Pada ibadah haji yang merupakan rukun (pilar) Islam kelima tampak persamaan hak antara laki-laki dan perempuan di dalam seluruh rangkaian amal ibadah haji, mulai dari thawaf, sa’i dan lain-lainnya yang berkaitan dengan kewajiban, pantangan dan sunnah-sunnah haji. Perbedaan itu hanya dalam dua perkara saja, yaitu:

Pertama, adanya satu tambahan syarat dalam menunaikan ibadah haji, yaitu harus ada mahram yang mendampinginya.

Masalahnya adalah bahwa Islam sangat memahami perasaan atau emosi seorang perempuan, ketidakmampuannya mengemban susah payah perjalanan jauh (safar), ketidakmampuannya berdesak-desakan dengan kaum laki-laki untuk melakukan banyak hal yang harus ia lakukan serta demi menjaga nama baik dan kehormatannya. Maka ada satu syarat yang harus terpenuhi agar haji menjadi wajib bagi seorang perempuan, yaitu adanya mahram yang mendampingi dirinya yang berfungsi mengurus segala kebutuhannya dan bertanggungjawab atas segala hal yang berkaitan dengan safar (kepergian menuju Mekkah) sehingga segala masalah dan kewajiban ibadah haji dapat ia lakukan dengan baik. Mahram dimaksud adalah laki-laki yang haram menikah dengannya, dewasa dan berakal sehat.

Kedua, mengenakan pakaian berjahit selama berihram. Beda dengan laki-laki, ia tidak boleh memakai selain dua helai kain berupa sarung dan selendang yang keduanya tidak berjahit kecuali terpaksa (darurat), dan itu pun ia harus membayar fidyah.

Rahasia di balik perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam masalah pakaian ihram tersebut adalah karena kain dan selendang tidak berjahit itu mudah terlepas dari tubuh, (dan hal ini tampaknya sering terjadi). Bagaimana kiranya kalau perempuan diwajibkan berpakaian ihram seperti pakaian ihram laki-laki (kain dan selendang saja) lalu kain atau selendangnya itu jatuh di tengah-tengah penglihatan kaum laki-laki dan di tempat-tempat melakukan syi’ar-syi’ar haji bersama kaum laki-laki, seperti di area thawaf, sa’i dan lain-lainnya. Tentu hal yang seperti itu sangat mengganggu perasaannya, karena sebagian anggota tubuhnya terbuka di hadapan kaum laki-laki sedangkan ia tidak menghendakinya. Di sisi lain Islam selalu meletakkan penghalang terhadap segala sesuatu yang dapat mencemari kehormatan perempuan atau segala sesuatu yang dapat merendahkan nama baiknya.