Kami meriwayatkan dalam Shahih Muslim, dari Ummu Salamah-yang namanya adalah Hind [radiyallahu ‘anha], ia mengatakan,
دَخَلَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم عَلَى أَبِي سَلَمَةَ وَقَدْ شَقَّ بَصَرُهُ، فَأَغْمَضَهُ، ثُمَّ قَالَ: إِنَّ الرُّوْحَ إِذَا قُبِضَ، تَبِعَهُ الْبَصَرُ. فَضَجَّ نَاسٌ مِنْ أَهْلِهِ. فَقَالَ: لاَ تَدْعُوْا عَلَى أَنْفُسِكُمْ إِلاَّ بِخَيْرٍ، فَإِنَّ الْمَلاَئِكَةَ يُؤَمِّنُوْنَ عَلَى مَا تَقُوْلُوْنَ. ثُمَّ قَالَ: اَللّهُمَّ اغْفِرْ لأَبِي سَلَمَةَ، وَارْفَعْ دَرَجَتَهُ فِي الْمَهْدِيِّيْنَ، وَاخْلُفْهُ فِي عَقِبِهِ فِي الْغَابِرِيْنَ، وَاغْفِرْ لَنَا وَلَهُ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ، وَافْسَحْ لَهُ فِي قَبْرِهِ وَنَوِّرْ لَهُ فِيْهِ.

“Rasulullah[Shallallahu ‘alaihi wasallam] menengok Abu Salamah sementara matanya terbuka, maka beliau memejam-kannya. Kemudian beliau mengatakan, ‘Sesungguhnya ruh apabila dicabut, maka mata mengiku-tinya.’ Maka sejumlah orang-orang dari keluarganya menangisinya, maka beliau bersabda, ‘Jangan-lah berdoa untuk diri kalian kecuali dengan kebaikan. Sebab para malaikat akan mengaminkan apa yang kalian ucapkan.’ Kemudian beliau berucap, ‘Ya Allah, berilah ampunan untuk Abu Salamah, tinggikanlah derajatnya di tengah golongan yang mendapatkan petunjuk, jadikanlah (seorang pengganti) untuknya untuk mengurus keluarga yang ditinggalkannya, ampunilah kami dan dia wahai Rabb semesta alam, serta luaskanlah untuknya dalam kuburnya dan berilah cahaya untuknya di dalamnya‘.

Aku katakan, Ucapannya شَقَّ بَصَرُهُ, dengan memfathahkan syin, dan بَصَرُهُ dengan men-dhammahkan ra’ adalah fa’il dari شَقَّ, demikian riwayat menyebutkannya berdasarkan para huffazh dan ahli dhabth (peneliti). Penulis al-Af’al mengatakan, “Dikatakan: شَقَّ بَصَرُ الْمَيِّتِ وَشَقَّ الْمَيِّتُ بَصَرَهُ (jika membukanya).”

Kami meriwayatkan dalam Sunan al-Baihaqi dengan sanad shahih, dari Bakr bin Abdillah, seorang tabi’in yang mulia,
إِذَا أَغْمَضْتَ الْمَيِّتَ، فَقُلْ: بِسْمِ اللهِ، وَعَلَى مِلَّةِ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه و سلم وَإِذَا حَمَلْتَهُ، فَقُلْ: بِسْمِ اللهِ، ثُمَّ سَبِّحْ مَا دُمْتَ تَحْمِلُهُ.

“Jika engkau memejamkan mata mayit, maka ucapkanlah, ‘Dengan menyebut nama Allah, dan atas Agama Rasulullah[Shallallahu ‘alaihi wasallam].’ Dan jika engkau memikulnya, maka ucapkanlah, ‘Dengan me-nyebut nama Allah,’ kemudian bertasbihlah selama engkau memikulnya.

BAB DOA YANG DIUCAPKAN DI SISI MAYIT

Kami meriwayatkan dalam Shahih Muslim, dari Ummu Salamah[radiyallahu ‘anha], ia mengatakan, “Rasulullah[Shallallahu ‘alaihi wasallam] bersabda,
إِذَا حَضَرْتُمُ الْمَرِيْضَ أَوِ الْمَيِّتَ، فَقُوْلُوْا خَيْرًا، فَإِنَّ الْمَلاَئِكَةَ يُؤَمِّنُوْنَ عَلَى مَا تَقُوْلُوْنَ. قَالَتْ: فَلَمَّا مَاتَ أَبُوْ سَلَمَةَ، أَتَيْتُ النَّبِيَّ صلى الله عليه و سلم ، فَقُلْتُ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، إِنَّ أَبَا سَلَمَةَ قَدْ مَاتَ. قَالَ قُوْلِي: اللّهُمَّ اغْفِرْ لِيْ وَلَهُ، وَأَعْقِبْنِي مِنْهُ عُقْبَى حَسَنَةً. قَالَتْ: فَقُلْتُ، فَأَعْقَبَنِي اللهُ مَنْ هُوَ خَيْرٌ لِي مِنْهُ، مُحَمَّدًا صلى الله عليه و سلم .

‘Jika engkau datang kepada orang yang sakit atau orang yang mati, maka ucapkanlah kata-kata yang baik, karena malaikat akan mengaminkan apa yang kalian ucapkan.’ Ketika Abu Salamah meninggal, aku datang kepada Nabi[Shallallahu ‘alaihi wasallam] lalu aku katakan, ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya Abu Salamah telah meninggal.’ Beliau mengatakan, ‘Ucapkanlah, ‘Ya Allah, ampunilah aku dan ia, dan berilah ganti kepadaku dengan ganti yang lebih baik (daripadanya).’ Kata Ummu Salamah, ‘Lalu aku mengucapkannya, maka Allah pun memberi ganti kepadaku dengan orang yang lebih baik daripadanya, yaitu Muhammad[Shallallahu ‘alaihi wasallam].”

Aku katakan, “Demikianlah yang disebutkan dalam Shahih Muslim.”

Sementara dalam at-Tirmidzi,
إِذَا حَضَرْتُمُ الْمَرِيْضَ أَوِ الْمَيِّتَ.

“Jika kalian datang kepada orang yang sakit atau orang yang mati “dengan ragu-ragu.” Kami meriwayatkan dalam Sunan Abi Dawud dan selainnya, “Orang yang mati,” dengan tanpa keraguan.

Kami meriwayatkan dalam Sunan Abu Dawud dan Sunan Ibnu Majah, dari Ma’qil bin Yasar ash-Shahabi[radiyallahu ‘anhu], bahwa Nabi bersabda,
اقْرَؤُوْا يس عَلَى مَوْتَاكُمْ.

“Bacalah Yasin terhadap orang yang mati di antara kalian.” Aku katakan, ‘Sanadnya dhaif, yang di dalamnya terdapat dua rawi yang tidak dikenal, tetapi Abu Dawud tidak mendhaifkannya’.”

Ibnu Abi Dawud meriwayatkan dari Mujalid, dari asy-Sya’bi, ia menga-takan,
كَانَتِ اْلأَنْصَارُ إِذَا حَضَرُوْا، قَرَؤُوْا عِنْدَ الْمَيِّتِ سُوْرَةَ الْبَقَرَةِ.

“Jika kaum Anshar hadir, maka mereka membaca surah al-Baqarah di sisi orang yang mati.” Mujalid adalah dhaif.

BAB DOA YANG DIUCAPKAN OLEH ORANG YANG KELUARGANYA MENINGGAL

Kami meriwayatkan dalam Shahih Muslim, dari Ummu Salamah[radiyallahu ‘anha], ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah [Shallallahu ‘alaihi wasallam]bersabda,
مَا مِنْ عَبْدٍ تُصِيْبُهُ مُصِيْبَةٌ، فَيَقُوْلُ: إِنَّا لله وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُوْنَ. اللّهُمَّ أْجُرْنِي فِي مُصِيْبَتِي وَأَخْلِفْ لِي خَيْرًا مِنْهَا، إِلاَّ آجَرَهُ اللهُ سبحانه و تعالى فِي مُصِيْبَتِهِ وَأَخْلَفَ لَهُ خَيْرًا مِنْهَا. قَالَتْ فَلَمَّا تُوُفِّيَ أَبُوْ سَلَمَةَ، قُلْتُ كَمَا أَمَرَنِي رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم ، فَأَخْلَفَ اللهُ لِي خَيْرًا مِنْهُ، رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه و سلم .

‘Tidaklah seorang hamba tertimpa musibah lalu mengucapkan, ‘Sesungguhnya kami kepu-nyaan Allah, dan kepadaNya-lah kami kembali.’ Ya Allah, berilah aku pahala dalam musibah yang menimpaku, dan berilah aku pengganti yang lebih baik daripadanya,’ melainkan Allah memberi pahala kepadanya karena musibah yang menimpanya, dan memberi ganti kepadanya dengan yang lebih baik daripadanya.’ Ummu Salamah mengatakan, ‘Ketika Abu Salamah meninggal, aku mengucapkan sebagaimana yang diperintahkan oleh Rasulullah[Shallallahu ‘alaihi wasallam], maka Allah memberi ganti untukku dengan yang lebih baik daripadanya, yaitu Rasulullah [Shallallahu ‘alaihi wasallam]’.”

Kami meriwayatkan dalam Sunan Abu Dawud, dari Ummu Salamah [radiyallahu ‘anha]ia berkata, “Rasulullah[Shallallahu ‘alaihi wasallam] bersabda,
إِذَا أَصَابَ أَحَدَكُمْ مُصِيْبَةٌ، فَلْيَقُلْ: إِنَّا لله وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُوْنَ. اللّهُمَّ عِنْدَكَ أَحْتَسِبُ مُصِيْبَتِيْ، فَأْجُرْنِيْ فِيْهَا، وَأَبْدِلْنِيْ بِهَا خَيْرًا مِنْهَا.

‘Jika salah seorang dari kalian tertimpa musibah, maka ucapkanlah, ‘Sesungguhnya kami kepunyaan Allah, dan kepadaNya-lah kami kembali.’ Ya Allah, di sisiMu aku mengharap pahala dari musibah yang menimpaku, maka berilah aku pahala karenanya dan berilah aku ganti yang lebih baik daripadanya’.

Kami meriwayatkan dalam kitab at-Tirmidzi dan selainnya, dari Abu Musa al-Asy’ari[radiyallahu ‘anhu], bahwa Rasulullah[Shallallahu ‘alaihi wasallam] bersabda,
إِذَا مَاتَ وَلَدُ الْعَبْدِ، قَالَ اللهُ سبحانه و تعالى لِمَلاَئِكَتِهِ: قَبَضْتُمْ وَلَدَ عَبْدِي؟ فَيَقُوْلُوْنَ: نَعَمْ. فَيَقُوْلُ: قَبَضْتُمْ ثَمَرَةَ فُؤَادِهِ؟ فَيَقُوْلُوْنَ: نَعَمْ. فَيَقُوْلُ: فَمَاذَا قَالَ عَبْدِي؟ فَيَقُوْلُوْنَ: حَمِدَكَ وَاسْتَرْجَعَ. فَيَقُوْلُ اللهُ سبحانه و تعالى: ابْنُوْا لِعَبْدِي بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ، وَسَمُّوْهُ بَيْتَ الْحَمْدِ.

“Jika anak seorang hamba meninggal, maka Allah bertanya kepada para malaikatnya, ‘Apa-kah kalian telah mencabut nyawa anak hambaKu?’ Mereka menjawab, ‘Ya.’ Dia bertanya, ‘Apakah kalian mengambil buah hatinya ?’ Mereka menjawab, ‘Ya.’ Dia bertanya, ‘Lalu apakah yang diucap-kan hambaKu?’ Mereka menjawab, ‘Ia memujiMu dan beristirja’.’ Allah [Subhanahu waTa`ala]berfirman, ‘Bangunlah sebuah rumah di surga untuk hambaKu, dan namailah rumah tersebut dengan Bait al-Hamd (rumah pujian)’.” At-Tirmidzi menilai hadits hasan.

Semakna dengan ini ialah hadits yang kami riwayatkan dalam Shahih al-Bukhari, dari Abu Hurairah[radiyallahu ‘anhu],, bahwa Rasulullah[Shallallahu ‘alaihi wasallam] bersabda,
يَقُوْلُ اللهُ سبحانه و تعالى : مَا لِعَبْدِي الْمُؤْمِنِ عِنْدِي جَزَاءٌ إِذَا قَبَضْتُ صَفِيَّهُ مِنْ أَهْلِ الدُّنْيَا ثُمَّ احْتَسَبَهُ إِلاَّ الْجَنَّةُ.

“Allah[Subhanahu waTa`ala] berfirman, ‘Tidaklah hambaKu yang Mukmin mendapatkan balasan di sisiKu, ketika Aku ambil orang yang paling disayanginya dari penduduk dunia kemudian ia mengharap pahala darinya, kecuali surga.’

BAB DOA YANG DIUCAPKAN OLEH ORANG YANG MENDAPATKAN KABAR TENTANG KEMATIAN SAHABATNYA

Kami meriwayatkan dalam kitab Ibn as-Sunni dari Ibnu Abbas[radiyallahu ‘anhu], ia me-ngatakan, “Rasulullah[Shallallahu ‘alaihi wasallam] bersabda,
اَلْمَوْتُ فَزَعٌ. فَإِذَا بَلَغَ أَحَدَكُمْ وَفَاةُ أَخِيْهِ، فَلْيَقُلْ: إِنَّا لله، وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُوْنَ، وَإِنَّا إِلَى رَبِّنَا لَمُنْقَلِبُوْنَ. اللّهُمَّ اكْتُبْهُ عِنْدَكَ فِي الْمُحْسِنِيْنَ، وَاجْعَلْ كِتَابَهُ فِيْ عِلِّيِّيْنَ، وَاخْلُفْهُ فِي أَهْلِهِ فِي الْغَابِرِيْنَ، وَلاَ تَحْرِمْنَا أَجْرَهُ، وَلاَ تَفْتِنَّا بَعْدَهُ.

‘Kematian itu mengejutkan. Jika salah seorang dari kalian menerima kabar kematian sauda-ranya, maka ucapkanlah, ‘Sesungguhnya kami kepunyaan Allah, dan kepadaNya-lah kami kembali, serta kepada Rabb kamilah, kami benar-benar akan kembali. Ya Allah, catatlah ia di sisiMu dalam golongan orang-orang yang berbuat kebajikan, jadikanlah buku catatannya di tempat yang tinggi (illiyyin), gantikanlah dia (dengan penerus) dari kalangan keluarganya di tengah orang-orang yang masih hidup, dan janganlah Engkau halangi kami mendapatkan pahalanya, serta janganlah Engkau timpakan fitnah kepada kami sepeninggalnya’.

BAB DOA YANG DIUCAPKAN KETIKA MENERIMA KABAR
KEMATIAN MUSUH ISLAM

Kami meriwayatkan dalam kitab Ibn as-Sunni, dari Ibnu Mas’ud[radiyallahu ‘anhu], ia mengatakan,
أَتَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه و سلم ، فَقُلْتُ: يَا رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه و سلم ، قَدْ قَتَلَ اللهُ سبحانه و تعالى أَبَا جَهْلٍ. فَقَالَ: الْحَمْدُ لله الَّذِي نَصَرَ عَبْدَهُ وَأَعَزَّ دِيْنَهُ.

“Aku datang kepada Rasulullah [Shallallahu ‘alaihi wasallam]lalu aku berkata, ‘Wahai Rasulullah, Allah[Subhanahu waTa`ala] telah mem-binasakan Abu Jahal.’ Mendengar hal itu, beliau berdoa, ‘Segala puji bagi Allah yang telah meno-long hambaNya dan memuliakan agamaNya’.
BAB DIHARAMKAN MERATAPI MAYIT DAN BERSERU DENGAN SERUAN JAHILIYAH

Umat Bersepakat Atas Haramnya Meratapi Mayit, Berseru dengan Seruan Jahiliyah, dan Mengutuk Pada Saat Terjadinya Musibah

Kami meriwayatkan dalam Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim, dari Abdullah bin Mas’ud[radiyallahu ‘anhu], ia mengatakan, “Rasulullah [Shallallahu ‘alaihi wasallam]bersabda,
لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَطَمَ الْخُدُوْدَ، وَشَقَّ الْجُيُوْبَ، وَدَعَا بِدَعْوَى الْجَاهِلِيَّةِ.

‘Bukan termasuk golongan kami orang yang menampar pipi, merobek saku baju, dan berseru dengan seruan jahiliyah’.

Dalam suatu riwayat Muslim, “(أَوْ دَعاَ) atau menyeru, dan (أَوْ شَقَّ)atau merobek,” dengan kata penghubung “أَوْ”.

Kami meriwayatkan dalam kitab Shahih keduanya, dari Abu Musa al-Asy’ari[radiyallahu ‘anhu],
أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه و سلم بَرِئَ مِنَ الصَّالِقَةِ وَالْحَالِقَةِ وَالشَّاقَّةِ.

“Bahwa Rasulullah[Shallallahu ‘alaihi wasallam] berlepas diri dari wanita yang meratap, mencukur rambut, dan me-robek-robek baju (pada saat terjadi musibah).

Aku katakan, الصَّالِقَةُ (ialah wanita yang mengeraskan suaranya dengan ratapan).
الْحَالِقَةُ 🙁 Ialah wanita yang mencukur rambutnya pada saat terjadi musibah).
الشَّاقَّةُ :(Ialah wanita yang merobek bajunya pada saat terjadi musibah).

Semua ini haram menurut kesepakatan ulama. Demikian pula diharamkan mengu-rai rambut, menampar pipi, mencoreng wajah, dan mengutuk.

Kami meriwayatkan dalam kitab Shahih keduanya, dari Ummu Athiyyah[radiyallahu ‘anha], ia mengatakan,
أَخَذَ عَلَيْنَا رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم فِي الْبَيْعَةِ أَنْ لاَ نَنُوْحَ.

“Rasulullah mengambil bai’at kepada kami untuk tidak meratap.

Kami meriwayatkan dalam Shahih Muslim, dari Abu Hurairah[radiyallahu ‘anhu], ia me-ngatakan, “Rasulullah[Shallallahu ‘alaihi wasallam] bersabda,
اِثْنَتَانِ فِي النَّاسِ هُمَا بِهِمْ كُفْرٌ: اَلطَّعْنُ فِي النَّسَبِ، وَالنِّيَاحَةُ عَلَى الْمَيِّتِ.

‘Ada dua perkara di tengah manusia yang menyebabkan mereka menjadi kufur: mencaci nasab dan meratapi orang yang mati’.

Kami meriwayatkan dalam Sunan Abu Dawud, dari Abu Sa’id al-Khudri[radiyallahu ‘anhu], ia mengatakan,
لَعَنَ رَسُوْلُ اللهِ النَّائِحَةَ وَالْمُسْتَمِعَةَ.

“Rasulullah[Shallallahu ‘alaihi wasallam] melaknat wanita yang meratap dan yang mendengarkan ratapan.

Ketahuilah bahwa( النِّيَاحَةُ ): ialah mengeraskan suara dengan nadb.
النَّدْبُ : (Ialah seseorang menyebut-nyebut dan meratap dengan suaranya tentang kebaikan-kebaikan mayit). Dikatakan (dalam riwayat lain), ialah tangisan terhadap mayit dengan menyebut-nyebut berbagai kebaikannya.

Menurut para sahabat kami, “Diharamkan mengeraskan suara secara berlebihan dalam tangisan. Adapun menangisi mayit tanpa menyebut-nyebut dan tanpa ratapan, maka ini tidak diharamkan.”

Kami meriwayatkan dalam Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim, dari Ibnu Umar[radiyallahu ‘anhu],
أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه و سلم عَادَ سَعْدَ بْنَ عُبَادَةَ وَمَعَهُ عَبْدُ الرَّحْمنِ بْنُ عَوْفٍ وَسَعْدُ بْنُ أَبِي وَقَّاصٍ وَعَبْدُ اللهِ بْنُ مَسْعُوْدٍ رضي الله عنه ، فَبَكَى رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم فَلَمَّا رَأَى الْقَوْمُ بُكَاءَ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه و سلم بَكَوْا، فَقَالَ: أَلاَ تَسْمَعُوْنَ؟ إِنَّ اللهَ لاَ يُعَذِّبُ بِدَمْعِ الْعَيْنِ وَلاَ بِحُزْنِ الْقَلْبِ وَلكِنْ يُعَذِّبُ بِهذَا أَوْ يَرْحَمُ. وَأَشَارَ إِلَى لِسَانِهِ صلى الله عليه و سلم .

“Bahwa Rasulullah[Shallallahu ‘alaihi wasallam] menjenguk Sa’ad bin Ubadah, disertai oleh Abdurrahman bin Auf, Sa’ad bin Abi Waqqash dan Abdullah bin Mas’ud, lalu Rasulullah[Shallallahu ‘alaihi wasallam] menangis. Ketika mereka melihat tangisan Rasulullah[Shallallahu ‘alaihi wasallam], mereka pun menangis, maka beliau bersabda, ‘Tidakkah kalian mendengar? Sesungguhnya Allah tidak mengazab karena air mata atau kesedihan hati, tetapi Dia mengazab atau merahmati karena ini,’ seraya mengisyaratkan ke lisannya.

Kami meriwayatkan dalam kitab Shahih keduanya, dari Usamah bin Zaid[radiyallahu ‘anhu],
أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه و سلم رُفِعَ إِلَيْهِ ابْنُ ابْنَتِهِ وَهُوَ فِي الْمَوْتِ، فَفَاضَتْ عَيْنَا رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه و سلم ، فَقَالَ لَهُ سَعْدٌ: مَا هذَا يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ قَالَ: هذِهِ رَحْمَةٌ جَعَلَهَا اللهُ سبحانه و تعالى فِي قُلُوْبِ عِبَادِهِ، وَإِنَّمَا يَرْحَمُ اللهُ مِنْ عِبَادِهِ الرُّحَمَاءَ.

“Bahwa diberikan kepada Rasulullah[Shallallahu ‘alaihi wasallam] cucunya yang sedang sekarat, maka kedua mata beliau mengalirkan air mata. Melihat hal itu Sa’ad berkata kepada beliau, ‘Air mata apakah ini, wahai Rasulullah ?’ Beliau menjawab, ‘Ini adalah rahmat yang dimasukkan Allah dalam hati para hambaNya, dan sesungguhnya Allah[Subhanahu waTa`ala] hanyalah merahmati para hambaNya yang penyayang’.

Aku katakan, (الرُّحَمَاءُ), diriwayatkan dengan nashab dan rafa’ (الرُّحَمَاءُ وَ الرُّحَمَاءُ). Dengan nashab karena sebagai maf’ul (obyek) dari (يَرْحَمُ), sedangkan rafa’ karena sebagai khabar (إِنَّ). Dan (مَا) bermakna الَّذِي.

Kami meriwayatkan dalam Shahih al-Bukhari, dari Anas[radiyallahu ‘anhu],

أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه و سلم دَخَلَ عَلَي ابْنِهِ إِبْرَاهِيْمَ رضي الله عنه وَهُوَ يَجُوْدُ بِنَفْسِهِ، فَجَعَلَتْ عَيْنَا رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه و سلم تَذْرِفَانِ، فَقَالَ لَهُ عَبْدُ الرَّحْمنِ بْنُ عَوْفٍ رضي الله عنه، وَأَنْتَ يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ فَقَالَ: يَا ابْنَ عَوْفٍ، إِنَّهَا رَحْمَةٌ. ثُمَّ أَتْبَعَهَا بِأُخْرَى فَقَالَ: إِنَّ الْعَيْنَ تَدْمَعُ، وَالْقَلْبَ يَحْزَنُ، وَلاَ نَقُوْلُ إِلاَّ مَا يُرْضِي رَبَّنَا، وَإِنَّا بِفِرَاقِكَ يَا إِبْرَاهِيْمُ لَمَحْزُوْنُوْنَ.

“Bahwa Rasulullah[Shallallahu ‘alaihi wasallam] menjenguk putranya Ibrahim saat sedang sekarat, maka kedua mata Rasulullah[Shallallahu ‘alaihi wasallam] mengalirkan air mata. Melihat hal itu, Abdurrahman bin Auf berkata (dengan kehe-ranan), ‘Engkau (menangis sebagaimana manusia lain) wahai Rasulullah?’ Beliau menjawab, ‘Wahai Ibnu Auf, ini adalah rahmat.’ Kemudian beliau melanjutkannya dengan sabdanya, ‘Sesung-guhnya mata menangis dan hati bersedih, namun kita tidak mengucapkan kecuali sesuatu yang membuat ridha Rabb kita. Dan sesungguhnya kami wahai Ibrahim, sangatlah bersedih, karena berpisah denganMu’.”

Hadits-hadits seperti yang telah kami sebutkan cukup banyak dan sudah masyhur.

Adapun hadits-hadits shahih yang menyebutkan bahwa mayit diazab karena tangis-an keluarganya, tidak boleh dipahami secara zahirnya dan secara mutlak, tetapi harus ditakwilkan. Para ulama berselisih mengenai takwilnya dalam sejumlah pendapat, dan pendapat yang paling jelas -Wallahu a’lam- bahwa itu dipahami bila si mayit memiliki peran penyebab dalam tangisan itu, baik ia berpesan demikian kepada mereka maupun selainnya. Aku telah menghimpun semua itu dalam kitab al-Jana`iz dari Syarah al-Muhadz-dzab. Wallahu a’lam.

Menurut sahabat kami, boleh menangis sebelum dan sesudah kematian. Tetapi sebelumnya lebih utama, berdasarkan hadits shahih,
فَإِذَا وَجَبَتْ، فَلاَ تَبْكِيَنَّ بَاكِيَةٌ.

“Jika sudah mati, maka janganlah wanita menangisinya.” Asy-Syafi’i dan para sahabat-nya mengatakan bahwa menangis setelah kematian dimakruhkan dengan makruh tanzih, dan tidak diharamkan. Mereka menakwilkan hadits, “Janganlah wanita menangisinya,” seba-gai kemakruhan.

Sumber : Ensiklopedia Dzikir Dan Do’a, Imam Nawawi, Pustaka Sahifa Jakarta. Disadur oleh Yusuf