Islam memberi perhatian terhadap perkara perlindungan kepada keluarga dari unsur-unsur destruktif, faktor-faktor perusak dan elemen-elemen penghancur. Islam menegakkan tembok kokoh yang menjaga keluarga dari kehancuran dan membangun benteng tangguh yang melindungi keluarga dari kerusakan. Pada dasarnya melindungi keluarga termasuk kewajiban pemimpinnya, wajib atasnya menjaga keluarga dari keburukan, menjaganya dari kebinasaan dan kejahatan. “Masing-masing dari kalian adalah pemimpin dan masing-masing dari kalian bertanggung jawab terhadap apa yang dipimpinnya. Suami adalah pemimpin dalam rumah tangganya dan dia bertanggung jawab terhadap apa yang dipimpinnya.” (Muttafaq alaihi).

Seorang suami sebagai pemimpin dan penanggung jawab harus berdiri tegak memikul tanggung jawab dan tugasnya, menajamkan pandangannya, mensensitifkan pendengarannya dan mengasah kepekaannya, dia mesti mengendus akibat-akibat dari suatu perkara, tidak meremehkan, tidak lalai dan tidak membiarkan rumahnya dihantam angin yang merusaknya dan badai yang menghancurkan.

Suami sebagai pemimpin harus memperhatikan istrinya, mengayomi dan memberinya ketenangan dan keteduhan, tidak membiarkan dan melepasnya bebas sehingga dia menyimpang sementara suami menyaksikan dan mengetahui, tidak membiarkannya bertindak bodoh sementara dia acuh, tidak melepas tali kekangnya sehingga dia terperosok ke dalam lahan keburukan dan lapangan kerusakan.

Namun semua itu tidak berarti pengekangan yang kaku dan pembatasan yang sempit, dari sini suami dituntut memahami seni mengawasi tanpa mengekang kaku, tata cara menyetir dengan baik dan mengamankan jalan, jika terjadi sesuatu maka dia bereaksi cepat dan bersegera tanggap untuk mengambil tindakan yang diperlukan sebelum bahaya membesar dan penyakit menjadi kronis.

Suami harus menguasai seni penataan dan metode pengawasan efektif terhadap anak-anaknya, memilih metode-metode kelurusan dan keistimewaan-keistimewaan fitrah dalam membesarkan mereka, melindungi mereka dari penyakit-penyakit dan kerusakan-kerusakan lingkungan, membekali mereka dengan kemampuan memikul tanggung jawab dan bersaing, menyiapkan mereka dengan perlengkapan yang membuatnya mampu terjun dalam medan laga kehidupan untuk meraih keberhasilan, dan sudah pasti sebelum semua itu suami sendiri sebagai bapak hendaknya menjadi teladan yang baik bagi mereka dalam tingkah laku dan pemikiran.

Islam memperhatikan perlindungan terhadap keluarga dari faktor luar, melindunginya dari virus-virus dan penyakit lingkungan, mengontrol anggotanya agar tidak terseret arus menyimpang dan menyesatkan sehingga keluarga tidak hancur dan runtuh.

Islam melindungi istri dari serangan fitnah perusak, Islam melarang merusak istri, istri sendiri maupun istri orang lain, memprovokasinya melawan suamiya dan mengiming-iminginya kehidupan yang lebih enak dan suasana yang lebih manis, pelaku hal tersebut adalah orang buruk yang patut dikutuk.

Nabi saw bersabda, “Bukan termasuk golongan kami orang yang merusak istri atas suamiya.” (HR. Abu Dawud).

Hadits ini merupakan kunci kokoh dan gembok kuat bagi sebuah pintu besar yang menghadirkan kesengsaraan, kenestapaan dan kehancuran bagi keluarga, pada saat istri terpancing oleh seruan-seruan yang membujuk dan menanti-nantikan ajakan fitnah, pada saat itulah dia telah memegang kapak yang merobohkan rumahnya dan terkecoh oleh impian dan fatamorgana palsu. Karena hal tersebut maka Islam melindungi istri dari sebab-sebab penyimpangan dan memadamkan bara keburukan.
(Izzudin Karimi)