Berhias adalah keindahan atau untuk mewujudkan keindahan, dari sisi penciptaan, wanita sudah merupakan perhiasan, karena Allah menciptakan kaum Hawa dengan ciptaan yang berbeda dengan kaum Adam, jika kaum Adam diciptakan dengan kecenderungan kepada kekuatan dan kejantanan, maka kaum Hawa diciptakan dengan kelembutan dan kecantikan, perhiasan berarti keindahan dan kecantikan, jadi dari sisi penciptaan kaum Hawa sudah merupakan perhiasan. Namun demikian seorang wanita bisa dan boleh mempercantik dan memperindah diri dengan menggunakan sarana-sarana yang diizinkan secara syar’i.

1- Kecerdikan dan kepintaran

Manusia bukan sekedar tongkrongan atau penampilan jasmani semata, tanpa akal yang cerdik, manusia hanyalah kumpulan dari daging, darah dan tulang, tidak berharga, kecerdikan dan kepintaran menghiasi diri manusia, mengangkat derajatnya, meningkatkan daya tawarnya, demikian pula dengan wanita, seorang laki-laki tidak memilih wanita sebatas pertimbangan jasad atau tubuh semata, walaupun di antara laki-laki ada yang seperti itu, tetapi itu tidak umum di samping keliru, hukum umum berlaku bahwa ada pertimbangan lain selain jasad yang membuat seorang laki-laki memutuskan memilih sorang wanita, pertimbangan tersebut adalah kecerdikan dan kepintaran, penulis yakin tidak sedikit kaum Adam lebih memilih wanita yang mungkin, dari sisi kecantikan dalam penilaian umum, biasa-biasa saja, padahal penilaian ini sering bersifat subyektif, tetapi dia memiliki nilai kepintaran dan kecerdikan lebih dibanding dengan wanita yang mungkin cantik mempesona tetapi akalnya pas-pasan, yang kalau diajak berbicara atau berkomunikasi atau diminta mengerjakan sesuatu selalu ‘capek deh’.

Istri sebagai garda rumah tangga memikul tugas dan tanggung jawab yang tidak sepele atau remeh, tugasnya besar dan berat, tanggung jawabnya memerlukan akal dan kepandaian, kepandaian mengatur rumah tangga secara umum yang meliputi keuangan, suami, anak-anak dan lain-lainnya. Dalam perkara keuangan atau ekonomi misalnya, bisa jadi tiang rumah tangga tidak begitu besar dan kokoh, tetapi dengan kecerdikannya istri mampu mengolah tiang yang tidak seberapa besar ini sehingga ia mampu menopang pasak, rumah tangga pun aman dari sisi finansial. Dalam perkara hubungan antara dirinya sendiri dengan suami misalnya, terkadang atau bahkan sering terjadi kesalahpahaman dan ketidakselarasan yang memicu konflik dan percekcokan, istri yang pandai bisa dan mampu keluar atau memberi solusi baik lagi bijak sehingga konflik tersebut berakhir dengan happy ending.

Dalam hubungannya dengan anak-anak, sebagai sekolah pertama dan pendidik vital bagi mereka, ibu mutlak harus memiliki ilmu alias kepandaian, orang-orang Arab berkata, faqidus syai` la yu’thi, orang yang tidak memiliki tidak memberi, lha apa yang mau dia berikan sementara dia sendiri tidak memiliki.

Jika wanita-wanita tumbuh dalam kebodohan
Maka anak-anak menyusu kebodohan dan kedunguan

Istri-istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah wanita-wanita yang pandai lagi cerdik, Khadijah yang mendampingi beliau di awal-awal perjuangan dakwah, dukungannya memberikan ketenangan bagi beliau, kepandaiannya menghadirkan keteguhan bagi beliau, perkataannya yang cerdas merupakan suntikan moral dan dukungan spiritual yang memantapkan langkah beliau, ketika beliau berkeluh kesah kepadanya, “Aku takut terhadap diriku.” Khadijah menjawab, “Demi Allah, Allah tidak akan menghinakanmu, engkau berbicara benar, menyambung ikatan rahim, menunaikan amanat, memuliakan tamu dan membantu kesulitan dalam kebenaran.” Tidak heran manakala Khadijah wafat, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sangat kehilangan dan bersedih.

Setelah itu hadir Aisyah yang kepandaian dan ilmunya tidak diragukan, dia sebagai rujukan dan tempat bertanya orang-orang berilmu dari para sahabat dan tabiin pada masanya, ilmunya dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah dinikmati oleh umat dalam skala yang besar, mustahil semua itu terwujud tanpa kecerdikan dan kecerdasan.

Jadi, diri Anda, wahai istri, adalah perhiasan bagi suami, Anda akan lebih menawan baginya jika Anda didukung dengan kepintaran dan kecerdikan.

2- Akhlak mulia

Akhlak mulia, perilaku baik dan perangai berbudi merupakan perhiasan bagi seseorang, betapapun tampan atau cantiknya seseorang secara fisik, jika yang bersangkutan tidak didukung dengan perkara yang satu ini, ketampanan atau kecantikannya tidaklah berarti, orang-orang cenderung menghindari seseorang yang berakhlak buruk meskipun dari sisi casing dia menawan dan menarik, mereka lebih melihat kepada perilaku dan pembawaan daripada melihat kepada tongkrongan, di samping itu pada saat ketampanan atau kecantikan ini sedikit demi sedikit memudar seiring dengan bertambahnya umur dan pada akhirnya hanya bekas yang tertinggal, pada saat itu kemuliaan akhlak dan keluhuran budi tetap eksis menghiasi pemiliknya.

Dalam konteks rumah tangga, berhiasnya anggota rumah tangga dengan perkara yang satu ini merupakan harga mati, tidak perlu ditawar, nilai positif dan input baiknya memberi dampak mulia dan berharga bagi rumah tangga, rumah menjadi tenang dan tenteram, yang terdengar adalah kata-kata baik, yang terlihat adalah sikap bijak, yang nampak adalah perlakuan luhur, semua ini membuat hubungan dan interaksi di antara anggota keluarga berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Sebaliknya Anda sebagai istri misalnya, silakan membayangkan jika suami berperilaku buruk, berkata-kata tidak sopan, bertindak kasar kepada Anda atau kepada anak-anak, intinya dari sisi akhlak suami buruk, bayangkan bagaimana rumah tangga Anda? Atau sebaliknya sebagai suami, istri Anda demikian, Anda tidak melihat darinya selain sikap dan perilaku yang buruk, Anda tidak mendengar darinya selain kata-kata sampah, bagaimana interaksi Anda dengan dia? Bagaimana suasana dan kondisi yang ada di dalam rumah Anda? Penulis yakin walaupun rumah Anda lapang dan luas seluas lapangan bola atau bahkan lapangan golf, Anda pasti akan merasa sumpek dan sempit, penyebabnya tidak lain adalah keburukan akhlak penghuninya.

لِعَمْرِي مَا ضَاقَت البِلاَدُ بِأَهْلِهَا
وَلَكِنَّ أَخْلاَقَ الرِّجَالِ تَضِيْقُ

Aku bersumpah, suatu negeri tidak menjadi sempit oleh penghuninya
Akan tetapi yang menjadi sempit itu adalah akhlak manusianya.

Jika sebaik-baik orang beriman adalah orang dengan akhlak yang baik, maka orang yang paling berhak memperoleh kebaikan akhlak dari seorang mukmin dan mukminah adalah orang terdekatnya yaitu keluarganya.

أَكْمَلُ المُؤْمِنِيْنَ إِيْمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا، وَخِيَارُكُمْ خِيَارُكُمْ لِنِسَائِهِمْ

Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang terbaik akhlaknya dan sebaik-baik kalian adalah orang terbaik bagi keluarga mereka.” Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dari Abu Hurairah, at-Tirmidzi berkata, “Hadits hasan shahih.”diriwayatkan pula oleh Ahmad dengan sanad hasan seperti yang dikatakan oleh Syaikh al-Arnauth dalam tahqiq Riyadhus Shalihin.

إِنَّ مِنْ أَكْمَلِ المُؤْمِنِيْنَ إِيْمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا وَأَلْطَفُهُمْ بِأَهْلِهِ

Sesungguhnya orang mukmin yang terbaik akhlaknya dan terlembut bagi keluarganya termasuk ke dalam golongan orang-orang mukmin yang paling sempurna imannya.” Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dan Ahmad dari Aisyah.

3- Pakaian

Pakaian tidak sebatas menutup apa yang tidak pantas untuk terlihat dari tubuh, tidak sebatas melindungi tubuh dari panas dan dingin, tidak sebatas membedakan manusia dengan hewan, tidak sebatas menunjukkan tingkat peradaban manusia, akan tetapi lebih dari itu pakaian bisa menjadi hiasan bagi pemakainya sebagaimana yang difirmankan oleh Allah,artinya, “Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid.” (Al-A’raf: 31). Allah menamakan pakaian dengan ziinah yang berarti perhiasan, jadi berpakaian berarti berhias.

Dalam lingkup rumah tangga berhiasnya seorang istri dengan pakaian yang baik, bersih dan harum bisa menenangkan pandangan suami, membetahkan suami untuk selalu berada di dekat istri, tetapi justru hal ini sering dilalaikan oleh kebanyakan istri, pada saat suami pulang atau pada saat suami berada di rumah, bukannya istri memperhatikan pakaian dan penampilannya, justru pakaian yang dipakainya tidak mengundang selera suami untuk memandang atau menikmatinya, ini tidak pada tempatnya, semestinya pada saat suami pulang atau pada saat dia berada di rumah, istri berhias dan salah satunya adalah dengan berpakaian yang bisa menjadikannya lebih menarik bagi suaminya.

Dari sisi syariat, pakaian istri di depan suami lebih longgar daripada pakaiannya di depan umum, di depan suami seorang istri bisa berpakaian semenarik mungkin dengan catatan tidak meniru pakaian orang-orang kafir dan fasik, bahan pakaiannya pun lebih longgar dibandingkan dengan laki-laki, pada saat laki-laki dilarang memakai sutera, wanita diizinkan memakainya, ini merupakan peluang yang patut dimanfaatkan oleh para istri demi membahagiakan dan menenangkan suami.

4- Bersih diri

Bersih diri merupakan sarana berhias yang tidak kalah penting karena berhias identik dengan kebaikan dan keindahan yang tidak akan terwujud tanpa bersih diri, bersih diri mutlak dibutuhkan, sebaik dan seindah apapun sesuatu tidak akan menarik kalau ia kotor, secantik apapun Anda sebagai istri tidak akan menarik suami jika Anda tidak bersih diri. Wallahu a’lam.