Allah Subhanahu waTa`ala berfirman,

فَلاَ تُزَكُّوا أَنفُسَكُمْ

“Maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci”. (An-Najm: 32).

Ketahuilah bahwa menyebutkan kebaikan diri sendiri ada dua macam: penyebutan kebaikan yang tercela dan yang terpuji. Penyebutan kebaikan yang tercela yaitu, penye-butan dengan tujuan untuk menyombongkan diri, memperlihatkan ketinggian derajat dan perbedaan status pada teman-temannya, dan yang semisalnya. Sedangkan penyebutan kebaikan yang terpuji yaitu, penyebutan yang di dalamnya terdapat kemaslahatan bagi agama, dan yang demikian itu ketika ia bertindak sebagai orang yang memerintahkan kepada kebaikan dan melarang dari kemunkaran, sebagai penasihat, pemberi petunjuk kepada kemaslahatan, pengajar, pendidik, pemberi wejangan, pemberi peringatan, pen-damai antara dua orang (yang bertikai) atau menolak kejelekan dari dirinya, dan semisal-nya. Maka dia menyebutkan kebaikannya dengan niat agar perkataannya lebih diterima dan apa yang dia sebutkan dijadikan sebagai sandaran, atau bahwa perkataan yang saya sebutkan ini tidak mereka dapatkan pada selain diriku, sehingga mereka menjaga diri dengannya atau semisalnya. Nash-nash yang muncul dalam masalah ini dan untuk makna ini sangat banyak sekali.

Sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam,

أَنَا النَّبِيُّ لاَ كَذِبْ.

“Saya adalah seorang Nabi, tidak ada kebohongan.”

أَنَا سَيِّدُ وَلَدِ آدَمَ.

“Saya adalah pemimpin anak cucu Adam.”

أَنَا أَوَّلُ مَنْ تَنْشَقُّ عَنْهُ اْلأَرْضُ.

“Saya adalah orang pertama kali yang tanah kuburannya terbuka (pada Hari Kebangkitan).”

أَنَا أَعْلَمُكُمْ بِاللهِ وَأَتْقَاكُمْ.

“Saya adalah orang yang paling mengenal Allah dan yang paling bertakwa di antara kalian.”

إِنِّيْ أَبِيْتُ عِنْدَ رَبِّيْ.

“Aku bermalam di sisi Rabbku.”

Dan hadits semisalnya sangat banyak.

Yusuf (‘alaihis salam) berkata (yang diabadikan dalam al-Qur`an),

قَالَ اجْعَلْنِي عَلَى خَزَائِنِ اْلأَرْضِ إِنِّي حَفِيظٌ عَلِيمٌ

“Yusuf berkata, ‘Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir). Sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga, lagi berpengetahuan’.” (Yusuf: 55).

Syu’aib (‘alaihis salam) berkata (yang diabadikan dalam al-Qur`an),

سَتَجِدُنِي إِن شَآءَ اللهُ مِنَ الصَّالِحِينَ

“Kamu insya Allah akan mendapatiku termasuk orang-orang yang baik”. (Al-Qashash: 27).

Utsman radiyallahu ‘anhu berkata ketika dikepung, yang kami riwayatkan dalam Shahih al-Bukhari radiyallahu ‘anhu, dia berkata,

أَلَسْتُمْ تَعْلَمُوْنَ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه و سلم قَالَ: مَنْ جَهَّزَ جَيْشَ الْعُسْرَةِ، فَلَهُ الْجَنَّةُ؟ فَجَهَّزْتُهُمْ. أَلَسْتُمْ تَعْلَمُوْنَ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه و سلم قَالَ: مَنْ حَفَرَ بِئْرَ رُوْمَةَ، فَلَهُ الْجَنَّةُ؟ فَحَفَرْتُهَا، فَصَدَّقُوْهُ بِمَا قَالَ.

“Tidakkah kamu mengetahui bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Barangsiapa menyiapkan bekal tentara al-Usrah (tentara perang Tabuk) maka baginya surga.’ Maka saya menyiapkan bekal mereka. Apakah kamu tidak mengetahui bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Barangsiapa menggali sumur ‘Rumah’, maka baginya surga.’ Maka saya menggalinya, maka mereka membenarkan apa yang dikatakannya.”

Kami meriwayatkan dalam Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim, dari Sa’ad bin Abi Waqqash radiyallahu ‘anhu, bahwasanya dia berkata ketika penduduk Kufah mengadukannya kepada Umar bin al-Khaththab radiyallahu ‘anhu,

وَقَالُوْا: لاَ يُحْسِنُ يُصَلِّيْ، فَقَالَ سَعْدٌ: وَاللهِ إِنِّيْ لأَوَّلُ رَجُلٍ مِنَ الْعَرَبِ رَمَى بِسَهْمٍ فِي سَبِيْلِ اللهِ سبحانه و تعالى، وَلَقَدْ كُنَّا نَغْزُوْ مَعَ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه و سلم ….

“Mereka berkata, ‘Dia tidak bagus shalatnya,’ maka Sa’ad berkata, ‘Demi Allah, sesungguhnya saya adalah laki-laki pertama dari Arab yang melemparkan anak panah di jalan Allah Subhanahu wata’ala. Kami telah berperang bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam”

Dan dia menyebutkan hadits dengan sempurna.

Kami meriwayatkan dalam Shahih Muslim, dari Ali radiyallahu ‘anhu, dia berkata,

وَالَّذِيْ فَلَقَ الْحَبَّةَ وَبَرَأَ النَّسَمَةَ، إِنَّهُ لَعَهْدُ النَّبِيِّ صلى الله عليه و سلم إِلَيَّ أَنَّهُ لاَ يُحِبُّنِيْ إِلاَّ مُؤْمِنٌ وَلاَ يُبْغِضُنِيْ إِلاَّ مُنَافِقٌ.

“Demi Dzat yang membelah biji-bijian dan menciptakan jiwa, sesungguhnya wasiat Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam kepada saya adalah, bahwa tidaklah mencintaiku melainkan seorang Mukmin, dan tidak membenciku melainkan seorang munafik.”

Saya berkata, Kata ‘بَرَأَ’ maknanya menciptakan dan ‘النَّسَمَةُ’ maknanya jiwa.

Kami meriwayatkan dalam Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim, dari Abu Wa`il, dia berkata,

خَطَبَنَا عَبْدُ اللهِ بْنُ مَسْعُوْدٍ رضي الله عنه ، فَقَالَ: وَاللهِ، لَقَدْ أَخَذْتُ مِنْ فِي رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه و سلم بِضْعًا وَسَبْعِيْنَ سُوْرَةً، وَلَقَدْ عَلِمَ أَصْحَابُ رَسُوْلِ صلى الله عليه و سلم أَنِّيْ مِنْ أَعْلَمِهِمْ بِكِتَابِ اللهِ سبحانه و تعالى، وَمَا أَنَا بِخَيْرِهِمْ، وَلَوْ أَعْلَمُ أَنَّ أَحَدًا أَعْلَمُ مِنِّيْ، لَرَحَلْتُ إِلَيْهِ.

“Abdullah bin Mas’ud radiyallahu ‘anhu berbicara kepada kami, ‘Demi Allah, saya telah mengambil tujuh puluh sekian (73-79) surat dari mulut Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, dan para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam telah menge-tahui bahwa saya termasuk orang yang paling mengetahui Kitabullah, padahal saya bukanlah yang terbaik di antara mereka. Kalau seandainya saya mengetahui bahwa ada seseorang yang lebih me-ngetahui Kitabullah daripada saya, niscaya saya akan pergi (belajar) kepadanya’.”

Kami meriwayatkan dalam Shahih Muslim, dari Ibnu Abbas radiyallahu ‘anhu,

أَنَّهُ سُئِلَ عَنِ اْلبَدَنَةِ إِذَا أَزْحَفَتْ، فَقَالَ: عَلَى الْخَبِيْرِ سَقَطْتَ (يَعْنِي: نَفْسَهُ) … وَذَكَرَ تَمَامَ الْحَدِيْثِ.

“Bahwa dia ditanya tentang unta betina ketika berhenti kelelahan, dia menjawab, ‘Pada orang yang berilmu, kamu akan menjumpai jawabannya (maksudnya adalah dirinya)…’ Dan dia menyebutkan kesempurnaan hadits’.”

Hadits yang semisal ini sangat banyak, tidak terhingga, dan semuanya mengandung pembahasan yang kami sebutkan. Wabillahi at-Taufiq.

Sumber : Ensiklopedia Dzikir Dan Do’a, Imam Nawawi, Pustaka Sahifa Jakarta. Disadur oleh Yusuf Al-Lomboky