Allah Subhanahu waTa`ala berfirman,

وَالَّذِي خَلَقَ اْلأَزْوَاجَ كُلَّهَا وَجَعَلَ لَكُم مِّنَ الْفُلْكِ وَاْلأَنعَامِ مَاتَرْكَبُونَ
لِتَسْتَوُا عَلَى ظُهُورِهِ ثُمَّ تَذْكُرُوا نِعْمَةَ رَبِّكُمْ إِذَا اسْتَوَيْتُمْ عَلَيْهِ وَتَقُولُوا سُبْحَانَ الَّذِي
سَخَّرَ لَنَا هَذَا وَمَاكُنَّا لَهُ مُقْرِنِينَ وَإِنَّآ إِلَى رَبِّنَا لَمُنقَلِبُونَ

“Dan Yang menciptakan semua yang berpasang-pasangan dan menjadikan untukmu kapal dan binatang ternak yang kamu tunggangi. Supaya kamu duduk di atas punggungnya kemudian kamu ingat nikmat Rabbmu apabila kamu telah duduk di atasnya; dan supaya kamu mengucapkan, ‘Mahasuci Dia yang telah menundukkan semua ini bagi kami padahal sebelumnya kami tidak mampu menguasainya, dan sesungguhnya kami akan kembali kepada Rabb kami’.” (Az-Zukhruf: 12-14).

Kami meriwayatkan dalam kitab Abu Dawud, at-Tirmidzi dan an-Nasa`i dengan sanad-sanad shahih dari Ali bin Rabi’ah radiyallahu ‘anhu,ia mengatakan,

شَهِدْتُ عَلِيَّ بْنَ أَبِيْ طَالِبٍ رضي الله عنه أُتِيَ بِدَابَّةٍ لِيَرْكَبَهَا، فَلَمَّا وَضَعَ رِجْلَهُ فِي الرِّكَابِ، قَالَ: بِسْمِ اللهِ. فَلَمَّا اسْتَوَى عَلَى ظَهْرِهَا، قَالَ: اَلْحَمْدُ لله. ثُمَّ قَالَ: سُبْحَانَ الَّذِي سَخَّرَ لَنَا هذَا وَمَا كُنَّا لَهُ مُقْرِنِيْنَ وَإِنَّا إِلَى رَبِّنَا لَمُنْقَلِبُوْنَ. ثُمَّ قَالَ: اَلْحَمْدُ لله ثَلاَثَ مَرَّاتٍ. ثُمَّ قَالَ: اَللهُ أَكْبَرُ، ثَلاَثَ مَرَّاتٍ. ثُمَّ قَالَ: سُبْحَانَكَ إِنِّيْ ظَلَمْتُ نَفْسِيْ، فَاغْفِرْ لِي، فَإِنَّهُ لاَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ إِلاَّ أَنْتَ. ثُمَّ ضَحِكَ، فَقِيْلَ: يَا أَمِيْرَ الْمُؤْمِنِيْنَ، مِنْ أَيِّ شَيْءٍ ضَحِكْتَ؟ قَالَ: رَأَيْتُ النَّبِيَّ صلى الله عليه و سلم فَعَلَ كَمَا فَعَلْتُ، ثُمَّ ضَحِكَ، فَقُلْتُ: يَا رَسُوْلَ اللهِ مِنْ أَيِّ شَيْءٍ ضَحِكْتَ؟ قَالَ: إِنَّ رَبَّكَ سُبْحَانَهُ يَعْجَبُ مِنْ عَبْدِهِ إِذَا قَالَ: اِغْفِرْ لِي ذُنُوْبِي، يَعْلَمُ أَنَّهُ لاَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ غَيْرِي.

“Aku menyaksikan Ali bin Abi Thalib radiyallahu ‘anhu dibawakan kendaraan untuk ditungganginya. Ketika ia meletakkan kakinya di pelana, ia mengucapkan, ‘Bismillah.’ Ketika sudah lurus di atas punggung kendaraan, ia mengucapkan, ‘Alhamdulillah.’ Kemudian ia mengucapkan, ‘Mahasuci Allah yang telah menundukkan ini untuk kami padahal sebelumnya kami tidak mampu mengua-sainya, dan sesungguhnya kami akan kembali kepada Rabb kami.’ Kemudian ia mengucapkan, ‘Alhamdulillah,’ sebanyak tiga kali. Kemudian mengucapkan, ‘Allahu akbar,’ sebanyak tiga kali. Kemudian mengucapkan, ‘Mahasuci Engkau, sesungguhnya aku telah menzhalimi diriku sendiri, maka ampunilah dosaku. Sesungguhnya tidak ada yang mengampuni dosa-dosa kecuali Engkau.’ Kemudian ia tertawa. Maka ditanyakan kepadanya, ‘Wahai Amirul Mukminin, karena apakah engkau tertawa?’ Ia menjawab, ‘Aku melihat Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam melakukan sebagaimana yang aku lakukan, kemudian beliau tertawa, maka aku bertanya, ‘Wahai Rasulullah, karena apakah engkau tertawa?’ Beliau menjawab, ‘Sesungguhnya Rabbku kagum terhadap hambaNya, ketika mengatakan, ‘Ampu-nilah dosa-dosaku.’ (Allah berfirman), ‘Ia tahu bahwa tiada yang mengampuni dosa-dosa selain Aku’.” Ini redaksi riwayat Abu Dawud. At-Tirmidzi menilainya sebagai hadits hasan, namun di naskah lain ia menilainya hasan shahih.

Kami meriwayatkan dalam Shahih Muslim dalam kitab Manasik, dari Abdullah bin Umar radiyallahu ‘anhu,

أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه و سلم كَانَ إِذَا اسْتَوَى عَلَى بَعِيْرِهِ خَارِجًا إِلَى سَفَرٍ،
كَبَّرَ ثَلاَثًا، ثُمَّ قَالَ: وَتَقُولُوا سُبْحَانَ الَّذِي
سَخَّرَ لَنَا هَذَا وَمَاكُنَّا لَهُ مُقْرِنِينَ وَإِنَّآ إِلَى رَبِّنَا لَمُنقَلِبُونَ اللّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ فِي سَفَرِنَا هذَا الْبِرَّ وَالتَّقْوَى، وَمِنَ الْعَمَلِ مَا تَرْضَى. اللّهُمَّ هَوِّنْ عَلَيْنَا سَفَرَنَا هذَا، وَاطْوِ عَنَّا بُعْدَهُ. اللّهُمَّ أَنْتَ الصَّاحِبُ فِي السَّفَرِ، وَالْخَلِيْفَةُ فِي اْلأَهْلِ. اللّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُ بِكَ مِنْ وَعْثَاءِ السَّفَرِ، وَكَآبَةِ الْمَنْظَرِ، وَسُوْءِ الْمُنْقَلَبِ فِي الْمَالِ وَاْلأَهْلِ.

“Bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam jika telah lurus di atas untanya untuk keluar melakukan perjalanan, maka beliau bertakbir tiga kali, kemudian membaca, ‘Mereka mengucapkan, ‘Mahasuci Dia yang telah menundukkan semua ini bagi kami padahal sebelumnya kami tidak mampu menguasainya, dan sesungguhnya kami akan kembali kepada Rabb kami. (Az-Zukhruf: 12-14) ‘Ya Allah, sesung-guhnya kami memohon kepadaMu dalam perjalanan kami ini kebajikan dan takwa serta amal yang Engkau ridhai. Ya Allah, mudahkanlah atas kami perjalanan kami ini dan pendekkanlah jauhnya dari kami. Ya Allah, Engkaulah penjaga dalam perjalanan dan wakil pengganti dalam keluargaku. Ya Allah, aku berlindung kepadaMu dari kesukaran dalam perjalanan, pemandangan yang menye-dihkan, dan tempat kembali yang buruk yang berkenaan dengan harta dan keluarga’.”

Jika pulang, beliau mengucapkan dzikir tersebut dan menambahkan,

آيِبُوْنَ، تَائِبُوْنَ، عَابِدُوْنَ، لِرَبِّنَا حَامِدُوْنَ.

“Kembali, bertaubat, beribadah, lagi memuji kepada Rabb kami.”

Ini adalah redaksi riwayat Muslim. Abu Dawud menambahkan dalam riwayatnya, “Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam dan pasukannya, jika mendaki bukit, mereka bertakbir; dan jika menuruninya, mereka bertasbih.”

Kami meriwayatkan yang semakna dengannya dari riwayat segolongan sahabat juga secara marfu’.

Kami meriwayatkan dalam Shahih Muslim, dari Abdullah bin Sarjisradiyallahu ‘anhu, ia mengatakan,

كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم إِذَا سَافَرَ، يَتَعَوَّذُ مِنْ وَعْثَاءِ السَّفَرِ، وَكَآبَةِ الْمُنْقَلَبِ، وَالْحَوْرِ بَعْدَ الْكَوْنِ، وَدَعْوَةِ الْمَظْلُوْمِ، وَسُوْءِ الْمَنْظَرِ فِي اْلأَهْلِ وَالْمَالِ.

“Jika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bepergian, maka beliau berlindung dari kesukaran dalam perjalanan, tempat kembali yang buruk, al-haur ba’da al-kaun (berbalik dari iman menuju kufur), doa orang yang dizhalimi, dan pemandangan yang buruk yang berkenaan dengan keluarga dan harta.”

Kami meriwayatkan dalam kitab at-Tirmidzi, kitab an-Nasa`i dan kitab Ibnu Majah dengan sanad-sanad yang shahih, dari Abdullah bin Sarjis radiyallahu ‘anhu. Ia mengatakan,

كَانَ النَّبِيُّ صلى الله عليه و سلم إِذَا سَافَرَ قَالَ: اللّهُمَّ أَنْتَ الصَّاحِبُ فِي السَّفَرِ، وَالْخَلِيْفَةُ فِي اْلأَهْلِ، اللّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُ بِكَ مِنْ وَعْثَاءِ السَّفَرِ، وَكَآبَةِ الْمُنْقَلَبِ، وَمِنَ الْحَوْرِ بَعْدَ الْكَوْنِ، وَمِنْ دَعْوَةِ الْمَظْلُوْمِ، وَمِنْ سُوْءِ الْمَنْظَرِ فِي اْلأَهْلِ وَالْمَالِ.

“Jika Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam melakukan perjalanan, beliau berucap, ‘Ya Allah, Engkau adalah penjaga dalam perjalanan dan wakil pengganti dalam keluargaku. Ya Allah, aku berlindung kepadaMu dari kesukaran dalam perjalanan, tempat kembali yang buruk, al-haur ba’da al-kaun, doa orang yang dizhalimi, dan dari pemandangan yang buruk dalam keluarga dan harta.” At-Tirmidzi menilai sebagai hadits hasan shahih.

Ia mengatakan, Diriwayatkan juga: ((الْحَوْرُ بَعْدَ الْكَوْرِ. Yakni diriwayatkan: الْكَوْنُ) dengan nun, dan (الْكَوْرُ) dengan ra’. Kata at-Tirmidzi, keduanya memiliki makna yang sama. Dika-takan (dalam riwayat lain), artinya kembali dari iman kepada kekafiran, atau dari ketaatan kepada kemaksiatan. Artinya hanyalah kembali dari sesuatu (kebaikan) kepada suatu keburukan. Ini pernyataan at-Tirmidzi. Demikian pula para ulama selainnya berpendapat, dengan ra’ dan nun, semuanya mengandung arti kembali dari istiqamah (sikap lurus) atau ziyadah (lebih) kepada kekurangan. Menurut mereka, diriwayatkan dengan ra’ diambil dari kata takwir al-imamah, yaitu melipatnya dan menghimpunnya. Sementara diriwayat-kan dengan nun diambil dari kata al-kaun, yaitu masdar kana yakunu kaunan: jika ada. Aku katakan, Riwayat dengan nun lebih banyak, dan inilah yang terbanyak dalam manuskrip-manuskrip Shahih Muslim. Bahkan inilah yang masyhur. (الْوَعْثَاءُ) artinya syiddah (kesukaran). (الْكَآبَةُ)artinya perubahan jiwa karena kesedihan dan sejenisnya. (الْمُنْقَلَبُ) ialah tempat kembali.

Sumber : Ensiklopedia Dzikir Dan Do’a, Imam Nawawi, Pustaka Sahifa Jakarta. Disadur oleh Yusuf Al-Lomboky