Rasulullah Shallallâhu ‘alaihi Wa Sallam memasuki kota Madinah pada bulan Rabi’ul Awal dan menetap di sana. Kemudian pada bulan Shafar tahun berikut beliau mem-bangun masjid dan tempat tinggal beliau. Lalu kaum Anshar yang merupakan penduduk asli kota Madinah berbondong-bondong masuk Islam sehingga tidak tersisa satu rumah pun melainkan penghuninya telah memeluk Islam. Kecuali beberapa kabilah seperti Khatmah, Waqif, Wail dan Umayyah, mereka adalah kabilah dari suku Aus. Mereka tetap bersikeras di atas kemusyrikan.

Khutbah pertama yang disampaikan oleh Rasulullah Shallallâhu ‘alaihi Wa Sallam -menurut riwayat yang sampai kepadaku dari Abu Salamah bin Abdurrahman dan aku berlindung kepada Allah dari mengada-ada atas nama Rasulullah- adalah beliau berdiri di hadapan mereka lalu mengucapkan hamdalah dan memuji Allah Ta’ala kemudian berkata:

“Amma ba’du, wahai sekalian manusia, persiapkanlah bekal untuk dirimu kelak. Demi Allah ketahuilah bahwa masing-masing kalian akan dikejutkan dengan kematian hingga ia meninggalkan kambing-kambingnya tanpa penggembala. Kemudian Allah akan berbicara kepadanya tanpa melalui penerjemah dan tanpa penghalang: “Bukankah rasul-Ku telah datang kepadamu dan menyampaikannya kepadamu? Bukankah Aku telah mencurahkan harta kepadamu dan Aku lebihkan bagimu? Lalu apa yang telah engkau lakukan untuk bekal dirimu?” Ia menoleh ke kanan dan ke kiri namun ia tidak melihat apapun. Lalu ia melihat ke depan namun yang terlihat olehnya hanyalah Neraka jahannam. Maka barangsiapa dapat menjaga wajahnya dari api Neraka meskipun dengan sebiji kurma hendaklah ia lakukan. Bagi yang tidak punya maka cukup dengan perkataan yang elok. Karena setiap kebaikan akan dilipatganda-kan pahalanya sepuluh kali lipat hingga tujuh ratus kali lipat.”
As-Salaamu ‘alaikum wa rahmatullah wa barakatuhu.

Dalam kesempatan berikutnya Rasulullah Shallallâhu ‘alaihi Wa Sallam berkhutbah:

“Segala puji hanyalah milik Allah semata, saya memujiNya, memohon pertolongan kepadaNya dan berlindung kepadaNya dari keburukan diri kami dan dari kejelekan amal kami. Barangsiapa diberi hidayah oleh Allah niscaya tidak ada yang dapat menyesatkannya. Barangsiapa yang disesatkan olehNya niscaya tidak ada satu pun yang dapat memberinya hidayah. Saya bersaksi bahwa tiada Ilah yang berhak disembah dengan benar kecuali Allah semata tiada sekutu bagiNya. Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah Kitabullah, sungguh beruntunglah orang yang Allah hiasi hatinya dengan Kitabullah dan memasukkannya ke dalam Islam setelah kekafirannya serta lebih memilih Kitabullah daripada perkataan-perkataan manusia. Karena sesungguhnya Kitabullah adalah sebaik-baik dan seindah-indah perkataan.

Cintailah apa yang dicintai Allah dan cintailah Allah dengan sepe-nuh hati kalian, janganlah kalian bosan membaca Kalamullah dan dzikrullah. Dan janganlah sampai hati kalian mengeras, karena Allah akan memilih dan mengistimewakan dari setiap apa yang telah dicipta-kanNya. Allah telah menamakannya sebagai amal yang terpilih dan terbaik {Yaitu Allah telah menamakan dzikir dan tilawah Al-Qur’an sebagai amal-amal pilihan yang terbaik, dalilnya firman Allah: “Dan Rabbmu menciptakan apa yang Dia kehendaki dan memilihnya.” (Al-Qashash: 68)}
Dan mengistimewakan sebagian hambaNya {Yaitu Allah menamai sebagian hambaNya dengan Mushthafa (hamba pilihan)}.
Cintailah perkataan yang baik dan cintai juga perkara halal dan haram yang telah ditetapkan bagi kalian. Sembahlah Allah semata janganlah berbuat syirik kepada-Nya. Bertakwalah dengan sebenar-benar takwa. Jujurlah karena Allah dalam bertutur kata. Dan hendaklah kalian saling mencintai karena Allah. sesungguhnya Allah pasti marah bila perjanjianNya dilanggar.” Was salamu ‘alaikum.
Rasulullah Shallallâhu ‘alaihi Wa Sallam menulis sebuah piagam buat kaum Muhajirin dan Anshar berisi perjanjian damai dengan kaum Yahudi di Madinah, Rasulullah membiarkan mereka tetap memeluk agama mereka dan tidak mengusik harta benda mereka. Rasulullah menetapkan beberapa persyaratan kepada mereka, beliau menulis sebagai berikut:

Bismillahirrahmanirrahim,

Ini adalah kitab yang ditulis oleh Muhammad Nabiyullah buat kaum mukminin muslimin dari kalangan Quraisy dan Yatsrib, orang-orang yang mengikuti dan menyertai mereka serta berjuang bersama mereka. Bahwa mereka adalah umat yang satu. Kaum Muhajirin Quraisy tetap sebagaimana status mereka dahulu (Yakni status sebelum masuk Islam), saling bantu-membantu dalam membayar diyat di antara mereka serta menebus saudara mereka yang tertawan dengan cara yang ma’ruf dan adil terhadap kaum mukminin. Bani ‘Auf juga sebagaimana status mereka dahulu saling bantu memban-tu dalam membayar diyat sebagaimana dahulu, setiap kelompok menebus saudara mereka yang tertawan dengan cara yang ma’ruf dan adil terhadap kaum mukminin.

Bani Sa’idah juga sebagaimana status mereka dahulu saling bantu membantu dalam membayar diyat sebagaimana dahulu, setiap kelompok menebus saudara mereka yang tertawan dengan cara yang ma’ruf dan adil terhadap kaum mukminin.

Bani Al-Harits juga sebagaimana status mereka dahulu saling bantu membantu dalam membayar diyat sebagai-mana dahulu, setiap kelompok menebus saudara mereka yang tertawan dengan cara yang ma’ruf dan adil terhadap kaum mukminin.

Bani Jusyam juga sebagaimana status mereka dahulu saling bantu membantu dalam membayar diyat sebagaimana dahulu, setiap kelompok menebus saudara mereka yang tertawan dengan cara yang ma’ruf dan adil terhadap kaum mukminin.

Bani An-Najjar juga sebagaimana status mereka dahulu saling bantu membantu dalam membayar diyat sebagaimana dahulu, setiap kelompok menebus saudara mereka yang tertawan dengan cara yang ma’ruf dan adil terhadap kaum mukminin.

Bani Amru bin ‘Auf juga sebagaimana status mereka dahulu saling bantu membantu dalam membayar diyat sebagaimana dahulu, setiap kelompok menebus saudara mereka yang tertawan dengan cara yang ma’ruf dan adil terhadap kaum mukminin. Bani An-Nabiit juga sebagaimana status mereka dahulu saling bantu membantu dalam membayar diyat sebagaimana dahulu, setiap kelompok menebus saudara mereka yang tertawan dengan cara yang ma’ruf dan adil terhadap kaum mukminin. Bani Al-Aus juga sebagaimana status me-reka dahulu saling bantu membantu dalam membayar diyat sebagaimana dahulu, setiap kelompok menebus saudara mereka yang tertawan dengan cara yang ma’ruf dan adil terhadap kaum mukminin.

Sesungguhnya kaum mukminin tidak membiarkan saudaranya terlilit utang dan tanggungan yang berat dengan memberikan secara ma’ruf bantuan kepadanya dalam membayar tebusan ataupun diyat. Dan tidak mengikat perjanjian dan transaksi apapun terhadap budak saudaranya sesama mukmin tanpa sepengetahuannya. Sesungguhnya kaum muk-minin mencegah saudaranya yang berbuat jahat atau hendak berbuat zhalim, dosa, pelanggaran dan kerusakan di tengah mereka. Mereka semua saling bahu-membahu dalam mengatasinya. Meskipun pelakunya adalah anak salah seorang dari mereka. Seorang mukmin tidak boleh membunuh saudaranya sesama mukmin karena tuntutan qishash orang kafir dan tidak boleh menolong orang kafir atas kaum mukminin.

Sesungguhnya perlindungan Allah itu berlaku untuk semua lapisan kaum mukminin. Allah melindungi orang yang dilindungi seorang muk-min walaupun derajatnya rendah. Sesungguhnya kaum mukminin saling melindungi satu sama lainnya terhadap orang lain. Dan bahwasanya siapa saja yang mengikuti kami dari kalangan Yahudi maka ia berhak men-dapat pembelaan dan patut diteladani, tidak akan dizhalimi, tidak akan dibiarkan kepada orang yang memerangi mereka. Dan sesungguhnya per-damaian yang dilakukan oleh setiap kaum mukminin itu sama statusnya.

Seorang mukmin tidak boleh mengadakan perdamaian dengan orang kafir di medan pertempuran fi sabilillah kecuali dengan persyaratan yang adil dan sama rata.
Setiap pejuang yang turut berperang bersama kaum muslimin harus saling bahu membahu sesama mereka. Sesungguhnya setiap kaum mukminin harus menuntut balas atas darah saudaranya yang ditumpahkan fi sabilillah. Sesungguhnya kaum mukminin muttaqin berada di atas petunjuk yang terbaik dan paling lurus. Dan sesungguhnya seorang musyrik tidak berhak melindungi harta dan jiwa kaum Quraisy. Dan tidak dapat menghalangi kaum mukminin terhadapnya. Dan barangsiapa membunuh seorang mukmin tanpa hak maka dia harus menanggung hukumannya (qishash atau diyat) kecuali dimaafkan oleh wali yang terbunuh. Dan se-luruh kaum mukminin harus menuntutnya dan tidak halal bagi mereka kecuali mengajukan tuntutan.

Dan sesungguhnya tidak halal bagi setiap mukmin yang menyetujui perjanjian ini dan beriman kepada Allah dan rasulNya serta hari Akhirat untuk membantu atau melindungi pelaku bid’ah. Dan barangsiapa menolong atau melindunginya maka atasnya laknat Allah dan kemurkaanNya pada hari Kiamat. Tidak akan diterima tebusan atau ganti apapun darinya pada Hari Kiamat nanti. Dan apabila kalian berselisih tentang suatu perkara maka kembalikanlah kepada Allah dan RasulNya.

Sesungguhnya kaum Yahudi harus selalu memberikan bantuan materi kepada kaum mukminin untuk berperang. Sesungguhnya Yahudi Bani ‘Auf adalah umat yang satu bersama kaum mukminin, kaum Yahudi bebas menjalankan agama mereka dan kaum muslimin juga bebas menjalankan agama mereka, demikian pula dalam urusan budak dan pribadi mereka. Kecuali orang-orang yang berbuat zhalim atau berbuat dosa maka sesungguhnya ia hanyalah membinasakan diri dan hartanya sendiri. Demikian pula perjanjian ini berlaku juga buat:

  • Yahudi Bani Najjar.
  • Yahudi Banil Harits.
  • Yahudi Bani Saa’idah.
  • Yahudi Bani Jusyam.
  • Yahudi Banil Aus.
  • Yahudi Bani Tsa’labah.

Kecuali orang-orang yang berbuat zhalim atau berbuat dosa maka sesungguhnya ia hanyalah membinasakan diri dan hartanya sendiri.

Dan sesungguhnya suku Jafnah adalah salah satu suku dari kabilah Tsa’labah sama statusnya seperti mereka. Demikian pula Bani Asy-Syuthaibah statusnya sama seperti Yahudi Bani ‘Auf. Sesungguhnya kebaikan dan kesetiaan itu harus menjadi penghalang berbuat dosa.

Dan sesungguhnya budak-budak Bani Tsa’labah sama statusnya dengan tuannya. Dan bithanah (orang-orang dekat) Yahudi sama statusnya dengan mereka. Tidak ada seorang pun yang terlepas dari perjanjian ini kecuali dengan seizin Muhammmad Shallallâhu ‘alaihi Wa Sallam. Sesungguhnya tidak boleh meng-halangi tuntutan pembalasan atas sebuah luka. Barangsiapa yang menye-rang sesungguhnya ia hanyalah menyerang diri dan hartanya. Kecuali orang-orang yang berbuat zhalim. Sesungguhnya Allah telah meridhai perjanjian ini.

Orang-orang Yahudi bebas mengurus nafkah mereka demikian pula kaum mukminin bebas mengurus nafkah mereka. Sesungguhnya mereka harus saling tolong menolong atas siapa saja yang menyerang pihak yang terikat dengan perjanjian ini. Dan mereka harus saling menasehati, sesungguhnya kebaikan dan kesetiaan itu harus menjadi penghalang ber-buat dosa. Sesungguhnya seseorang tiada berdosa karena kejahatan orang yang dilindunginya. Dan sesungguhnya pertolongan itu wajib diberikan kepada orang yang teraniaya. Sesungguhnya kaum Yahudi harus selalu memberikan bantuan materi kepada kaum mukminin untuk berperang.( Hal ini berlaku sebelum diwajibkannya jizyah ketika itu Islam masih lemah dan kaum Yahudi ketika itu memiliki bagian dari harta rampasan perang apabila mereka berperang bersama kaum muslimin, dalam perjanjian ini disyaratkan mereka harus memberikan bantuan dalam peperangan)

Dan sesungguhnya kota Yatsrib (Madinah) ini adalah tanah haram bagi pihak-pihak yang terikat dalam perjanjian ini. Sesungguhnya tetangga itu harus dihormati seperti menghormati diri sendiri, janganlah merugikan tetangga dan janganlah berbuat jahat terhadapnya. Janganlah melanggar batas-batas kecuali dengan izin pemiliknya.

Sesungguhnya masalah atau pertikaian apapun yang terjadi di antara pihak-pihak yang terikat perjanjian dan dikhawatirkan mengancam per-janjian ini maka harus dikembalikan kepada Allah Ta’ala dan Muhammad Rasulullah Shallallâhu ‘alaihi Wa Sallam. Sesungguhnya Allah memelihara isi perjanjian ini dan merestuinya. Janganlah melindungi kaum musyrikin Quraisy dan jangan pula orang yang menolong mereka.

Pihak-pihak yang terikat perjanjian harus saling membantu jika ada pihak luar yang berusaha menyerang Madinah. Jika mereka diajak berdamai maka hendaklah diterima ajakan damai tersebut. Jika mereka mengajak berdamai maka mereka memiliki hak atas kaum mukminin. Kecuali bagi mereka yang memerangi agama. Tiap-tiap orang berhak mendapat bagian sesuai dengan posisinya. Se-sungguhnya Yahudi Bani Aus, budak-budak serta diri mereka juga terikat dengan perjanjian ini. Mereka berhak mendapat perlakuan baik dari pihak-pihak yang terikat dengan perjanjian ini. Sesungguhnya kebaikan dan kesetiaan itu harus menjadi penghalang berbuat dosa. Setiap orang mempertanggung jawabkan perbuatannya masing-masing. Sesungguhnya Allah membenarkan perjanjian ini dan merestuinya. Dan sesungguhnya perjanjian ini tidaklah melindungi orang-orang zhalim atau jahat. Setiap orang bebas keluar masuk Madinah kecuali orang-orang yang zhalim dan jahat. Sesungguhnya Allah melindungi orang-orang yang berbuat baik dan bertakwa.

Mempersaudarakan Kaum Muhajirin dan Anshar

Ibnu Ishaq berkata: “Rasulullah mempersaudarakan para sahabat beliau dari kaum Muhajirin dan Anshar – aku berlindung kepada Allah dari mengatakan apa yang tidak beliau ucapkan-:

“Saling bersaudaralah kalian karena Allah dengan berpasang-pasangan!” Kemudian beliau mengambil tangan Ali bin Abi Thalib, lalu bersabda: “Ini adalah saudaraku!”

Rasulullah, penghulu para nabi, imam orang-orang yang bertak-wa, utusan Rabb semesta alam yang tiada suatu hamba pun yang menya-mainya, dengan Ali bin Abi Thalib adalah dua bersaudara. Hamzah bin Abdul Muthalib singa Allah dan singa rasulNya, paman Rasulullah dengan Zaid bin Haritsah Maula Rasulullah adalah dua bersaudara. Dan kepadanyalah Hamzah memberikan wasiat pada hari perang Uhud bila beliau gugur di medan perang. Ja’far bin Abi Thalib pemilik dua sayap dan Muadz bin Jabal saudara Bani Salamah adalah dua bersaudara.

Abu Bakar Ash Shidiq bin Abi Quhafah dan Kharijah bin Zuhair adalah dua bersaudara. Umar bin Khatthab dan ‘Itban bin Malik adalah dua bersaudara. Abu Ubaidah bin Al-Jarah dan Saad bin Muadz adalah dua bersaudara. Abdurrahman bin ‘Auf dan Saad bin Ar Rabii’ adalah dua bersaudara. Zubair bin Awwam dan Salamah bin Salamah bin Waqqas adalah dua bersaudara. Utsman bin Affan dan Aus bin Tsabit bin Al-Mundzir adalah dua bersaudara. Thalhah bin Abdullah dan Ka’ab bin Malik adalah dua bersaudara. Said bin Zaid Bin ‘Amru bin Nufail dan Abi Ibnu Ka’ab adalah dua bersaudara. Mush’ab bin Umair dan Abu Ayyub Khaid bin Zaid adalah dua bersaudara. Abu Hudzaifah bin ‘Utbah dan ‘Abbad bin Basyar adalah dua bersaudara. ‘Ammar bin Yasir dan Hudzaifah Ibnul Yaman adalah dua bersaudara. Abu dzr Al-Ghifari dan Al-Mundzir bin ‘Amru adalah dua bersaudara. Hathib bin Abi Balta’ah dan ‘Uwaim bin Sa’adah adalah dua bersaudara. Salman Al-Farisy dan Abu Darda’ adalah dua bersaudara. Bilal maula Abu Bakar dan Abu Ruwaihah adalah dua bersaudara. Mereka itulah nama-nama yang dise-butkan Rasulullah ketika beliau mempersaudarakan para sahabatnya.

Kisah Adzan

Ketika Rasulullah telah menetap dengan tenang di Madinah bersama para sahabat dari kaum muhajirin dan Anshar, Dien Islam telah kokoh, shalat telah ditegakkan, zakat dan puasa telah diwajibkan, hukum pidana telah diterapkan, haram dan halal telah disyari’atkan, Islam telah tegak di tengah-tengah mereka dan kaum Anshar telah menyerahkan tanah air mereka dan beriman kepada Allah dan RasulNya. Awal mula ketika Rasulullah menetap di kota Madinah, kaum muslimin mengerjakan shalat bersama Rasulullah apabila waktu shalat telah datang tanpa ada panggilan atau seruan. Pada awalnya Rasulullah ingin menjadikan terompet seperti yang digunakan orang-orang Yahudi untuk panggilan ibadah mereka. Akan tetapi kemudian Rasulullah tidak menyukainya. Kemudian beliau memerintahkan agar membuat lonceng yang dipukul untuk me-manggil kaum muslimin mengerjakan shalat.

Dalam keadaan demikian, Abdullah bin Zaid bin Tsa’labah saudara Al-Hariits bin Al-Khazraj mendengar seruan adzan dalam mimpinya. Ia datang menemui Rasulullah dan berkata: ‘Wahai Rasulullah, tadi malam aku bermimpi didatangi seseorang, lalu seorang lelaki yang menge-nakan dua potong baju berwarna hijau lewat di hadapanku. Ia membawa lonceng di tangannya. Saya berkata kepadanya: ‘Wahai hamba Allah, maukah engkau menjual lonceng itu?’
‘Untuk apa?’ tanyanya pula.
‘Untuk kami jadikan alat memanggil kaum muslimin berkumpul mengerjakan shalat’ jawabku.
Lelaki itu berkata: ‘Maukah engkau aku tunjukkan sesuatu yang lebih baik daripada itu?’
‘Apa itu?’ aku balik bertanya.
Dia menjawab: “Ucapkanlah:
Allahu Akbar Allahu Akbar, Allahu Akbar Allahu Akbar,
Asyhadu allaa ilaaha illallah, Asyhadu allaa ilaaha illallah,
Asyhadu anna Muhammadar Rasulullah, Asyhadu anna Muhammadar Rasulullah.,
Hayya ‘alash shalah, Hayya ‘alash shalah,
Hayya ‘alal falaah, Hayya ‘alal falaah,
Allahu Akbar, Allahu Akbar,
Laailaaha illallah.”

Ketika Abdullah mengabarkan mimpinya itu kepada Rasulullah, Beliau bersabda: “Sesungguhnya itu adalah mimpi yang haq, pergilah dan temui Bilal, lalu ajarkan lafazh itu agar dia mengumandangkannya. Karena suara Bilal lebih keras daripada suaramu. Ketika Umar bin Khat-thab mendengar Bilal mengumandangkan seruan adzan itu, dia keluar menemui Rasulullah lalu berkata: “Wahai Nabiyullah, demi Allah yang telah mengutus engkau dengan haq, sungguh aku telah mendengar seruan itu dalam mimpiku.” Rasulullah bersabda: “Segala puji bagi Allah atas semua itu.”

Kisah Tentang Sejumlah Sahabat yang Tertimpa Penyakit

Diriwayatkan dari ‘Aisyah radliyallâhu ‘anha, dia berkata: “Ketika Rasulullah Shallallâhu ‘alaihi Wa Sallam tiba di Madinah, kota itu adalah sarang wabah penyakit demam. Banyak dari sahabat Rasulullah yang tertimpa wabah itu. Namun Allah Ta’ala meng-hindarkan RasulNya dari penyakit itu. Ketika itu Abu Bakar Ash-Shiddiq, Amir bin Fuhairah dan Bilal maula Abu Bakar tinggal dalam satu rumah. Mereka semua terserang penyakit demam. Maka aku pun datang untuk menjenguk mereka -peristiwa ini terjadi sebelum turunnya perintah hijab-. Hanya Allah yang tahu tentang beratnya sakit yang mereka alami. Aku pun datang menemui Abu Bakar dan menyapanya: “Bagaimana keadaanmu wahai ayahku?” Abu Bakar menyahut:
“Setiap orang boleh bersenang-senang bersama keluarganya di waktu pagi
Padahal kematian itu lebih dekat dengannya daripada tali sandalnya.”
Demi Allah Abu Bakar tidak sadar dengan apa yang ia ucapkan. Kemudian aku datang menemui ‘Amir bin Fuhairah, dan bertanya kepa-danya: “Bagaimana keadaanmu wahai ‘Amir?”

Dia menyahut:
Sungguh aku telah merasakan kematian sebelum aku mengalaminya
Sesungguhnya seorang pengecut selalu berteriak dari atas
Setiap orang pasti berusaha sekuat tenaga
Seperti sapi yang melindungi kulitnya dengan tanduknya
Demi Allah ‘Amir tidak sadar dengan apa yang ia ucapkan. Sedang-kan Bilal apabila telah terserang demam itu, ia berbaring di halaman rumah seraya berseru:

“Duhai bisakah aku bermalam semalam saja di Fakh
Sementara di kanan kiriku terdapat idzkhir dan jalil
Duhai bisakah aku singgah di mata air Mijannah
Dan bisakah aku menatap sekali lagi bukit Syaamah dan Thafil.”

[Fakh adalah nama sebuah tempat di luar kota Makkah ; Idzkhir dan Jalil adalah nama sebuah tanaman yang harum baunya; Mijannah adalah nama sebuah pasar di zaman jahiliyah di sebelah bawah kota Mekkah lebih kurang satu barid dari Mekkah; Syaamah dan Thafil adalah nama dua buah gunung di Mekkah]

Kemudian aku menceritakan apa yang aku saksikan kepada Rasulullah. Kukatakan kepada beliau: “Mereka tidak menyadari apa yang mereka ucapkan karena parahnya demam yang menyerang.”

Mendengar penuturanku itu Rasulullah Shallallâhu ‘alaihi Wa Sallam lantas berdoa:
“Ya Allah jadikanlah kami mencintai Madinah sebagaimana kami mencintai Mekkah atau bahkan lebih dari itu. Berkahilah mud dan sha’nya (Yaitu barang-barang yang ditimbang dengan mud dan sha’. Satu mud sama dengan dua rithal bagi penduduk Iraq. Dan satu sepertiga rithal bagi penduduk Hijaz. Satu sha’ sama dengan empat mud bagi penduduk Hijaz) serta pindahkanlah wabah yang menimpanya ke Mahya’ah. (Mahya’ah adalah Juhfah, yang merupakan miqat penduduk Syam)

Tarikh Hijriyah
Rasulullah tiba di Madinah pada hari Senin, di waktu Dhuha saat matahari mulai naik sepenggalahan (di tengah-tengah ufuk/langit). Yaitu pada tanggal dua belas Rabi’ul Awal. Ketika itu Rasulullah menginjak usia lima puluh tiga tahun, yaitu setelah tiga belas tahun beliau diangkat menjadi rasul oleh Allah Ta’ala. Beliau menetap di sana mulai bulan Rabi’ul Awal, Rabi’ul Akhir, Jumadil Awal’ Jumadil Akhir, Rajab, Sya’ban, Ra-madhan, Syawal, Dzulqa’dah, Dzulhijah dan Muharam.
(Dari Buku Tahdzib Sirah Ibn Hisyam karya ‘Abdus Salam Harun)