Kepada semua orang yang hatinya dipenuhi dengan kesedihan dan kegundahan, sesungguhnya salah satu sifat dunia ini wahai saudara tercinta dan saudara yang mulia adalah bahwasanya dia adalah tempat ujian, kesusahan, kegundahan, kesengsaraan dan musibah kecuali bagi orang-orang yang dimudahkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk melaluinya. Dan ini adalah salah satu perbedaan antara dunia dengan Surga. Bukankah Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman:

(( لقد خلقنا الإنسان في كبد ))

”Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia berada dalam susah payah.”(QS. Al-Balad: 4)

Dan bukankah Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

(( ولنبلونكم بشئ من الخوف والجوع ونقص من الأموال والأنفس والثمرات وبشر الصابرين)) ..

”Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.”(QS. Al-Baqarah: 155)

Bukankah manusia-manusia terbaik yaitu para Nabi dan Rasul ‘alaihimussalam seluruhnya, dan bahkan Nabi dan Rasul terbaik, pemimpin manusia yaitu Nabi dan kekasih kita, Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam juga mengalami cobaan-cobaan dan kesedihan-kesedihan…? lihat dan bacalah sirah (perjalanan) beliau shallallahu ‘alaihi wasallam dan sirah seluruh para Nabi dan Rasul ‘alaihimussalam, maka akan jelas bagi hakekat ini!!!

Bukankah manusia terbaik setelah para Nabi ‘alaihimussalam yaitu para Sahabat radhiyallahu’anhum juga mengalami hal yang demikian? Bukankah hal itu juga menimpa para Tabi’in pilihan dan Ulama-ulama ummat seperti Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah dan ulama-ulama lain yang masyhur??? Dan sesungguhnya tidak selamat darinya seorang pun, baik laki-laki maupun perempuan, orang tua maupun anak-anak. Inilah keadaan dunia dan inilah sunatullah yang terjadi pada makhlukNya.

Maka dunia ini adalah hina bukan mulia, dia hanya tempat singgah sementara yang akan hilang, dan bukan tempat tinggal bagi orang-orang berakal, kecuali untuk mencari bekal di dalamnya untuk kehidupan Akherat dengan amal shalih. Dan orang yang mencermati kehidupan sebagian manusia dia akan mendapatkan bahwasanya mereka lalai dari sunatullah dan hakekat rabbaniyah ini, maka seandainya salah seorang di antara kita diuji dengan salah satu dari musibah-musibah ini –dan ini adalah sesuatu yang pasti menimpa kita semua – maka dia akan menganggap bahwa hanya dia sendiri yang tertimpa, sementara orang lain tidak. Kesedihan dan kesusahan yang disebabkan musibah itu, yang itu adalah hakikat dunia dan yang telah ditakdirkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada setiap makhluknNya sesuai dengan hikmah yang diketahui oleh-Nya Subhanahu wa Ta’ala.

Dan di sini kadang Syetan menghembuskan ke dalam hati sebagian mereka dan menambah kesedihan di atas kesedihan –dan syetan tidak menginginkan kabaikan untuk seorang mukmin sedikitpun- sehingga hati sebagian manusia menjadi lembah yang dalam yang menampung kesedihan dan kesusahan, dan menjadi lautan-lautan yang berisi kesempitan dan kegundahan. Dan mungkin saja akhirnya mereka berputus asa dan dia memasukan diri mereka ke dalam jurang putus harapan yang gelap. Sama saja apakah hal itu karena mereka –setelah kehendak dari Allah- ataupun dari selain mereka.

Oleh sebab itu hendaknya setiap muslim dan muslimah beradaptasi dengan sunatullah yang seperti ini, sesuai dengan apa yang disyari’atkan oleh Rabb kita Subhanahu wa Ta’ala, kalau tidak niscaya kesedihan dan kegundahanya -apabila dia larut oleh karenanya- akan menjerumuskan seseorang ke dalam sesuatu yang tidak terpuji dampaknya baik di dunia maupun akherat.

Maka dari itu wajib bagi kita untuk mengetahui sebab-sebab yang bisa mendatangkan kesedihan dan kegundahan, supaya kita bisa mencegahnya sebelum terjadi dan apabila sudah terjadi kita bisa meminimalisir musibah tersebut dan akhirnya kita bisa bersabar dan mengharap pahala dari musibah dan kesedihan yang menimpa kita. Dan yang harus kita ketahui juga bahwasanya sebab-sebab tersebut ada yang bersifat materi (bisa diketahui hubungan sebab akibatnya dengan panca indera) dan ada yang bersifat maknawi (secara agama). Di antara sebab-sebab tersebut adalah sebagai berikut:

Sebab secara agama (maknawi) di antaranya :

1. Jauh dari Allah Subhanahu wa Ta’ala secara umum dan tenggelam ke dalam syahwat, kelalaian dan syubhat.

2. Jauh dari membaca al-Qur’an dan dzikir-dzikir Nabawi (lalai dari membentengi dirinya sendiri dengan membaca dzikir-dzikir pagi petang dan lain-lain)

3. Tidak beriman secara mantap kepada Qodho dan Qodar dan tidak ridha secara lahir batin.

4. Durhaka kepada orang tua dan memutus silaturahim.

5. Kedengkian dan iri kepada orang lain, lebih-lebih kepada kerabat dan akhlak yang buruk secara umum.

Sebab secara hakiki (yang nyata):

A.Sebab sosial.

Kejadian-kejadian menyedihkan yang menimpa kita, seperti: kekerasan fisik dengan berbagai macam bentuknya, matinya orang yang dicintai, hilangnya teman dll. Demikian juga penyiksaan atau perasaan yang berlebihan dalam menyikapinya, masalah anak, pernikahan yang gagal, perselisihan dengan kerabat dan sahabat, pengangguran (khususnya pemuda) melajang bagi para gadis dll.

B.Sebab secara perilaku

Malas, cara yang salah dalam menyikapi fenomena buruk yang terjadi di masyarakat, enggan bermusyawarah dengan orang yang terpercaya yang bisa meringankan bebanmu dan mengarahkanmu. Demikian juga kurang tidur dan banyak bergadang, salah dalam mengatur pola tidur, yang mana dia tidur ketika orang-orang bangun dan dia bangun ketika orang-orang tidur, maka jadilah dia orang yang kesepian dan merasa sendiri. Dan hal ini semakin menambah kesedihan dan kegundahannya. Dan yang termasuk sebab yang paling besar dalam menimbulkan kegundahan adalah waktu luang bagi orang-orang yang tidak bisa memanfaatkannya.

C.Sebab kejiwaan

Di antara sebab kesedihan dari sisi kejiwaan adalah tidak ridha, rasa malu yang berlebihan dan tidak pada tempatnya, dan ketakutan yang berlebihan untuk menghadapi masa depan. Demikian juga menyerah dan mudah terpengaruh dengan celaan-celaan dan hinaan yang sedikit sekali orang bisa selamat darinya –dan setiap orang yang mendapat nikmat pasti didengki orang lain-. Hinaan-hinaan dan kedustaan-kedustaan itu, yang tidak seorang pun selamat darinya, bahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sekalipun (orang musyrik telah berkata tentang beliau: penyihir, gila, dukun, penyair penipu dll), bahkan mereka sampai mencela beliau shallallahu ‘alaihi wasallam dalam hal kehormatan beliau sebagaimana dalam ”haditsul Ifki”. Demikian juga tidak selamat dari tuduhan dan kedustaan-kedustaan istri beliau Ummil Mukminin ‘Aisyah ash-Shiddiqah radhiyallahu ‘anha,.

Jalan keluar

Maka, tidak diragukan lagi bahwa kepastian turunnya musibah dan ujian, namun bukan berarti kita tidak mengambil sebab (untuk menolak musibah) dengan cara yang disyari’atkan yang diperintahkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam baik sebelum turunnya musibah atau setelahnya. Dan mungkin yang termasuk sebab-sebab yang disyari’atkan yang mampu kita lakukan untuk menolak dampak buruk dari kegundahan dan kesedihan, dan untuk mengurangi dampak musibah tersebut sekecil mungkin ketika terjadinya adalah hal-hal sebagai berikut:

1 .Amal shalih dan ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

((من عمل صالحا من ذكر أو أنثى وهو مؤمن فلنحيينه حياة طيبة ولنجزينهم أجرهم بأحسن ما كانوا يعملون))

” Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami berikan balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. An-Nahl: 97)

2. Memperhitungkan dan mempersiapkan diri untuk menerima musibah sebelum terjadi dengan ketegaran dan kesabaran dan bersabar saat musibah dan setelahnya, dan juga dengan menata diri untuk siap menanggung musibah, bersabar dan menerima kenyataan bahwa musibah itu pasti akan terjadi. Dan tidak ada persiapan yang paling baik selain kesabaran dan mengharap pahala dari sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan sesungguhnya kesabaran itu adalah ketika awal musibah itu terjadi, dan seandainya kita tidak pernah melatih diri kita dengan hal itu, dan kita tidak mepersiapkan diri dengannya maka kemungkinan besar kita tidak bisa bersabar ketika terjadi musibah pada awal terjadinya. Yang akhirnya kita mengalami dampak kesedihan dan kesengsaraan yang lebih besar, kalau dibandingkan seandainya kita memiliki persiapan dan latihan untuk menghadapi musibah tersebut.

3. Berdoa supaya Allah Subhanahu wa Ta’ala berlemah-lembut kepada anda dan kepada kita semua, dan supaya menjaga anda dan kami, dan supaya meringankan untuk kita semua kesusahan-kesusahan dunia. Dan banyak do’a-do’a khusus dalam masalah ini sebagaimana telah diketahui bersama. (bisa dilihat di al-Adzkar karya Imam an-Nawawi atau Hisnul Muslim dll)

4. Membiasakan diri membaca dzikir pagi dan petang, yang salah satu fungsinya adalah menjaga manusia di dunia ini pada siang dan malam harinya sesuai perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala.

5. Setiap individu hendaknya membiasakan diri untuk berakhlak islami, lebih-lebih berbakti kepada orang tua, silaturahim, berbuat baik kepada fakir dan miskin…dst. Karena sesungguhnya betapa banyak orang-orang yang berhias dengannya terhindar dari kesedihan,kesengsaraan dan kegundahan yang tidak diketahui kecuali oleh Allah, disebabkan akhlak mereka. Dan betapa banyak pula orang yang diberikan kebahagiaan dan kelapangan hati -dengan izin Allah- disebabkan karena akhlaknya tersebut. Mungkin ini adalah kabar gembira yang disegerakan untuk orang yang beriman.

(Sumber:Diterjemahkan dengan sedikit gubahan dari طرق التعامل مع المصائب dari http://forum.sedty.com/t277664.html oleh Abu Yusuf )