Di antaranya adalah Abu Bakar ash-Shiddiq radiyallahu ‘anhu, nama aslinya adalah Abdullah bin Utsman, gelarnya adalah Atiq. Inilah pendapat yang benar yang menjadi pedoman para ulama dari golongan Muhadditsin, Ahli Biografi, Ahli sejarah dan lainnya. Dan dalam riwayat lain dikatakan bahwa namanya adalah Atiq. Hal ini diceritakan oleh al-Hafizh Abu al-Qasim bin Asakir dalam kitabnya al-Athraf

Perincian panjang lebar pembahasan ini terdapat dalam Tarikh Ibnu Asakir 30/6-23, dia menyebutkan pendapat yang berbeda-beda di dalamnya secara musnad tanpa mentarjih, bahkan secara zahir dia lebih cenderung kepada apa yang dirajihkan oleh an-Nawawi bahwa namanya Abdullah bin Utsman, sedangkan Atiq adalah gelar.Dan pendapat yang benar adalah yang pertama. Para ulama bersepakat bahwa gelar tersebut adalah gelar yang baik. Namun mereka berbeda pendapat tentang sebab dia dinamakan Atiq. Kami meriwayatkan dari Aisyah, dari berbagai jalur sanad, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

أَبُو بَكْرٍ عَتِيْقُ اللهِ مِنَ النَّارِ قَالَ: فَمِنْ يَوْمَئِذٍ سُمِّيَ عَتِيْقًا.

“Abu Bakar adalah orang yang dibebaskan Allah dari neraka.maka sejak hari ini ia dinamakan ‘atiq “

Shahih: Diriwayatkan oleh Ibnu Sa’ad 3/90; al-Fasawi dalam al-Ma’rifah wa at-Tarikh 1/238; at-Tirmidzi, Kitab al-Manaqib, Bab, 5/616, no. 3679; Abu Ya’la no. 4899; ath-Thabrani 1/53, no. 9 dan 10; al-Hakim 2/415, 3/61; Ibnu Asakir 30/6,20 dan 21; dan Ibnu al-Atsir dalam Usd al-Ghabah 3/309: dari dua jalur sanad, dari Aisyah dengan hadits tersebut. At-Tirmidzi berkata, “Hadits ini gharib.” Dan al-Albani menyetujuinya. Al-Hakim berkata pada dua tempat, “Isnadnya shahih namun al-Bukhari dan Muslim tidak mengeluarkannya.” Adz-Dzahabi mengomentarinya pada yang pertama dengan berkata, “Bahkan Ishaq bin Yahya bin Thalhah adalah matruk sebagaimana dikatakan Ahmad.” Kemudian yang kedua dia berkata, “Layak, mereka telah mendhaifkannya, maka sanadnya gelap.” Al-Haitsami berkata dalam al-Majma’ 9/44, “Di dalamnya terdapat Shalih bin Musa ath-Thalhi, dan dia adalah dhaif.” Saya berkata, “Begitu pula isnad-isnad lain yang tersisa, sanadnya tidak terlepas dari muttaham, matruk, dhaif yang parah di mana syahid dan mutabi’ tidak layak bersamanya.

Kemudian saya berpedoman pada sanad yang baik dari ini semua pada Ibnu Asakir 30/20, Abu Bakar Muhammad bin al-Husain telah mengabarkan kepada kami, Abu al-Husain bin al-Muhtadi telah mengabarkan kepada kami, Ali bin Umar bin Muhammad al-Harbi telah mengabarkan kepada kami, Abu Imran Musa bin Sahl telah mengabarkan kepada kami, Abu Ubaidillah Ahmad bin Abdurrahman al-Wahbi telah mengabarkan kepada kami, pamanku telah mengabarkan kepada kami, Yahya bin Ayyub telah mengabarkan kepada kami, dari Aisyah binti Thalhah, dari Aisyah Ummu al-Mukminin dengan hadits tersebut. Dan sanad ini para rawinya tsiqah dari pertama hingga akhir, kecuali Ibnu Ayyub, karena dia jujur, namun banyak melakukan dugaan salah, sedangkan al-Wahbi, maka hafalannya telah berubah di akhirnya. Maka sanadnya layak, minimal dalam syawahid sebagaimana diketahui secara umum.

Kemudian hadits ini mempunyai syahid yang shahih menurut al-Bazzar no. 1868-Mukhtashar az-Zawa`id; Ibnu Hibban no. 6864; ath-Thabrani 1/53, no. 7; Ibnu Asakir 30/9, dari hadits Ibn az-Zubair.

Maka hadits ini shahih dengan jalur sanad yang terakhir dan syahidnya. Adapun jalur-jalur yang pertama maka tidak memadai. Dan seakan-akan dengan ini, maka al-Albani menshahihkannya dalam shahih at-Tirmidzi. Wallahu A’lam. Perawi berkata, “Semenjak itu dia diberi nama Atiq.”

Mush’ab bin az-Zubair dan lainnya dari Ahli Nasab berkata, “Dia diberi nama Atiq, karena pada silsilah keturunannya tidak terdapat suatu aib pun yang menodainya. Di dalam riwayat yang lain dikatakan alasan lainnya. Wallahu a’lam.

Begitu pula Abu Turab, gelar yang diberikan kepada Ali bin Abi Thalib radiyallahu ‘anhu, dan kuniyahnya adalah Abu al-Hasan. Hal ini telah ditetapkan dalam ash-Shahih,

أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه و سلم وَجَدَهُ نَائِمًا فِي اْلمَسْجِدِ، وَعَلَيْهِ التُّرَابُ. وَقَالَ: قُمْ أَبَا تُرَابٍ، قُمْ أَبَا تُرَابٍ!

“Bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam mendapati Ali radiyallahu ‘anhu sedang tidur di dalam masjid, dan di atas tubuhnya terdapat debu (turab), maka Nabi bersabda, ‘Bangunlah wahai Abu Turab! Bangunlah wahai Abu Turab

Diriwayatkan oleh al-Bukhari, Kitab al-Adab, Bab at-Takanni bi Abi Turab, 10/587, no. 6204; dan Muslim, Kitab ash-Shahabah, Bab Fadha`il Ali , 4/1874, no. 2409.

Maka gelar yang baik ini konsisten menempel pada dirinya. Dan kami meriwayatkan hal ini dalam Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim, dari Sahal bin Sa’ad, dia berkata, “Abu Turab adalah nama Ali yang paling dicintainya dan sungguh, dia sangat senang dipanggil dengan Abu Turab. Ini adalah lafazh riwayat al-Bukhari.

Begitu pula Dzu al-Yadaini, namanya adalah al-Khirbaq, dan kedua tangannya panjang. Telah tsabit dalam ash-Shahih;

كَانَ النَّبِيُّ صلى الله عليه و سلم يَدْعُوْهُ ذَا الْيَدَيْنِ. وَاسْمُهُ اْلخِرْبَاقُ.

“Suatu ketika Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam memanggilnya Dza al-Yadain, sedangkan namanya adalah al-Khirbaq.”

Al-Bukhari meriwayatkannya dengan lafazh ini di awal Kitab al-Bir wa ash-Shilah.

Namun dia tidak meriwayatkannya sendirian, bahkan dia meriwayatkan dalam Kitab al-Adab, Bab Ma Yajuzu Min Dzikri an-Nas, 10/468, no. 6051; dan Muslim, Kitab al-Masajid, Bab as-Sahwu fi ash-Shalah, 1/403, no. 573.

Sumber : Ensiklopedia Dzikir Dan Do’a, Imam Nawawi, Pustaka Sahifa Jakarta. Disadur oleh Yusuf Al-Lomboky