Pengantar

Kegiatan Usaha –dalam kaca mata Islam– memiliki kode etik yang bisa memelihara kejernihan aturan Ilahi, jauh dari sikap serakah dan egoisme, sehingga membuat usaha tersebut sebagai mediator dalam membentuk masyarakat yang saling mengasihi satu kepada yang lain.

Dasarnya adalah hal yang menjadi keyakinan seorang pengusaha muslim itu sendiri, yakni bahwa harta itu pada dasarnya adalah milik Allah. Manusia seluruhnya hanya bertugas mengendalikannya. Orang yang bertugas mengendalikan tentu tidak berhak keluar dari aturan dan tujuan pemilik harta.

Kalau itu dilakukan, maka ia kehilangan posisinya sebagai pengendali harta. Karunia itu bisa berpindah dari dirinya kepada orang yang lebih pantas melakukan tugas tersebut dan lebih mampu menjaga apa yang menjadi hak harta itu.
Dalam kesempatan selayang pandang ini penulis hendak menyitir sebagian kode etik tersebut.

Semoga semua itu bisa memberikan sinar terang dalam kehidupan seorang pengusaha muslim.

Seorang usahawan muslim dalam melakukan berbagai aktivitas usahanya selalu bersandar pada dasar-dasar yang bisa penulis ringkas pada beberapa poin berikut ini :

  • Niat yang tulus. Itu tergambar dalam niatnya mencari kebaikan buat dirinya dengan memelihara diri dari hal-hal yang haram serta memelihara dirinya dari sifat suka meminta-minta yang tidak baik, disamping menjadikan perbuatan itu sebagai sarana untuk mengikat hubungan silaturrahim atau memberi karib kerabat. Niat tulus itu juga tergambar dalam upaya mencari kebaikan untuk orang lain dengan cara ikut andil membangun umat di masa sekarang dan untuk masa mendatang, serta membebaskan umat dari belenggu ketergantungan kepada umat lain.
  • Akhlak yang baik seperti kejujuran, sikap amanah, menepati janji, menunaikan hutang dan membayar hutang dengan baik, memberi kelonggaran orang yang kesulitan membayar hutangnya, menghindari sikap menangguhkan pembayaran hutang, penipuan, kolusi dan manipulasi atau yang sejenisnya.
  • Bekerja dalam hal-hal yang baik, sehingga dalam pandangan mata seorang usahawan muslim tidak akan sama antara proyek perjudian dengan proyek pembangunan. Tidak akan sama baginya antara yang baik dan yang buruk, meskipun hal yang buruk itu menarik hatinya karena besar keuntungannya. Ia selalu menghalalkan yang halal dan mengharamkan yang haram, hanya melakukan usaha sebatas yang dibolehkan oleh Allah dan Rasul-Nya.
  • Menunaikan hak-hak yang harus ditunaikan, tanpa melakukan penangguhan pembayaran hutang, atau mengakhir-akhir-kan hak orang, yang terpenting di antaranya adalah hak-hak Allah dalam soal harta seperti zakat wajib, kemudian hak-hak sesama hamba seperti perjanjian usaha dan sejenisnya.
  • Menghindari riba atau berbagai bentuk usaha haram lain-nya yang menggiring ke arah riba.
  • Menghindari memakan harta orang dengan cara haram. Kehormatan harta seorang muslim seperti kehormatan darahnya. Harta seorang muslim haram untuk diambil kecuali dengan kerelaan hatinya.
  • Menghindari sikap yang membahayakan orang. Seorang usahawan muslim harus menjadi seorang kompetitor yang baik. Segala aktivitas usahanya selalu didasari oleh kaidah “Segala bahaya dan yang membahayakan itu haram hukumnya”. Itu salah satu kaidah ushul fiqih yang komprehensif. Bahkan banyak persoalan hukum praktis yang tidak terhitung jumlahnya yang didasari oleh kaidah tersebut.
  • Berpegang teguh kepada peraturan dalam bingkai undang-undang syariat, sehingga ia tidak menjebloskan dirinya untuk terkena sanksi hukum positif karena pelanggaran-pelanggaran.
  • Bersikap loyal terhadap kaum mukminin. Seorang usahawan muslim harus menjadi juru nasihat umat Islam, selalu memenuhi janji keislamannya, tidak membelakangi umat Islam dengan bersikap memusuhinya, dan tidak sudi ikut andil dalam berbagai proyek usaha dengan kalangan non muslim yang bisa menyebabkan bahaya terhadap umat Islam.

Ulasan rinci tentang akhlak usahawan muslim dapat dibaca dalam 10 subjudul selanjutnya pada rubrik ini