KITAB DZIKIR
SIANG DAN MALAM

BAB ANJURAN BERDZIKIR KEPADA ALLAH
SETELAH SHALAT SHUBUH

Ketahuilah bahwa waktu dzikir di siang hari yang paling mulia adalah setelah shalat Shubuh.

Kami meriwayatkan dari Anas Radhiallahu ‘anhu dalam kitab at-Tirmidzi dan lain-lain; dia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alahi wasallam bersabda,

مَنْ صَلَّى الْفَجْرَ فِي جَمَاعَةٍ، ثُمَّ قَعَدَ يَذْكُرُ اللهَ سبحانه وتعالى حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ، ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ، كَانَتْ (لَهُ) كَأَجْرِحَجَّةٍ وَعُمْرَةٍ، تَامَّةٍ، تَامَّةٍ، تَامَّةٍ.

‘Barangsiapa shalat Shubuh berjamaah kemudian duduk berdzikir kepada Allah Subhanahu Wata’ala sampai matahari terbit, kemudian dia shalat dua rakaat, maka dia mendapatkan pahala seperti pahala Haji dan Umrah, sempurna, sempurna, dan sempurna’.” (Shahih: Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi, Kitab ash-Shalah, Bab al-Julus Fi al-Masjid, 2/481, no. 586; al-Baghawi, no. 710; al-Ashbahani, no. 1930: dari jalan Abdul Aziz bin Muslim, Abu Zhilal menyampaikan kepada kami dari Anas dengan hadits tersebut.

At-Tirmidzi berkata, “Hasan gharib ,” dan disetujui oleh al-Baghawi. Aku berkata, “Ia gharib karena adanya Zhilal, dia rawi dhaif.” Ia hasan karena syawahidnya di antaranya apa yang diriwayatkan oleh ath-Thabrani 8/148/7649,7663 dan 7741: dari dua jalan di mana salah satunya menguatkan yang lain dari Abu Umamah dengan hadits tersebut. Di antaranya adalah apa yang diriwayatkan oleh ath-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Ausath, no. 5598: dari hadits Ibnu Umar dengan sanad yang padanya terdapat kelemahan, kemudian makna hadits ini mempunyai syawahid lain yang banyak. Minimal hadits ini hasan dengan syawahidnya bahkan ia shahih, ia dinyatakan kuat oleh at-Tirmidzi, al-Baghawi, al-Mundziri, an-Nawawi, al-Haitsami, al-Asqalani, Ahmad Syakir dan al-Albani). At-Tirmidzi berkata, “Hadits hasan.”

Kami meriwayatkan dalam kitab at-Tirmidzi dan lainnya, dari Abu Dzar radiallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alahi wasallam bersabda,

مَنْ قَالَ فِي دُبُرِ صَلاَةِ الصُّبْحِ، وَهُوَ ثَانٍ رِجْلَيْهِ، قَبْلَ أَنْ يَتَكَلَّمَ: لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ، وَلَهُ الْحَمْدُ، يُحْيِي وَيُمِيْتُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ، عَشْرَ مَرَّاتٍ، كُتِبَ لَهُ عَشْرُ حَسَنَاتٍ، وَمُحِيَ عَنْهُ عَشْرُسَيِّئَاتٍ، وَرُفِعَ لَهُ عَشْرُ دَرَجَاتٍ، وَكَانَ يَوْمَهُ ذلِكَ فِي حِرْزٍ مِنْ كُلِّ مَكْرُوْهٍ، وَحُرِسَ مِنَ الشَّيْطَانِ، وَلَمْ يَنْبَغِ لِذَنْبٍ أَنْ يُدْرِكَهُ فِي ذلِكَ الْيَوْمِ، إِلاَّ الشِّرْكَ بِاللهِ سبحانه وتعالى .

“Barangsiapa mengucapkan setelah shalat Shubuh, sementara dia masih melipat kedua kakinya sebelum berbicara, ‘Tiada tuhan (yang berhak disembah) kecuali Allah yang Maha Esa, tiada sekutu bagiNya, bagiNya kerajaan, bagiNya pujian. Dialah yang menghidupkan dan mematikan. Dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu,’ sepuluh kali, maka ditulis untuknya sepuluh kebaikan, dihapus darinya sepuluh keburukan, diangkat untuknya sepuluh derajat, dan pada harinya itu dia berada dalam lindungan dari setiap yang tidak diinginkan, dia dijaga dari setan dan tidak layak bagi dosa untuk mendapatkannya pada hari itu, kecuali dosa syirik kepada Allah.” Hasan: Kecuali ucapannya, ‘Sementara dia melipat kedua kakinya’: Diriwayatkan oleh Abdur Razzaq dalam al-Mushannaf, no. 3192; Ahmad 4/227, 6/298; At-Tirmidzi, Kitab ad-Da’awat, Bab, 5/515, no. 3474; an-Nasa`i di dalam al-Yaum Wa al-Lailah, no. 126 dan 127; ath-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Kabir 20/65, no. 119 dan ad-Du’a`no. 705 dan 706; Ibn as-Sunni dalam al-Yaum wa al-Lailah, no. 140; al-Ashbahani dalam at-Targhib, no. 1342.

Inti persoalan hadits ini terletak pada Syahr bin Hausyab, rawi dhaif apabila dia meriwayatkan secara sendiri. Mereka berselisih panjang lebar tentangnya pada sanad dan matannya. Adapun sanad, maka mereka berselisih pertama kali apakah ia mursal atau maushul, kemudian mereka berselisih tentang rawi sahabat menjadi empat pendapat, kemudian mereka berselisih tentang semua rawi padanya di bawah Syahr bin Hausyab dan perselisihannya panjang apabila dirinci. Adapun matan, maka mereka berselisih dengan penambahan dan pengurangan serta perincian pahala menjadi banyak pendapat. Secara umum hadits ini dhaif, pertama karena dhaifnya Syahr bin Hausyab, kegoncangannya dan perselisihan mereka padanya, sampai pada tarap mengetahui mana yang benar, hampir-hampir tidak mungkin.

Akan tetapi pokok doa ini diriwayatkan dalam ash-Shahihain dari hadits Abu Hurairah tanpa terikat dengan shalat, hadits ini memiliki syahid yang kuat dari Abu Ayyub di Ahmad 5/420 pada shalat Shubuh dan Maghrib, dengan keduanya hadits ini menjadi hasan kecuali ucapannya, “Sementara dia melipat kedua kakinya.” Syawahid itu tidak menolongnya. Kepada kesimpulan ini al-Asqalani cenderung, hadits ini dikuatkan secara keseluruhan oleh at-Tirmidzi, al-Mundziri, an-Nawawi dan al-Albani). At-Tirmidzi berkata, “Hadits hasan.” Di sebagian naskah, “Shahih.” (Al-Asqalani dalam Amal al-Adzkar 3/68 – Futuhat, berkata, “Ia adalah riwayat Abu Ya’la as-Sinji dari al-Mahbubi, dan ia adalah salah”).

Sumber : Ensiklopedia Dziikir Dan Do’a, Imam Nawawi, Pustaka Sahifa Jakarta. Disadur oleh Wandy Hazar S.Pd.I.

Kami meriwayatkan dalam Sunan Abu Dawud dari Muslim bin al-Harits at-Tamimi seorang sahabat y, dari Rasulullah Shallallahu ‘alahi wasallam,
أَنَّهُ أَسَرَّ إِلَيْهِ، فَقَالَ: إِذَا انْصَرَفْتَ مِنْ صَلاَةِ الْمَغْرِبِ، فَقُلْ: اَللّهُمَّ أَجِرْنِي مِنَ النَّارِ، سَبْعَ مَرَّاتٍ، فَإِنَّكَ إِذَا قُلْتَ ذلِكَ، ثُمَّ مُتَّ مِنْ لَيْلَتِكَ، كُتِبَ لَكَ جِوَارٌ مِنْهَا، وَإِذَا صَلَّيْتَ الصُّبْحَ، فَقُلْ كَذلِكَ، إِنْ مُتَّ مِنْ يَوْمِكَ، كُتِبَ لَكَ جِوَارٌ مِنْهَا.
“Bahwa Rasulullah membisikkan kepadanya, ‘Apabila kamu selesai shalat Maghrib, maka katakanlah, ‘Ya Allah lindungilah aku dari neraka,’ tujuh kali, karena jika kamu mengucapkan itu kemudian kamu mati di malammu itu, niscaya ditulis untukmu perlindungan darinya (Yakni Allah melindungimu dan menyelamatkanmu). Apabila kamu shalat Shubuh, maka ucapkanlah hal yang sama, karena jika kamu mati di harimu itu, niscaya ditulis untukmu perlindungan darinya’.” (Dhaif: Diriwayatkan oleh Ahmad 4/234; al-Bukhari dalam at-Tarikh 7/253; Abu Dawud, Kitab al-Adab, Bab Ma Yaqulu Idza Ashbaha 2/741, no. 5079 dan 5080; an-Nasa`i dalam al-Yaum wa al-Lailah, no. 111; Ibnu Hibban, no. 2022; ath-Thabrani 19/433, no. 1051 dan 1052; Ibn as-Sunni, no. 139; Ibnul Atsir dalam Usud al-Ghabah 5/167: semuanya dari jalan Abdurrahman bin Hasan al-Kinani, dari Muslim bin al-Harits at-Tamimi, dari bapaknya dengan hadits tersebut.
Pendapat al-Asqalani tentang hadits ini tidak sama; dalam Amal al-Adzkar 3/68 – Futuhat, dia menyatakannya hasan dan dalam at-Tahdzib dia berkata, “Aku tidak menemukan pernyataan tsiqah bagi tabi’in dalam hadits ini yakni Muslim bin al-Harits kecuali konsekuensi dari apa yang dilakukan oleh Ibnu Hibban, di mana dia meriwayatkan hadits ini dalam Shahihnya. Ad-Daruquthni memastikan bahwa Muslim adalah majhul, dia meriwayatkan asal hadits secara sendiri aku tidak melihatnya kecuali dari riwayatnya dan menyatakannya shahih adalah sangat jauh.” Aku berkata, “Inilah hasil daripada kajian ilmiah, karena mereka berselisih tentang rawi tabi’in pada hadits ini yang merembet kepada rawi sahabat hadits ini, apakah dia Muslim bin al-Harits atau al-Harits bin Muslim, ini adalah indikasi yang menguatkan segi kemajhulan yang dipastikan oleh ad-Daruquthni dan diikuti oleh adz-Dzahabi dan al-Asqalani. Al-Mundziri dan al-Albani cenderung menyatakannya dhaif).

Kami meriwayatkan dalam Musnad Imam Ahmad, Sunan Ibnu Majah dan kitab Ibn as-Sunni dari Ummu Salamah i, dia berkata,
كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم إِذَا صَلَّى الصُّبْحَ، قَالَ: اَللّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا، وَعَمَلاً مُتَقَبَّلاً، وَرِزْقًا طَيِّبًا
“Apabila Rasulullah a shalat Shubuh beliau mengucapkan, ‘Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepadaMu ilmu yang bermanfaat, amal yang diterima dan rizki yang halal’.” (Shahih: Diriwayatkan oleh ath-Thayalisi, no. 1605; Abdur Razzaq, no. 3191; al-Humaidi, no. 299; Ibnu Abi Syaibah, no. 29256; Ahmad 6/294, 305, 318 dan 322; Abd bin Humaid, no. 1535; Ibnu Majah, Kitab Iqamat ash-Shalah, Bab Ma Yuqalu Ba’da at-Taslim, 1/298, no. 925; an-Nasa`i dalam al-Yaum wa al-Lailah, no.102; Abu Ya’la, no.6930, 6950 dan 6997; ath-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Kabir 23/305, no.685-688 dan ad-Du’a`, no.669, 671 dan 672; Ibn as-Sunni, no. 54 dan 110: dari beberapa jalan, dari Musa bin Abu Aisyah, dari mantan hamba sahaya Ummu Salamah, dari Ummu Salamah dengan hadits tersebut.
Al-Bushiri berkata, “Rawi-rawinya tsiqah kecuali mantan hamba sahaya Ummu Salamah, namanya tidak didengar dan aku tidak melihat seorang pun yang menulis di bidang rawi-rawi yang tidak diketahui menyebutnya, maka aku tidak mengetahui bagaimana keadaannya.” Aku berkata, “Namanya disebutkan oleh ad-Daruquthni dalam al-Afrad, no. 18250 -an-Nukat azh-Zharrat dan al-Khatib dalam at-Tarikh 4/39, yaitu Abdullah bin Syaddad. Ini juga dipastikan oleh al-Asqalani, padahal itu tidak benar karena Ahmad bin Idris meriwayatkan itu secara sendiri dan keadaannya benar-benar tertutup. Ath-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Kabir 23/305, no. 689; menamakannya dengan Safinah mantan hamba sahaya Ummu Salamah, dan ini juga tidak shahih, karena Ismail bin Amr meriwayatkan hal itu secara sendiri dan dia dhaif. Akan tetapi hadits ini diriwayatkan oleh ath-Thabrani dalam al-Mu’jam ash-Shaghir, no. 736: dari jalan ats-Tsauri, dari Mansur, dari Asy-Sya’bi, dari Ummu Salamah dengan hadits tersebut . Al-Haitsami berkata 10/114, “Rawi-rawinya adalah tsiqah.” Aku berkata, “Asy-Sya’bi mendengar dari Ummu Salamah.” Hadits ini mempunyai syahid dari hadits Abu ad-Darda’ dalam riwayat ath-Thabrani dalam ad-Du’a`, no. 670 dengan sanad dhaif. Tanpa keraguan hadits ini shahih dengan kedua jalannya dan syahidnya, ia dihasankan oleh al-Asqalani dan dishahihkan oleh al-Albani).
Kami juga meriwayatkan di dalamnya dari Shuhaib y,
أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم كَانَ يُحَرِّكُ شَفَتَيْهِ بَعْدَ صَلاَةِ الْفَجْرِ بِشَيْءٍ، فَقُلْتُ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، مَا هذَا الَّذِي تَقُوْلُ؟ قَالَ: اللّهُمَّ بِكَ أُحَاوِلُ، وَبِكَ أُصَاوِلُ، وَبِكَ أُقَاتِلُ.
“Bahwa Rasulullah a menggerakkan kedua bibirnya setelah shalat Shubuh mengucapkan sesuatu, maka aku berkata, ‘Ya Rasulullah, apa yang engkau ucapkan itu?’ Beliau menjawab, ‘Ya Allah denganMu aku berusaha, denganMu aku menghadapi (‘DenganMu aku berusaha’, yakni, dengan daya dan kekuatanMu aku menghadapi segala urusanku, ‘denganMu aku menghadapi’ yakni dengan daya dan kekuatanMu aku melawan musuhku dan menolak siapa yang ingin menzhalimiku) dan denganMu aku berperang’.” (Shahih: Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah, no. 29499, Ahmad 4/332, 333, 6/16; ad-Darimi 2/216; an-Nasa`i dalam al-Yaum wa al-Lailah, no. 619; Ibnu Hibban, no. 1975 dan 2027; ath-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Kabir, no. 7318 dan ad-Du’a`, no. 9664; Ibn as-Sunni, no. 117; Abu nu’aim dalam al-Hilyah 1/155: dari beberapa jalan, dari Tsabit al-Bunani, dari Abdurrahman bin Laila, dari Syu’aib dengan hadits tersebut secara tersendiri dan dalam suatu rangkaian. Jalan-jalan periwayatannya shahih, sebagian darinya berdasarkan syarat Muslim bahkan asal hadits ini dalam Shahih Muslim).
Hadits-hadits senada dengan apa yang saya sebutkan berjumlah banyak.
Akan datang pada bab berikut penjelasan tentang dzikir yang diucapkan di pagi hari dengan penjelasan yang menentramkan. Insya Allah.
Kami meriwayatkan dari Abu Muhammad al-Baghawi dalam Syarh as-Sunnah (3/222) berkata, Alqamah bin Qais berkata, “Kami mendengar bahwa bumi mengeluh kepada Allah karena tidurnya seorang ahli ilmu setelah Shubuh.” (Alqamah adalah an-Nakha’i al-Kufi, seorang imam al-Hafizh, mujtahid ahli fikih, ulama dan qari kota Kufa, termasuk ke dalam kelompok Mukhadramin, mendengar hadits dari Umar, Utsman dan Ali, murid setia Ibnu Mas’ud, wafat tahun 62 H atau tidak lama sesudahnya. Biografinya terdapat dalam al-Hilyah 2/98, dan A’lam an-Nubala 4/53) Wallahu a’lam.

Sumber : Ensiklopedia Dziikir Dan Do’a, Imam Nawawi, Pustaka Sahifa Jakarta. Disadur oleh Yusuf Supardi.

BAB DZIKIR YANG DIUCAPKAN DI WAKTU
PAGI DAN SORE

Ketahuilah bahwa masalah ini sangat luas, tidak ada bab di dalam kitab ini yang lebih luas darinya dan aku akan menyebutkan insya Allah beberapa inti kalimat-kalimat-nya. Barangsiapa diberi taufik untuk mengamalkan semuanya, maka ia adalah nikmat dan anugerah dari Allah, dan keberuntungan besar baginya dan barangsiapa yang tidak melakukan semuanya, maka hendaknya dia membatasi pada inti-intinya sesuai dengan yang diinginkannya meskipun hanya satu dzikir saja.

Dalil-dalil bab ini adalah dari al-Qur`an yang mulia, yaitu:

Firman Allah [Subhanahu waTa`ala]
وَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ قَبْلَ طُلُوعِ الشَّمْسِ وَقَبْلَ غُرُوبِهَا

“Dan bertasbihlah dengan memuji Rabbmu, sebelum terbit matahari dan sebelum terbenam-nya.” (Thaha: 130).

Firman Allah[Subhanahu waTa`ala]
وَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ بِالْعَشِىِّ وَاْلإِبْكَارِ

“Dan bertasbihlah seraya memuji Rabbmu pada waktu petang dan pagi.” (Al-Mu`min: 55).

Firman Allah[Subhanahu waTa`ala]
وَاذْكُر رَّبَّكَ فِي نَفْسِكَ تَضَرُّعًا وَخِفْيَةً وَدُونَ الْجَهْرِمِنَ الْقَوْلِ بِالْغُدُوِّ وَاْلأَصَالِ

“Dan sebutlah (nama) Rabbmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang.” (Al-A’raf: 205).

Ulama bahasa berkata: الآصَالُ adalah jamak dari أَصِيْلٌ , maknanya waktu antara Ashar dan Maghrib.

Firman Allah[Subhanahu waTa`ala]
وَلاَتَطْرِدِ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُ

“Dan janganlah kamu mengusir orang-orang yang menyeru Rabbnya di pagi dan petang hari, sedang mereka menghendaki keridhaanNya.” (Al-An’am: 52).

Ulama bahasa berkata, الْعَشِيُّ adalah waktu di antara tergelincirnya matahari dan terbenamnya.

Firman Allah[Subhanahu waTa`ala]
فِي بُيُوتٍ أَذِنَ اللهُ أَن تُرْفَعَ وَيُذْكَرَ فِيهَا اسْمُهُ يُسَبِّحُ لَهُ فِيهَا بِالْغُدُوِّ وَاْلأَصَالِ {36} رِجَالُُ لاَّتُلْهِيهِمْ تِجَارَةٌ وَلاَبَيْعٌ عَن ذِكْرِ اللهِ

“Bertasbih kepada Allah di masjid-masjid yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut namaNya di dalamnya, pada waktu pagi dan waktu petang, laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingat Allah.” (An-Nur: 36-37).

Firman Allah[Subhanahu waTa`ala]
إِنَّا سَخَّرْنَا الْجِبَالَ مَعَهُ يُسَبِّحْنَ بِالْعَشِيِّ وَاْلإِشْرَاقِ

“Sesungguhnya Kami menundukkan gunung-gunung untuk bertasbih bersama dia (Dawud) di waktu petang dan pagi.” (Shad: 18).

Kami meriwayatkan dalam Shahih al-Bukhari, (Kitab ad-Da’awat, Bab Afdhal adz-Dzikr, 11/97, no. 6306) dari Syaddad bin Aus, dari Nabi a, beliau bersabda,
سَيِّدُ اْلإِسْتِغْفَارِ: اَللّهُمَّ أَنْتَ رَبِّي، لاَ إِلهَ إِلاَّ أَنْتَ، خَلَقْتَنِي، وَأَنَا عَبْدُكَ، وَأَنَا عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَا اسْتَطَعْتُ، أَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّمَا صَنَعْتُ، أَبُوْءُ لَكَ بِنِعْمَتِكَ عَلَيَّ، وَأَبُوْءُ بِذَنْبِي، فَاغْفِرْلِي، فَإِنَّهُ لاَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ إِلاَّ أَنْتَ. إِذَا قَالَ ذلِكَ حِيْنَ يُمْسِيْ فَمَاتَ، دَخَلَ الْجَنَّةَ (أَوْ: كَانَ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ). وَإِذَا قَالَ: حِيْنَ يُصْبِحُ، فَمَاتَ مِنْ يَوْمِهِ… مِثْلَهُ.

“Penghulu istighfar adalah, ‘Ya Allah, Engkau adalah Rabbku, tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Engkau, Engkaulah yang menciptakan aku. Aku adalah hambaMu. Aku akan setia pada perjanjianku denganMu semampuku. Aku berlindung kepadaMu dari keburukan yang kuperbuat. Aku mengakui nikmatMu kepadaku dan aku mengakui dosaku, oleh karena itu ampu-nilah aku. Sesungguhnya tiada yang mengampuni dosa kecuali Engkau.’ Apabila dia mengucap-kan itu di waktu sore lalu dia mati niscaya dia masuk surga (atau termasuk penghuni surga). Apa-bila dia mengucapkan itu di waktu pagi lalu dia mati di hari tersebut, niscaya dia masuk surga (atau termasuk penghuni surga) …sepertinya.”

Makna أَبُوْءُ : mengakui dan menyadari.

Kami meriwayatkan dalam Shahih Muslim dari Abu Hurairah y, dia ber-kata, “Rasulullah a bersabda,
مَنْ قَالَ حِيْنَ يُصْبِحُ وَحِيْنَ يُمْسِي: سُبْحَانَ اللهِ وَبِحَمْدِهِ، ماِئَةَ مَرَّةٍ، لَمْ يَأْتِ أَحَدٌ يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِأَفْضَلَ مِمَّا جَاءَ بِهِ، إِلاَّ أَحَدٌ قَالَ مِثْلَ مَا قَالَ أَوْ زَادَ عَلَيْهِ.

‘Barangsiapa di waktu pagi dan sore mengucapkan, ‘Mahasuci Allah dan dengan memuji-Nya,’ seratus kali, tidak ada seorang pun pada Hari Kiamat yang hadir membawa sesuatu yang lebih afdhal dari yang dia bawa, kecuali seseorang yang mengucapkan seperti yang dia ucapkan atau lebih’.”
Sumber : Ensiklopedia Dziikir Dan Do’a, Imam Nawawi, Pustaka Sahifa Jakarta. Disadur oleh Yusuf Supardi.