Ibnu sabil adalah musafir yang terputus bekalnya dalam perjalanan sehingga dia tidak bisa pulang ke negerinya. Bagaimana dengan calon musafir? Pendapat pertama: dia tidak termasuk ibnu sabil ini adalah pendapat jumhur, dengan alasan bahwa sabil adalah jalan, maka ibnu sabil adalah orang jalanan yang ada di jalan bukan orang yang hendak jalan. Kedua: muqim termasuk ibnu sabil bila dia hendak berangkat dari negerinya, akan tetapi dia tidak mempunyai harta sebagai bekal dalam safarnya, ini adalah madzhab Syafi’i, dengan mengqiyaskannya dengan musafir dalam arti yang sebenarnya.

Fatwa an-Nadwah li Qadhaya az-Zakah al-Muashirah kesembilan terkait dengan Ibnu Sabil:

1- Ibnu sabil adalah musafir dalam arti yang sebenarnya, sejauh apa pun jarak perjalanannya, yang membutuhkan bekal karena hilangnya harta atau habisnya bekal, sekalipun dia adalah orang kaya di negerinya.

2- Syarat memberikan zakat kepada ibnu sabil adalah:
A- Hendaknya perjalannya bukan perjalanan maksiat.
B- Hendaknya dia tidak bisa mendapatkan hartanya.

3- Ibnu sabil diberi sesuai dengan hajatnya berupa bekal, perhatian dan penginapan, biaya perjalanan ke tempat yang dituju kemudian pulang ke negerinya.

4- Ibnu sabil tidak dituntut untuk menghadirkan bukti atas lenyapnya harta dan habisnya nafkah, kecuali bila keadaannya tidak menunjukkan hal itu.

5- Ibnu sabil tidak wajib berhutang sekalipun ada orang yang mau memberinya hutang, dia juga tidak wajib untuk bekerja sekalipun mampu bekerja.

6- Ibnu sabil tidak wajib mengembalikan sisa bekal di tangannya dari harta zakat saat dia sudah tiba di negerinya dan hartanya, sekalipun lebih baik baginya bila dia mengembalikan sisa tersebut bila dia adalah orang yang berkecukupan ke Baituz Zakah atau kepada salah satu pos penerima zakat.

7- Orang-orang berikut ini termasuk ke dalam ibnu sabil dengan syarat dan ketentuan di atas:
A- Jamaah haji dan umrah.
B- Penuntut ilmu dan pencari kesembuhan (pengobatan).
C- Para da’i ke jalan Allah Ta’ala.
D- Orang-orang yang berperang di jalan Allah Ta’ala.
E- Orang-orang yang diusir dan dipindahkan dari negeri mereka atau tempat tinggal mereka.
F- Para perantau yang hendak pulang kampung namun tidak memiliki bekal.
G- Orang-orang yang berhijrah yang berlari menyelamatkan agama mereka yang dihalang-halangi untuk pulang ke negeri mereka atau mengambil harta mereka.
H- Orang-orang yang mengemban tugas dan para wartawan yang berusaha mewujudkan kemaslahatan informasi syar’i.

Gelandangan Termasuk Ibnu Sabil?

Pertama: termasuk ibnu sabil, ini pendapat Dr Yusuf al-Qardhawi. Alasannya orang-orang yang tidak bertempat tinggal adalah orang-orang jalanan, karena mereka tinggal di jalanan dan berlindung di jalanan, sehingga hukum mereka adalah sama dengan orang musafir yang terputus dari hartanya.

Kedua: bukan termasuk ibnu sabil, ini pendapat Dr Umar al-Asyqar. Alasannya bahwa mereka adalah orang-orang yang tinggal, mereka tidak berharta, sehingga mereka lebih berhak dikategorikan miskin.

Orang-orang di Perantauan demi Mencari Ilmu atau Untuk Bekerja

Sebagian kaum muslimin pergi ke negeri lain untuk menuntut ilmu atau untuk mencari pekerjaan yang lebih baik, dan selama di perantauannya tersebut dia membutuhkan biaya untuk menamatkan belajarnya atau untuk mencari pekerjaan, apakah disyariatkan memberinya dari pos ibnu sabil?

Jawaban dari pertanyaan ini terlihat melalui perincian tentang keadaan mereka. Pertama: mereka mempunyai harta di negeri mereka namun mereka tidak bisa mengambilnya atau memanfaatkannya:

1- Mereka telah tinggal menetap di negeri perantauan, maka mereka bukan ibnu sabil, karena ibnu sabil hanya untuk musafir bukan muqim.

2- Mereka belum tinggal menetap di negeri tersebut, keadaan mereka memiliki dua kemungkinan:

A- Bila diduga mereka akan pulang dalam waktu dekat maka mereka diberi dari pos ibnu sabil kadar yang cukup untuk mereka pulang ke negeri mereka.

B- Bila mereka akan menetap dalam jangka waktu yang lama untuk belajar atau bekerja, maka mereka dihukumi muqim, hal ini menghalangi mereka untuk mengambil zakat dari pos ibnu sabil, bila mereka membutuhkan maka mereka diberi dari pos fakir dan miskin. Wallahu a’lam.