membiarkan hak-hak istimewa yang telah ditetapkan oleh para khalifah dan para gubernur sebelum beliau, maka Umar menjawab, “Bagaimana jika engkau datang membawa satu buku catatan dari Mu’awiyah dan satu buku lagi dari Abdul malik, buku mana yang harus aku terima?” Hisyam menjawab, “Yang lebih dahulu.” Maka kata Umar, “Aku melihat bahwa Kitab Allah-lah yang lebih dahulu. Aku akan menegakkan Kitab Allah kepada semua orang yang berada di bawah wewenangku.”

Karena kehabisan akal, sampai salah seorang dari bibi Umar, pernah berkata kepada keluarga besar Bani Umayyah, “Kalian sendiri yang salah, kalianlah yang telah menjodohkan ibunya dengan keuturunan Umar bin Khaththab, maka lihat Umar cucunya ini lahir seperti Umar kakeknya.”

Di antara kebijakan Umar bin Abdul Aziz yang patut diteladani adalah:
1. Mema’zulkan semua gubernur dan penguasa daerah yang zhalim, dan menggantikannya dengan orang-orang shalih dan memiliki hidup lurus.
2. Menetapkan regulasi berkaitan dengan hak-hak mantan sahaya.
3. Menghapuskan semua ketidak adilan terhadap kafir dzimmi.
4. menghapus semua bentuk pungutan liar.
5. Bahkan beliau juga menetapkan regulasi tidak boleh mencambuk binatang dengan besi dan memasang kekang yang berat, dan unta tidak boleh dibebani barang lebih dari enam ratus ritl.

Di zaman khalifah Umar bin Abdul Aziz, berdiri madrasah-madrasah ilmiah di berbagai kota: Maddrasah Syam, Madrasah Madinah, Madrasah Makkah, Madrasah Bashrah, Madrasah Kufah, Madrasah Yaman, Madrasah Mesir, Madrasah Afrika Utara, dan sebaginya. Madrasah-madrasah inilah yang di kemudian melahirkan ulama-ulama besar dunia.

Khalifah Umar tidak saja adil tetapi penuh dengan ide-ide reformasi sosial yang efektif. Umar mengangkat gubernur dari orang-orang hebat, menegakkan hukum tanpa pandang bulu, meletakkan regulasi ekonomi secara bertahap dan riil, membangun berbagai infrastruktur, menghidupkan lahan-lahan mati sehingga mennjadi produktif, dan sebagainya, sehingga semua orang dengan suka cita ikut terlibat dalam kegiatan ekonomi, sehingga masyarakat muslim dan non muslim dari orang-orang kafir dzimmi kala itu hidup makur.

Ini adalah fakta sejarah betapa baiknya sebuah segara yang dikelola dengan dasar Syari’at dan ditegakkan oleh seorang mukmin sejati.

Semoga resensi ini dapat mewakili potret aggung khlaifah yang agung ini; Umar bin Abdul Aziz adalah pembaharu Agama dan reformis sosial sejati.

CONTACT PERSON
Pemesanan kitab dan informasi selengkapnya, silahkan hubungi Sdr. Ahmad Maulana: Telpon: (021) 84999585 Hp: (021) 93690244. Situs: www.darulhaq-online.com.

Cara Pemesanan Kitab: Klik Pesan Kitab