KEUTAMAAN HARI ARAFAH

Sesungguhnya hari-hari berlalu dengan cepat, bulan dan tahun berjalan dengan singkat, hingga habislah umur dan sampailah ajal. Dan Allah mengutamakan di antara waktu-waktu tersebut satu sama lain, di antaranya ada momen untuk kebaikan, waktu untuk ketaatan, waktu dilipatgandakannya amalan, dan waktu di mana kesalahan dihapuskan. Di antara momen-momen yang agung kedudukannya dan besar pahalanya adalah hari ‘Arafah. Banyak sekali nash-nash dari al-Qur’an maupun al-Hadits yang menjelaskan keutamaan hari ‘Arafah, di antaranya adalah sebagai berikut:

1. Hari ‘Arafah adalah salah satu hari yang berada pada Asyhurul hurum (bulan mulia), Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

(إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ) [سورة التوبة : 36]

”Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah ialah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, diantaranya empat bulan haram.” (QS. At-Taubah:36)

Bulan-bulan haram itu adalah: dzulqa’dah, dzulhijjah, muharram dan rajab. Dan hari ‘Arafah merupakan salah satu hari dalam bulan dzulhijjah.

2. Hari ‘Arafah adalah salah satu hari yang berada pada bulan-bulan haji, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

(الْحَجُّ أَشْهُرٌ مَعْلُومَاتٌ) [سورة البقرة : 197]

”(Musim) Haji itu (pada) bulan-bulan yang telah dimaklumi/diketahui”(QS. Al-Baqarah: 197)

Bulan-bulan yang dimaklumi tersebut atau yang dikenal dengan bulan-bulan haji adalah: syawwal, dzulqa’dah, dzulhijjah.

3. Hari ‘Arafah adalah salah satu hari dari hari-hari yang dimaklumi (diketahui), yang Allah Subhanahu wa Ta’ala memujinya di dalam al-Qur’an. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

(لِيَشْهَدُوا مَنَافِعَ لَهُمْ وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ) [سورة الحج:28]

”Agar mereka menyaksikan berbagai manfaat untuk mereka dan agar mereka menyebut nama Allah pada beberapa hari yang telah ditentukan.”(QS. Al-Hajj:28)

Ibnu ‘Abbas radhiyallahu’anhuma berkata:”Hari-hari yang ditentukan adalah sepuluh hari dzulhijjah.”

4. Hari ‘Arafah adalah salah satu hari dari sepuluh hari yang Allah Subhanahu wa Ta’ala bersumpah dengannya, dalam rangka mengingatkan hamba-Nya tentang keagungan dan ketinggian kedudukan hari-hari tersebut. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

(وَلَيَالٍ عَشْرٍ ) [سورة الفجر:2]

”Dan demi malam-malam yang sepuluh.” (QS. Al-Fajr: 2)

Ibnu ‘Abbas radhiyallahu’anhuma berkata:”Hari-hari itu adalah sepuluh hari di bulan dzulhijjah.” Ibnu Katsir berkata:”Dan itu adalah benar.”

5. Hari ‘Arafah adalah salah satu hari dari sepuluh hari yang utama di mana amal shalih pada hari-hari tersebut lebih baik daripada hari-hari selainnya. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

(ما من عمل أزكى عند الله – عز وجل- ولا أعظم أجرا من خير يعمله في عشر الأضحى قيل: ولا الجهاد في سبيل الله – عز وجل- ؟ قال ولا الجهاد في سبيل الله – عز وجل- إلا رجل خرج بنفسه وماله فلم يرجع من ذلك بشيء) رواه الدارمي وحسن إسناده الشيخ محمد الألباني في كتابه إرواء الغليل.

“Tidak ada amalan yang lebih suci di sisi Allah ‘Azza wa Jalla dan tidak pula lebih besar pahalanya melebihi kebaikan yang ada pada sepuluh hari Idhul Adha.” Dikatakan kepada beliau:” Tidak pula jihad fi sabilillah?”Beliau menjawab:”Tidak pula jihad fi sabilillah, kecuali seseorang yang pergi berjihad dengan jiwa dan hartanya, lalu dari jihad itu dia tidak pulang lagi dengan membawa suatu apapun.”(HR.ad-Darimi dan dihasankan sanadnya oleh Syaikh Muhammad Nashiruddiin al-Albani rahimahullah di dalam kitab Irwau’l Ghalil)

6. ’Arafah, adalah hari di mana Allah Subhanahu wa Ta’ala menyempurnakan agama ini. ‘Umar bin al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu berkata:”Sesungguhnya salah seorang laki-laki Yahudi berkata:’Wahai Amirul Mukminin, satu ayat dalam kitab kalian yang kalian baca, seandainya ayat itu turun kepada kami (orang-orang Yahudi) maka sungguh akan kami jadikan hari itu sebagai hari raya.’ ‘Umar berkata:’Ayat apa itu?’ Dia mebaca firman Allah:

( الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمْ الْإِسْلَامَ دِينًا) [ سورة المائدة:3]

”Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu dan telah Aku ridhai Islam sebagai agamamu.”(QS. Al-Maaidah: 3)

’Umar radhiyallahu ‘anhu berkata:”Sungguh aku tahu hari itu, hari yang di dalamnya diturunkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam keadaan beliau berada di hari ‘Arafah dan bertepatan dengan hari jum’at.

7. Puasa ‘Arafah, telah datang riwayat tentang keutamaan puasa hari ‘Arafah, padahal hari tersbut adalah termasuk salah satu hari dari sembilan hari Dzulhijjah yang dianjurkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk berpuasa di dalamnya. Dari Hunaidah bin Khalid radhiyallahu ‘anhu dari istrinya dari sebagian istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berkata:

(كان النبي صلى الله عليه وسلم يصوم تسع ذي الحجة ويوم عاشوراء وثلاثة أيام من كل شهر : أول اثنين من الشهر وخميسين) صححه الألباني في كتابه صحيح أبي داود.

”Adalah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berpuasa pada hari kesembilan bulan dzulhijjah, hari ‘Asyuraa’ dan tiga hari setiap bulan: hari senin setiap awal bulan dan hari dua hari kamis.”(Dishahihkan oleh al-Albani rahimahullah dalam kitab Shahih Abu Dawud)

Sebagaimana datang riwayat yang menjelaskan keutamaan puasa ‘Arafah secara khusus. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda ketika ditanya tentang puasa ‘Arafah:

يكفر السنة الماضية والسنة القابلة) رواه مسلم في الصحيح

”Menghapus dosa tahun lalu dan tahun yang akan datang.” (HR. Muslim rahimahullah dalam kitab Shahihnya)

Puasa ini adalah bagi orang yang tidak sedang berhaji, adapun orang yang sedang berhaji maka tidak disunnahkan baginya puasa, karena hari arafah adalah hari raya bagi ahli mauqif (orang yang wukuf di ‘Arafah)

8. Dia adalah hari raya bagi orang yang wukuf, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

(يوم عرفة ويوم النحر وأيام منى عيدنا أهل الإسلام ) رواه أبو داود وصححه الألباني

”Hari ‘Arafah, hari nahar (menyembelih), dan hari-hari mina (tasyriq) adalah hari raya kita umat Islam.”(HR. Abu Dawud dan dishahihkan oleh al-Albani rahimahullah)

9. Agungnya do’a pada hari A‘rafah, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

(خير الدعاء دعاء يوم عرفة ) صححه الألباني في كتابه السلسة الصحيحة.

”Sebaik-baik do’a adalah do’a pada hari ‘Arafah.” (dishahihkan oleh al-Albani dalam kitab Silsilah ash-Shahihah)

Ibnu ‘Abdil Bar rahimahullah berkata:”Dalam hal ini ada dalil tentang keutamaan hari ‘Arafah dibandingkan hari lainnya.”

10. Banyaknya pembebasan dari Neraka pada hari ‘Arafah, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

( ما من يوم أكثر من أن يعتق الله فيه عبدا من النار من يوم عرفة) رواه مسلم في الصحيح.

”Tidak ada hari yang Allah lebih banyak membebaskan hamba-Nya dari Neraka pada hari itu melebihi hari ‘Arafah.” (HR. Muslim di dalam Shahihnya)

11. Allah membanggakan ahli ‘Arafah (orang-orang yang wukuf di sana) di hadapan penghuni langit (malaikat), Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

( إن الله يباهي بأهل عرفات أهل السماء) رواه أحمد وصحح إسناده الألباني .

”Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala membanggakan ahli ’Arafah di hadapan penduduk langit.”(HR. Ahmad, dishahihkan sanadnya oleh Syaikh al-Albani rahimahullah)

12. Takbir, para ulama menyebutkan bahwa takbir pada hari-hari tersebut terbagi menjadi dua macam:

Takbir muqayyad yaitu yang dilakukan setelah selesai shalat wajib lima waktu, dan dimulai pada shubuh hari ’Arafah. Ibnu Hajar rahimahullah berkata di dalam Fathul Bari: ”Tidak ada satu pun hadits yang shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam masalah ini, dan yang paling shahih yang datang dari riwayat shahabat adalah perkataan ‘Ali bin Abi Thalib dan Ibn Mas’ud radhiyallahu’anhuma bahwasanya hal itu (takbir muqayyad) dimulai dari shubuh hari ‘Arafah sampai akhir hari –hari Mina (tasyrik).”

Adapun takbir mutlak, adalah dilakukan setiap saat yang diawali dari hari pertama bulan dzulhijjah, yang mana dahulu ‘Ibnu Umar dan Abu Hurairah radhiyallahu’anhuma keduanya keluar menuju pasar dan bertakbir lalu manusia pun bertakbir dikarenakan takbir mereka berdua. Dan maksudnya adalah mengingatkan manusia untuk berdzikir masing-masing, bukan dzikir dengan berjama’ah (bersama-sama).

13. Di dalamnya terdapat rukun haji, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

(الحج عرفة) متفق عليه

”Haji adalah ‘Arafah.” (Mutaffaq ‘alaihi)

(Diterjemhkan dari “Fadhlu ‘Arafah” oleh Dr. Rasyid bin Ma’idh al-‘Adwani anggota Hai’atu Tadris di Jami’atul Imam fakultas Dakwah di Madinah)

PENENTUAN HARI ‘ARAFAH

Perbedaan pendapat seputar penentuan hari ‘Arafah

Para ulama kontemporer berbeda pendapat seputar penentuan hari ‘Arafah apabila mathla’ (tempat munculnya hilal/bulan sabit) sebagian Wilayah berbeda dengan hari wukuf di ‘Arafah. Ada dua pendapat. Akan disebutkan, insyaa Allah.

Sebab perbedaan pendapat

Perbedaan pendapat bermula dari perbedaan pendapat para Ulama seputar apakah seluruh Wilayah mathla’nya (tempat munculnya hilal) itu satu/wihdatul mathla’ ataukah masing-masing Wilayah memiliki mathala’ sendiri-sendiri? Kemudian apabila kita mengatakan bahwa masing-masing Wilayah memiliki mathla’ sendiri-sendiri apakah hal itu berlaku untuk seluruh bulan ataukah dikecualikan dari hal itu bulan dzulhijjah karena dzulhijjah berkaitan dengan ibadah haji dan ibadah haji hanya ada di Makkah ?

Demikian juga yang menjadi sebab perbedaan pendapat dalam masalah ini adalah, apakah ‘Arafah itu nama untuk tempat atau waktu? Apa sebab penamaan ‘Arafah? Dan juga perbedaan mereka dalam menghukumi hadits seputar puasa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pada tanggal 9 dzulhijjah.

Pendapat pertama:

Hari ‘Arafah adalah hari di mana jama’ah haji melakukan wukuf di tanah ‘Arafah, dan bahwasanya manusia mengikuti mereka dalam penentuan hari tersebut. Di antara ulama yang merajihkan/menguatkan pendapat ini adalah Lajnah Daimah lil Buhuts al-Ilmiyah wa al-Ifta (komite tetap untuk fatwa Wilayah Saudi Arabia) yang ketika itu dipimpin oleh syaikh Bin Baz rahimahullah, Lajnah al-Ifta al-Mishriyah (komite fatwa Mesir), syaikh Faishal al-Maulawi, syaikh Hisaamddin ‘Afaanah rahimahumullah, dan syaikh ‘Abdurrahman as-Suhaim hafizhahullah dan lain-lain.

Dalil-dalilnya:

1. Bahwa yang dimaksud dengan hari ‘Arafah adalah hari di mana jama’ah haji melakukan wukuf di ‘Arafah. Dalam hal ini ada beberapa riwayat:

a. Dari ‘Atha’ rahimahullah berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

“Hari ‘Idhul Adha kalian adalah hari di mana kalian berkurban.” Dan aku mengira beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:”dan hari ‘Arafah adalah hari di mana kalian melakukan wukuf ‘Arafah.” (diriwayatkan oleh al-Baihaqi rahimahullah dalam sunan al-kubra 5/176 dan asy-Syafi’i dalam al-Umm 1/264 dari ‘Atha’ secara mursal dan dishahihkan oleh al-Albani dalam Shahihul Jami’ 4224)

Dan hadits-hadits yang lain.

2. Termasuk hal yang menguatkan bahwa yang dimaksud hari ‘Arafah adalah hari di mana jama’ah haji melakukan wukuf adalah disandarkan/dinisbatkannya puasa tersebut dengan hari secara khusus dan langsung, yang mana beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

( صيام يوم عرفة ) ، أخرجه مسلم ( 1161 ) ، وغيره

”Puasa hari ‘Arafah” (diriwayatkan oleh Imam Muslim rahimahullah 1161 dan selain beliau)

Segi pendalilan : Bahwasanya beliau shallallahu ‘alaihi wasallam menyandarkan puasa kepada hari ‘Arafah bukan kepada tanggal sembilan dzulhijjah, dan tidak dinukil dari beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa beliau shallallahu ‘alaihi wasallam menyandarkannya kepada tanggal sembilan. Maka ini menunjukkan bahwa penyandaran ini bisa diperhitungkan (kebenarannya)

3. Sesunnguhnya kaum Muslimin telah Ijma’ (sepakat) secara amalan semenjak puluhan tahun yang lalu untuk mengikuti jama’ah haji (dalam masalah puasa), maka tidak boleh menyelisihi mereka dalam hal itu. Syaikh Hisaamuddin ‘Afaanah rahimahumullah telah menukil dari Syaikh Muhammad Sulaiman al-‘Asqar perkataan beliau:”Sesungguhnya kaum Muslimin di segenap penjuru dunia Islam telah sepakat secara amalan semenjak puluhan tahun lalu untuk mengikuti jama’ah haji dalam masalah ‘Idhul Adha dan tidak boleh bagi suatu lembaga ataupun kelompok manusia yang menyelisihi kesepakatan ini.”

Syaikh ‘Abdurrahman as-Suhaim hafizhahullah berkata:”…Tidak dianggap dalam masalah ini perbedaan mathla’, karena umat Islam telah sepakat bahwa hari ‘Arafah adalah hari yang telah ditentukan itu, dan biasanya orang yang menyelisihi hal ini tidaklah dia menyelisihinya karena alasan perbedaan mathla’, akan tetapi disebabkan masalah politik!!!..!”

4. Hadits-hadits yang berkaitan dengan keutamaan puasa ‘Arafah, di antaranya:

hadits riwayat Imam Muslim rahimahullah (1348) dan selainnya dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata:”Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

( ما من يوم أكثر من أن يعتق الله فيه عبداً من النار من يوم عرفة ، وإنه ليدنو ثم يباهي بهم الملائكة فيقول ما أراد هؤلاء ) .

”Tidak ada hari yang Allah lebih banyak membebaskan hamba-Nya dari Neraka pada hari itu melebihi hari ‘Arafah. Dan sesungguhnya Dia mendekat lalu membanggakan mereka (orang yang wukuf) di hadapan para Malaikatnya dan berfirman:’ Apa yang diinginkan oleh mereka?’” (HR. Muslim di dalam Shahihnya)

Dan hadits-hadits yang lain (lihat pembahasan tentang keutamaan hari ‘Arafah di atas)

5. Mereka berdalil dengan Ibnu Abi Syaibah rahimahullah dalam al-Mushshanaf (3/97) dari Ibrahim rahimahullah berkata tentang orang yang berpuasa ‘Arafah bagi orang yang tidak wukuf:”Apabila di dalamnya ada perbedaan pendapat maka janganlah kalian berpuasa.” (sanadnya hasan menurut Syaikh Jibrin rahimahullah)

Pendapat kedua :

Bahwasanya hari ‘Arafah adalah tanggal sembilan (9) dari bulan dzulhijjah, sama saja hal itu bertepatan dengan waktu jama’ah haji melakukan wukuf atau tidak, dan bahwasanya setiap daerah memiliki mathla’ tersendiri. Di antara ulama yang mengambil pendapat ini adalah Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin, Syaikh ‘Abdullah bin Jibrin rahimahumallah, Dr.Hanii bin ‘Abdullah al-Jubair hafizhahullah, Prof.Dr Ahmad al-Haji al-Kurdi hafizhahullah dan Prof.Dr Khalid al-Musyaiqih hafizhahullah dan lain-lain.

Dalil-dalil pendapat ini:

1. Perbedaan ini adalah cabang dari perbedaan pendapat dalam masalah yang masyhur tentang mathla’ (tempat munculnya hilal) antara satu wilayah dengan wilayah lain dalam penentuan awal bulan Ramadhan dan Syawwal. Dan yang kuat adalah bahwa masing-masing wilayah memiliki mathla’ nya masing-masing. Dan dalam hal ini tidak ada perbedaan antara bulan Ramadhan dan bulan-bulan lain, maka apabila boleh terjadi perbedaan dalam masalah puasa Ramadhan dan idul fithri, kenapa tidak boleh ada perbedaan dalam dzulhijjah dan bulan lainnya? (lihat fatwa Syaikh Shalih al-Utsaimin rahimahullah).

Dan anehnya, sekalipun masalah ini sering terjadi namun kita tidak membaca pembahasan ulama terdahulu seputar masalah ini, lebih-lebih perinciaan tentangnya. Mungkin saja –Wallahu A’lam- disebabkan karena masalah ini adalah cabang dari masalah perbedaan mathla’. Bahkan yang lebih mengherankan bahwa para ulama yang mengangap tidak adanya perbedaan mathla’ seperti madzhab Hanafiah diriwayatkan bahwa mereka menganggap adanya perbedaan mathala’ dalam bulan dzulhijjah!! Lihat kitab ”Hasyiyah Radul Mukhtar” karya Ibnu ‘Abidin (3/325)

2 .Yang dimaksud dengan hari ‘Arafah adalah hari kesembilan dari bulan dzulhijjah, dan yang dijadikan sandaran adalah penanggalan hijriyah di tempat di mana seseorang itu berada, bukan berdasarkan pada wukufnya jama’ah haji di bukit ‘Arafah. Dan inilah yang dikenal dari perbuatan para Ulama ketika memberikan pengertian hari ‘Arafah yang mana mereka menyebutkan bahwa hari ‘Arafah adalah hari kesembilan dari bulan dzulhijjah.(lihat al-Qamus al-Fiqhi dan Mu’jam Lughatul Fuqahaa’ dan juga syarah-syarah Kitab Sunnah)

Dan ini (hari ‘Arafah adalah tanggal sembilan adalah tanggal sembilan) tidak ada perbedaan pendapat di dalamnya. perbedaan hanya terjadi pada sebab penamaan hari ‘Arafah tersebut. Lihat pembahasan masalah ini di al-Mughni (4/442) karya Ibnu Qudamah rahimahullah, lihat pula pendapat-pendapat Ulama tentang sebab penamaan hari ‘Arafah dalam kitab Tafsir ath-Thabari, (2/297), Bahrul Muhith (2/275), ketika menafsirkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

(( فإذا أفضتم من عرفات )) الآية

”Maka apabila kalian bertolak dari ‘Arafah.”(QS. Al-Baqarah: 198)

Demikian juga lihat Lisanul ‘Arab karya Ibnu Manzhur (4/2898)

3 .Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud rahimahullah (2437), Imam Ahmad rahimahullah (2269) Imam an-Nasaai rahimahullah (2372) yang dishahihkan oleh al-Albani rahimahullah dari sebagian istri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berkata:

كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يصوم تسع ذي الحجة ، ويوم عاشوراء ، وثلاثة أيام من كل شهر أول اثنين من الشهر والخميس ) .

”Dahulu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berpuasa pada tanggal sembilan dzulhijjah, hari ‘Asyuraa’, dan tiga hari setiap bulan yaitu hari senin pada awal bulan dan dua hari kamis.”

Segi pendalilan: Bahwa istri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menyebutkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dahulu melakukan puasa pada tanggal sembilan dzulhijjah dan itu tidak diragukan lagi dilakukan oleh beliau sebelum haji Wada’. Dan lafazh كان menunjukkan rutinitas sebuah amalan. Dan tidak sampai kepada kami sebuah riwayat bahwasanya beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersungguh-sungguh untuk mencari tahu tentang kapan waktu wukuf jama’ah haji di bukit ‘Arafah di Makkah.

4 .Perkataan ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha yang diriwayatkan oleh Imam al-Baihaqi rahimahullah dalam as-Sunan al-Kubra (/252) dan dinyatakan jayyid sanadnya oleh Syaikh al-Albani rahimahullah dalam Silsilah ash-Shahihah (1/379):

( النحر يوم ينحر الناس ، و الفطر يوم يفطر الناس )

”Hari menyembelih (kurban) adalah hari di mana manusia menyembelih kurban dan hari Idul fithri adalah hari di mana manusia beridul fithri.”

5 .Masalah ini termasuk masalah khilafiyah (masalah yang di dalamnya boleh berbeda pendapat), dan hukum/keputusan Hakim (pemerintah) menghilangkan perbedaan tersebut. Maka seandainya Hakim atau wakilnya mengharuskan rakyatnya untuk mengikuti Tanah Haram (Saudi Arabia) dalam masalah ru’yah mereka dalam bulan dzulhijjah, maka wajib untuk diikuti. Demikian juga apabila mereka berpendapat dengan adanya perbedaan mathla’ sekalipun dalam hilal dzulhijjah, maka wajib bagi rakyat untuk mengikutinya, karena keputusan Hakim menghilangkan perbedaan dalam masalah seperti ini. Dan tidak ada beda antara masalah ini dengan masalah puasa dan idul fithri yang dilakukan berdasarkan keputusan Hakim, dan dengan cara seperti inilah persatuan bisa tercapai dan masyarakat berkumpul pada hari raya dan puasa yang satu dan tidak bercerai berai.

Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata dalam Majmu’ Fatawa ketika menjawab pertanyaan seputar masalah ini:”Apabila suatu Negara berada dalam satu hukum dan pemerintah memerintahkan rakyat untuk puasa, atau Idul fithri maka wajib untuk diikuti dan keputusan Hakim menghilangkan perbedaan pendapat. Maka berdasarkan hal ini berpuasa dan berbukalah (Idul fithri) sebagaimana penduduk negeri yang kamu tempati berpuasa dan berbuka, baik bertepatan dengan negeri asalmu ataupun tidak. Demikian juga dalam masalah ‘Arafah, ikutilah negeri di mana kalian berada.”

Pendapat yang rajih

Pendapat yang kuat dalam masalah ini –Wallahu A’lam- adalah pendapat yang kedua, dikarenakan hal-hal berikut:

a .Kuatnya pendapat yang menyatakan bahwa masing-masing wilayah memiliki mathla’ sendiri-sendiri, dan itu adalah pendapat yang dipilih oleh Lajnah Daimah lil Ifta.

b .Keumuman sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam

( النحر يوم ينحر الناس ، و الفطر يوم يفطر الناس )

”Hari menyembelih (kurban) adalah hari di mana manusia menyembelih kurban dan hari Idul fithri adalah hari di mana manusia beridul fithri.” (Silsilah ash-Shahihah (1/379))

c .Keterangan istri Nabi bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berpuasa pada tanggal 9 dzulhijjah dan hadits tersebut shahih.

d .Penamaan ‘Arafah adalah karena jama’ah haji sedang melakukan wukuf tidak bisa dipastikan kebenarannya. Wallahu A’lam.

(Faidah:untuk melihat lebih luas tentang perdebatan antara dalil pendapat pertama dan kedua lihat bahts/makalah seputar masalah ini di http://www.ahlalhdeeth.com/vb/showthread.php?t=86791)

Berikut ini sebagian fatwa Ulama-ulama yang menguatkan pendapat kedua :

Fatwa Syaikh ‘Utsaimin rahimahullah:

Pertanyaan:

Apabila terjadi perbedaan hari Arafah disebabkan perbedaan daerah dalam masalah Mathla’ (munculnya hilal), maka apakah kami berpuasa mengikuti ru’yah (penglihatan hilal) negeri yang kami berada di dalamnya, atau apakah kami berpuasa mengikuti ru’yah al-Haramain (Makkah dan Madinah)?

Jawab :

Perbedaan ini bermuara pada perbedaah ulama pada, apakah ru’yatul hilal itu satu untuk seluruh dunia, atau apakah hilal itu berbeda-beda sesuai dengan perbedaan daerah? Dan yang benar bahwasanya ru’yatul hilal itu berbeda-beda sesuai dengan perbedaan daerah. Misalnya, apabila hilal terlihat di Makkah, kemudian hari ini adalah hari kesembilan, sedangkan hilal terlihat di negeri lain -selain Makkah- sehari sebelumnya dan hari ‘Arafah (arafah Makkah) bertepatan dengan hari kesepuluh menurut mereka, maka mereka tidak boleh berpuasa pada hari itu, karena hari itu adalah hari ‘Idul Adha.

Demikian pula seandainya ru’yatul hilal suatu daerah tertinggal/terlambat dari ru’yatul hilal Makkah, dan hari kesembilan di Makkah adalah hari kedelapan di negerinya, maka mereka berpuasa pada hari kesembilan menurut penanggalan mereka walaupun bertepatan dengan hari kesepuluh di Makkah.

Ini adalan pendapat yang kuat, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

( إذا رأيتموه فصوموا ، وإذا رأيتموه فأفطروا )

”Apabila kalian melihatnya (hilal Ramadhan) maka berpuasalah, dan apabila engkau melihatnya (hilal Syawwal) maka berbukalah (Idul fithri).

Dan mereka yang tidak melihat hilal dari negeri mereka bukan lah orang yang melihatnya. Dan sebagaimana manusia sepakat menganggap terbit fajar dan terbenamnya matahari setiap daerah itu sesuai dengan daerahnya, maka demikian pula penentuan waktu bulanan sebagaimana penentuan waktu harian. (Majmu’ Fatawa 20)

Fatwa syaikh Dr. Hani bin ‘Abdullah al-Jubair hafizhahullah, Qadhi di Mahkamah Makkah al-Mukarramah

Pertanyaan:

Assalamu ‘alaikum, pertanyaan tentang perbedaan mathla’ pada bulan dzulhijah maksudnya pebedaan idhul adha disebagian Negeri dengan negeri lain, sebagaimana yang terjadi di Pakistan dan Mauritania? Apakah puasa ‘Arafah tidak berkaitan dengan waktu wukufnya jama’ah haji di ‘Arafah? Apakah seseorang muslim mendapatkan pahala puasa ‘Arafah pada negeri yang seperti itu? Dan sekalipun bertepatan dengan hari Idul Adha di Arab Saudi? Berilah kami fatwa, semoga Allah memberi Anda pahala.

Jawab:

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullahi wa Barakaatuh, apabila seseorang muslim berada di suatu negeri yang mempraktekkan ru’yah syar’iyah (dalam menentukan awal bulan) dan menjadikannya sebagai pedoman dalam penentuan kalender, maka seorang muslim beramal (puasa dan lainnya) dengan konsekuensi dari penanggalan yang ditetapkan oleh pakar-pakar tersebut, dan berpuasa ‘Arafah pada tanggal kesembilan sekalipun hari itu bertepatan dengan hari kedelapan atau kesepuluh di Saudi Arabia. Adapun untuk kegiatan hajinya maka dia mengikuti ru’yah yang ditetapkan oleh Makkah (Saudi Arabia). Dari Abi Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

“الصوم يوم تصومون، والفطر يوم تفطرون، والأضحى يوم تضحون”،رواه الترمذي (697)، وأبو داود (2324) وابن ماجة (1660)، ومثله عن عائشة – رضي الله عنها- عند الترمذي (802)، وصححه الألباني في السلسلة برقم (224)

”Puasa adalah hari di mana manusia (masyarakat)berpuasa, dan berbuka (idul fithri) adalah hari di mana manusia berbuka, dan menyembelih kurban adalah hari di mana manusia menyembelih kurban.”(HR.at-Tirmidzi (697), Abu Dawud (2324), Ibnu Majah (1660), dan yang serupa dengan itu dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha dalam riwayat at-Tirmidzi (792) dishahihkan oleh al-Albani dalam Silsilah ash-Shahihah no. 224)Dan Allah Mahapemberi petunuk ke jalan hidayah.

(Sumber: http://www.ahlalhdeeth.com/vb/showthread.php?t=86791, dan sumber-sumber lainnya. Oleh Abu Yusuf Sujono )