Mayit berhutang puasa, apakah hutangnya dibayar oleh walinya? Dari Aisyah bahwa Rasulullah bersabda, “Barangsiapa mati sedangkan dia memikul puasa maka walinya berpuasa untuknya.” Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim.

Imam Abu Hanifah, Malik dan asy-Syafi’i dalam qaul jadidnya berkata, tidak secara mutlak. Imam Ahmad berkata, ya tetapi hanya untuk puasa nadzar. Imam asy-Syafi’i dalam qaul qadimnya berkata, ya secara mutlak, pendapat ketiga ini adalah pendapat para ulama hadits.

Pendapat pertama berpijak kepada hukum dasar, bahwa ibadah hanya dilakukan oleh yang bersangkutan, bukan orang lain.

Pendapat kedua berdalil kepada hadits Ibnu Abbas bahwa seorang wanita datang kepada Nabi, dia berkata, “Rasulullah, sesungguhnya ibuku wafat sedangkan dia memikul puasa nadzar, apakah aku berpuasa untuknya?” Nabi menjawab, “Bagaimana menurutmu bila ibumu memikul hutang lalu kamu melunasinya, apakah hal itu membebaskan tanggungannya?” Dia menjawab, “Ya.” Nabi bersabda, “Berpuasalah untuk ibumu.”

Pendapat ketiga berdalil kepada hadits Aisyah di atas.

Faidah: Qadha` wali untuk mayit mustahab, dianjurkan bukan wajib. Madzhab Hanbali berkata, “Bila mayit meninggalkan warisan maka wali wajib berpuasa, bila tidak maka dianjurkan.” Wallahu a’lam.

Mubthilat shaum

Hal-hal yang membatalkan puasa terbagi menjadi dua: Pertama, membatalkan dan mewajibkan qadha` dan kaffarat. Kedua, membatalkan dan mewajibkan qadha` saja.

Yang pertama hanya hubungan suami istri di siang hari bulan Ramadhan dari orang yang wajib berpuasa, dilakukan dengan kesadaran artinya tidak dalam keadaan lupa berpuasa dan suka rela tanpa paksaan.

Dari Abu Hurairah berkata, seorang laki-laki datang kepada Nabi dan berkata, “Rasulullah, celaka diriku.” Nabi bertanya, “Apa yang membuatmu celaka?” Dia berkata, “Aku jatuh di atas istriku di bulan Ramadhan.” Nabi bertanya, “Apakah kamu mampu memerdekakan hamba sahaya?” Dia menjawab, ‘Tidak.” Nabi bertanya, “Apakah kamu mampu berpuasa dua bulan berturut-turut?” Dia menjawab, ‘Tidak.” Nabi bertanya, “Apakah kamu mampu memberi makan enam puluh miskin?” Dia menjawab, “Tidak.” Kemudian seseorang memberi Nabi sekeranjang kurma, maka beliau bersabda kepada laki-laki itu, “Bersedekahlah dengan kurma ini.” Dia berkata, “Kepada siapa? Demi Allah, di antara dua bukit hitamnya tidak ada keluarga yang lebih miskin dari kami.” Nabi tersenyum sampai terlihat gigi taringnya dan bersabda, “Pulanglah dan beri makan keluargamu.” Diriwayatkan oleh Jamaah.

Kaffarat dilaksanakan secara berurutan, artinya tidak melaksanakan yang berikut selama masih mampu melakukan yang sebelumnya, tidak memberi makan enam puluh miskin selama mampu berpuasa dua bulan berturut-turut, karena Nabi menyebutkannya secara berurutan.

Jumhur ulama berkata, suami dan istri sama dalam kewajiban kaffarat dengan syarat-syarat di atas. Imam asy-Syafi’i dan Ahmad berkata, kaffarat hanya ditanggung oleh suami

Bila hubungan suami istri terulang dua kali atau lebih dalam satu hari, maka wajib satu kaffarat saja. Bila terulang di hari yang berbeda, maka Hanafiyah berkata, satu kaffarat karena sebabnya satu, yaitu berhubungan, Malik dan asy-Syafi’i berkata, dua kaffarat karena dia merusak puasa dua hari. Wallahu a’lam.